Capital Market & Investment zkumparan

Kesadaran Masyarakat Indonesia terhadap Sertifikasi CFA Masih Rendah

Kesadaran Masyarakat Indonesia terhadap Sertifikasi CFA Masih Rendah
Di Indonesia baru sekitar 261 orang yang telah memiliki sertifikat CFA (Chartered Financial Analyst).

Pertumbuhan industri pasar modal nasional yang besar masih belum diimbangi dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya sertifikasi profesional di pasar modal. Sebab hingga kini yang mengantongi sertifikat masih sedikit.

President CFA Society Indonesia, Pahala Mansury, mengatakan, di Indonesia baru sekitar 261 orang yang telah memiliki sertifikat CFA (Chartered Financial Analyst). Angka ini masih 1/8 nya dibandingkan dengan Singapura yang sudah memiliki 3.500 anggota, padahal total nilai kapitalisasi pasar modal di Indonesia empat kali lebih besar.

“Indonesia betul-betul membutuhkan para profesional di pasar modal yang jauh lebih banyak karena potensinya sangat besar. Namun, jumlah pemegang sertifikat di Indonesia masih sangat kecil. Bahkan, di negara yang bukan financial center pun seperti India sudah ada 2.500 orang yang memiliki sertifikat CFA. Padahal CFA di India sejarahnya lebih pendek dibandingkan di Indonesia,” kata Pahala di Bursa Efek Indonesia Jakarta, Jumat (06/09/2019).

Menurutnya, sertifikasi CFA ini sangat penting karena dapat membantu para profesional untuk aktif di pasar global. Dengan banyaknya para pelaku pasar modal yang sudah memiliki sertifikasi pun harapannya kepercayaan dari luar untuk masuk ke Indonesia bisa lebih tinggi. Selain itu, financial deepening di Indonesia akan lebih terjaga dan inovasi akan lebih baik.

Pahala menyebut, ada tiga faktor yang menyebabkan rendahnya jumlah pemegang sertifikat CFA di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain. Pertama, industri pasar modal di negara lain memiliki kesadaran yang cukup tinggi mengenai pentingnya sertifikat CFA dan sudah menjadi kebutuhan para profesional di pasar modal. Para perusahaan pengelola dana sudah mensyaratkan pihak pengelolanya untuk bisa memiliki sertifikasi tersebut.

“Di negara-negara lain ada semacam kewajiban meskipun secara regulasi tidak ada, tapi banyak dari perusahaan yang mensyaratkan itu. Sebab di sana sejarah pasar modalnya juga sudah lebih lama seperti Singapura dan Hongkong sebagai financial center,” ujarnya.

Kedua terkait persiapan, untuk mendapatkan sertifikat CFA sebenarnya cukup mengikuti pendidikan dengan modul dan mengikuti ujian akhir setiap satu tahun sekali untuk setiap tingkatan. Sementara tingkatan pendidikannya ada tiga tahap dengan pengalaman kerja selama satu tahun. Akan tetapi, untuk mengambil sertifikat CFA dari level 1-3 membutuhkan jam belajar sekitar 1.000 jam.

Terakhir, terkait bahasa. Pasalnya, ujian CFA menggunakan bahasa Inggris. “Ini membutuhkan komitmen yang cukup tinggi. Banyak orang yang terintimidasi begitu tidak lulus level 1 tidak akan mengambil level selanjutnya.” katanya.

Untuk itu, sejak 2016 lalu CFA membuat mock up test agar para pelaku pasar modal dapat berlatih sebelum mengambil ujian sertifikasi. Pahala mengaku, sejak diadakan mock up test, terjadi kenaikan passing grade sebesar 5-10%. Asal tahu, passing grade CFA secara global sekitar 40-45%. Namun, selama bertahun-tahun Indonesia masih memiliki level passing grade di bawah standar global. “Kami tidak bisa menyebut angkanya, tapi Indonesia masih lumayan jauh di bawah standar global,” ujarnya.

Pahala pun menargetkan, tahun 2022 orang yang sudah memiliki sertifikat CFA bisa mencapai 500 anggota. “Dulu yang lulus setiap tahunnya tidak lebih dari 20 orang, tapi sekarang sudah ada kemajuan. Tahun ini kita welcome 37 orang anggota dan tahun lalu peak-nya mencapai 44 orang,” tuturnnya.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved