Personal Finance

Ekonomi Melandai, Investasi Reksa Dana Syariah Lebih Menguntungkan

Ekonomi Melandai, Investasi Reksa Dana Syariah Lebih Menguntungkan

Pada saat kondisi pasar modal masih tidak menentu seperti sekarang, dikarenakan masih ada kekhawatiran bahwa The Fed (Bank Sentral Amerika Serikat) akan melakukan perlambatan stimulus (QE Tapering), tapi masih ada peluang untuk mengail untung. Lihat saja kondisi bursa berangsur membaik. Indikasinya terlihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah kembali lagi ke level 4000-an. Jadi, tetap diperlukan alternatif lain untuk berinvestasi. Khususnya investasinya untuk tujuan jangka panjang.

Lalu, investasi apa saja yang cocok untuk durasi jangka panjang? “Investasi reksadana syariah bisa jadi pilihan. return (imbal hasil) dari reksa dana syariah akan lebih tinggi dibandingkan konvensional, termasuk yang terjadi di tahun ini,” jelas Cholis Baidowi, Fund Manager PT CIMB Principal Asset Management, di Jakarta.

Berdasarkan data CIMB Principal Asset Management, sejak tahun 2003 – 9 September 2013, indeks saham syariah lebih perform 6 kali dibandingkan indeks konvensional. Karena komposisi di indeks syariah tidak ada saham di sektor finansial yang tahun ini sedang tidak perform. Reksa dana syariah ini bisa dilihat sebagai diversifikasi (investasi) yang baik, di saat volatilitas di market cukup tinggi.

PT CPAM-Reksa Dana Syariah

Menurutnya, return saham sektor perbankan akan lebih rendah daripada saham di sektor-sektor lainnya, disebabkan oleh penurunan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS, inflasi yang tinggi, kenaikan tingkat suku bunga, serta terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi negara ini. Nah, kondisi seperti itu yang sedang terjadi di Indonesia sekarang.

“Ketika terjadi low growth (di perekonomian), walaupun reksa dana syariah tidak bisa memiliki saham bank, tapi di sini boleh punya saham properti, jadi return-nya tidak akan jauh dari Jakarta Composite Index (JCI). Pada saat market turun, kita sebaiknya beli saham properti atau konstruksi daripada bank,” ujarnya.

Adanya kebijakan Bank Indonesia (BI) dalam memperketat kebijakan fiskal, seperti pembatasan loan to deposit ratio (LDR) menjadi 92% dan naiknya Giro Wajib Minimum (GWM) menjadi 4%, maka ini akan memperlambat pertumbuhan penyaluran kredit yang berujung pada perlambatan pendapatan perbankan itu sendiri.

“Jika kita lihat lebih jauh lagi bahwa sektor perbankan memiliki bobot yang lebih besar di IHSG, yakni sekitar 25%, sehingga ini menyebabkan pertumbuhan earning per share (EPS) yang lebih lambat daripada IHSG, dibanding dengan Jakarta Islamic Index (JII),” terangnya.

Selain itu, saham dengan tingkat utang yang tinggi di atas 45% tidak akan masuk ke dalam daftar indeks saham syariah, yang mana saham-saham tersebut mendapat tekanan dari tingkat suku bunga yang terus naik akibat inflasi tinggi. Secara keseluruhan, hal ini terbukti pada 2005-2006 dan 2008-2009, JII mampu mengungguli IHSG 12%-14% dan LQ45 10%-12%. Bahkan selama tahun berjalan 2013, sudah mengungguli IHSG 11% dan LQ45 14%.

“Kami memiliki reksa dana saham CIMB Principal Islamic Equity Growth Syariah yang sejak awal tahun 2013 hanya terkoreksi 1,27%, dibandingkan dengan IHSG yang terkoreksi 2,82%, dan indeks reksa dana saham lainnya yang turun 4,11% per 30 Agustus 2013. Bahkan dana kelolaan reksa dana ini telah tumbuh 273% dari sejak awal tahun, walaupun secara industri, dana kelolaan reksa dana hanya tumbuh 0,65% dalam periode sama,” paparnya.

Ke depan, lanjutnya, dengan proyeksi indeks sampai akhir tahun di level 4600, return reksa dana syariah diperkirakan bisa mencapai 12%. Jumlah itu melebihi pertumbuhan indeks yang diperkirakan mencapai 11% sampai akhir tahun. “Itu dengan catatan posisi IHSG sampai akhir tahun bisa mencapai 4600,” imbuhnya.

Sementara, Shahril Simon, Head of Asset Management Group Islamic Bank Division CIMB Investment Bank Berhad, menuturkan bahwa selama satu dekade terakhir (2000-2010), kapitalisasi pasar dari produk investasi syariah tumbuh 13,6% CAGR 2000-2010, namun total dana kelolaan dari reksa dana syariah mampu membukukan pertumbuhan 30,3% di periode yang sama. “Bahkan yang lebih menarik, selama krisis keuangan global (2008-2009), dana kelolaan reksa dana syariah mampu tumbuh sebesar 5%, sementara reksa dana konvensional harus berjuang keras (untuk tumbuh),” tuturnya.

Shahril menambahkan bahwa industri syariah masih akan menjadi instrumen investasi yang menarik ke depannya, terutama saat menghadapi ketidakpastian ekonomi. “Untuk satu dekade mendatang, kapitalisasi pasar dari produk investasi syariah masih akan tumbuh 10,6% CAGR 2010-2020, namun total dana kelolaannya berpotensi membukukan pertumbuhan 20,7% untuk periode sama, dikarenakan bobotnya masih kecil,” pungkasnya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved