Personal Finance

Azisya Amalia Karimasari, Berinvestasi pada Instrumen Syariah

Azisya Amalia Karimasari

Azisya Amalia Karimasari dan suami sama-sama datang dari keluarga yang memiliki kebiasaan rutin menabung. Ketika menikah, mereka ingin memiliki literasi investasi yang lebih baik. “Kami nggak tahu tabungan kami harus diinvestasikan ke mana,” kata Azisya yang preferensinya lebih ke syariah.

Barulah pada saat sang suami meneruskan kuliah ke jenjang yang lebih tinggi, ia mulai mencoba berinvestasi pada sukuk milik pemerintah yang diperjualbelikan untuk ritel. “Saya membeli investasi pertama saya di ST004 (Sukuk Tabungan seri ke-4) pada Mei 2019,” ujarnya.

Setahun kemudian, Juni 2020, ia dan suaminya memutuskan mendiversifikasi investasinya ke saham. Hal ini didorong keluarnya Azisya dari pekerjaan kantor dan mulai menjadi freelancer dan ibu rumah tangga. “Karena sudah resign, akhirnya cukup banyak waktu luang di rumah. Mungkin momentumnya pas ya dengan jatuhnya IHSG, sehingga sejak saya resign dari kantor, saya mulai menekuni bidang pasar modal ini,” ujarnya. Setelah belajar lebih detail mengenai produk lainnya di pasar modal, ia juga akhirnya mendiversifikasi asetnya ke reksa dana untuk alokasi dana darurat dan investasi rutin.

Apa pedoman yang digunakan untuk melakukan transaksi? Pedoman yang dipakai Azisya saat ini adalah membeli saham perusahaan dengan fundamental yang baik dan memiliki prospek yang bagus.

“Biasanya sih saya ambil saham universe saya sendiri di indeks Kompas100. Selain itu, karena saya investor syariah, saya selalu membeli saham yang masuk dalam Daftar Efek Syariah. Ya, meskipun ada banyak kesempatan capital gain yang tinggi pada saham-saham yang lagi hype banget seperti Bank Bukopin atau bank digital, karena saya investor syariah, jadi memang nggak masuk ke saham-saham itu,” ungkapnya.

Untuk strategi dalam transaksi membeli sahamnya, ia sering memakai strategi Buy on Weakness atau saat saham-saham tersebut berada di area support. Untuk menjualnya, ia kadang menjual saat resisten atau saat patah trend bullish.

“Atau, pernah juga cutloss tipis-tipis karena area support-nya tembus. Ada juga saya pernah cutloss yang cukup banyak karena saya nggak disiplin, ini aib banget sih. Dan, nggak jarang juga saya biarkan saham tersebut karena time frame-nya memang ingin lebih lama,” ungkapnya sambil tertawa. Sejujurnya, hal itu karena ia mengaku masih sangat pemula dan masih meraba-raba sehingga masih perlu belajar dan mengasah kemampuan, baik dari sisi analisis teknis, analisis fundamental, maupun pengelolaan uang.

Kalau untuk reksa dana, Azisya murni menabung dan investasi jangka panjang. “Saya pilih beberapa reksa dana dengan Top 20 manajer investasi dengan kelolaan AUM (asset under management) terbesar. Selain itu, saya juga melihat dari baik-tidaknya performa reksa dana dari sisi history pergerakan NAV (harga unit penjualan reksa dana) beberapa tahun ke belakang. Itu semua untuk menentukan beberapa reksa dana pilihan saya,” katanya.

Namun, untuk melakukan pembelian reksa dana, ia tidak terlalu mempermasalahkan harga NAV pada saat itu karena tujuannya untuk investasi rutin. Dan, biasanya ia membeli reksa dana saat ada potensi cashback dari agen penjual efek reksa dananya. “Ya, ritel seperti saya nggak bisa melewatkan kesempatan cashback, apalagi untuk investasi, jadi kan dapat cuannya lebih banyak,” ujarnya.

Berapa jumlah uang rata-rata untuk setiap transaksi? “Rata-rata Rp 5 juta untuk setiap saham yang saya transaksikan. Ini bergantung pada kondisi pergerakan itu sendiri, kadang saya tes untuk masuk ke saham tersebut dalam range Rp 1 juta-5 juta. Kemudian, saya beli lagi di harga yang lebih rendah dengan porsi yang lebih besar hingga genap Rp 5 juta, dengan catatan: range harga tersebut masih dalam area aman dalam support-nya,” Azisya menjelaskan. (*)

Dede Suryadi dan Vina Anggita

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved