Personal Finance

Dominasi Gen Z dan Milenial di Pasar Modal, Melek Finansial atau Sekadar Tren?

Oleh Editor

Pertumbuhan investor di Indonesia terus menunjukkan peningkatan. Dari data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), per Juli 2021 tercatat Single Investor Identification (SID) jumlah investor pasar modal sebanyak 5,882,870 atau naik sebesar 50,04% dibandingkan tahun 2020. Dalam data tersebut pun tercatat ada 5,16 juta investor reksa dana dan 2,58 juta investor C-BEST atau investor saham.

Hal yang menarik adalah akhir – akhir ini investasi pasar modal diwarnai oleh hadirnya investor muda. Kaum Milenial dan Generasi Z menduduki peringkat investor terbanyak tahun ini. Di awal tahun, BEI mencatat dalam tiga tahun terakhir didominasi oleh investor di bawah usia 25 tahun, lalu disusul oleh investor di rentang umur 26 – 30 tahun. Direktur Pengembangan BEI, Hasan Fawzi, mengatakan bahwa 70% dari total investor saham berusia di bawah 40 tahun.

Tingginya jumlah investor muda mengindikasikan inklusi keuangan yang semakin meningkat. Inklusi keuangan sendiri diartikan sebagai parameter penggunaan produk atau layanan keuangan. Hasil survey Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di tahun 2019, menunjukkan tingkat inklusi keuangan di Indonesia sudah mencapai 76,19%. Artinya, penggunaan produk dan layanan keuangan masyarakat dapat dikatakan cukup tinggi. Angka ini sudah melampaui target Pemerintah dalam Peraturan Presiden No. 82 tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) sebesar 75% untuk tingkat inklusi keuangan.

Sayangnya, terdapat kesenjangan yang cukup besar antara tingkat inklusi keuangan dengan tingkat literasi keuangan. Berdasarkan survei yang dilakukan OJK di tahun 2019, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia baru mencapai 38,03%. Berbeda dengan inklusi, literasi keuangan adalah pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan seseorang mengenai keuangan, seperti manajemen, produk, maupun lembaga keuangan.

Perencana keuangan Finansialku, Rizqi Syam, CFP®, mengatakan apabila tingkat inklusi lebih tinggi dibandingkan tingkat literasi keuangan, maka kemungkinannya sebagian orang yang telah menggunakan produk/layanan keuangan tidak sepenuhnya mengerti dengan apa yang dilakukannya. Hal ini menyebabkan banyak masyarakat yang mengalami kerugian akibat tidak memahami betul produk atau layanannya.

Berbagai cara dilakukan agar bisa menutup kesenjangan antara literasi dan inklusi keuangan. Salah satunya, dengan memanfaatkan kehadiran media sosial. Kedekatan Gen Z dan Milenial dengan teknologi digital menjadi faktor pendorong tingginya investor muda. Berdasarkan hasil survey The Mothley Fool pada April 2021, sebanyak 91% investor Gen Z dan Milenial menjadikan media sosial sebagai sumber informasi seputar investasi. Selain media sosial, website juga menjadi platform yang dipercaya oleh para investor muda.

Rizqi pun setuju bahwa digitalisasi membawa kemudahan untuk kita mengakses informasi termasuk investasi. Terlebih banyak influencer yang memberikan edukasi dan mengajak masyarakat khususnya anak muda untuk berinvestasi. Sehingga investasi kini menjadi bagian dari gaya hidup dan tren Generasi Z dan Milenial.

Lantas, apakah investasi ini hanya sebatas tren yang mungkin akan ditinggalkan suatu hari nanti? Salah seorang pegawai swasta berusia 22 tahun yang tidak disebutkan namanya, menyebutkan bahwa ia berinvestasi karena sadar atas pentingnya investasi dan perencanaan keuangan. Ia pun memilih untuk mengikuti kelas investasi yang jelas dan terpercaya, dibandingkan mengikuti influencer di media sosial.

Alasannya, ia khawatir jika mengikuti rekomendasi influencer tanpa analisa lebih lanjut akan membuatnya terjebak saham pom pom. Namun, ia menambahkan bahwa bagi pemula media sosial memang menjadi wadah yang paling mudah untuk belajar investasi dan mendapatkan informasi terbaru. Hanya saja pemilihan influencer atau media harus benar – benar diperhatikan.

Dapat disimpulkan, tren investasi dan hadirnya influencer membawa pengaruh positif dalam menciptakan masyarakat melek finansial, khususnya bagi anak muda. Dengan terpaan informasi, media sosial secara otomatis berperan meningkatkan literasi keuangan mereka. Tetapi, di sisi lain ada risiko kerugian jika hanya menelan informasi secara bulat – bulat. Diperlukan kajian dari berbagai sumber lain yang kredibel sebelum mengambil keputusan. (Mutiara Ramadhanti)

Artikel ini diproduksi oleh tim finansialku.com untuk swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved