Personal Finance

Bos KINO Mengakumulasi Beli Saham Senilai Rp 4,15 Miliar

Harry Sanusi, CEO PT Kino Indonesia Tbk. (Foto : Majalah SWA).

Harry Sanusi pada 19 Februari 2020 membeli saham PT Kino Indonesia Tbk (KINO) sebanyak 100 ribu saham di harga Rp 3.144,31/saham atau senilai Rp 314,31 juta. “Tujuan dari transaksi untuk investasi,” tulis Harry dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Jum’at (28/2/2020). Jumlah total kepemilikan Harry di saham KINO pun bertambah menjadi 149.262.000 dari sebelumnya 149.162.000 saham. Porsi saham KINO yang dimiliknya mencapai 10,44%.

Harry yang tercatat sebagai Presiden Direktur KINO ini, rajin membeli saham KINO di rentang Januari hingga Februari tahun ini. Pada 8 Januari, misalnya, Harry membeli 246 ribu saham di harga Rp 3.249,42/saham.

Sehari berikutnya, pemegang saham utama KINO ini menambah kepemilikan saham perseroan lantaran membeli sebanyak 408 ribu saham. Saham KINO yang dibeli Harry pada 9 Januari itu seharga Rp 3.232,33/saham. Transaksi pembelian saham KINO berlanjut pada 16 Januari dengan membeli sebanyak 43.800 saham pada harga Rp 3.203,45.

Pasca aksi beli saham di Januari, Harry lagi-lagi berinvestasi dengan membeli saham KINO sebanyak 82.500 saham pada harga Rp 2.933,30. Pembelian ini dilakukan pada 3 Februari 2020. Sepekan berikutnya, Harry merogoh kocek senilai Rp 302, 72 juta untuk mengambil alih saham perusahaan ini sebanyak 101.900 di harga Rp 2.970,78/saham pada 11 Februari. Setelah transaksi pembelian ini, Harry terus melakukan aksi beli. Ia pada 12 Februari mengambil alih 338.800 saham KINO yang kala itu harganya sebesar Rp 2.981.57/saham. Nilai transaksi pembelian saham ini senilai Rp 1,01 miliar.

Harry kembali mengoleksi saham KINO dengan mengeluarkan dana senilai Rp 307,91 juta untuk membeli 100 ribu saham di harga Rp 3.079,12/saham. Transaksi ini dilakukannya pada 13 Februari. Lima hari kemudian, saham KINO yang dibelinya bertambah sebanyak 100 ribu ketika membelinya di harga Rp 3.130/saham. Nilai pembeliannya Rp 313 juta. Jika dihitung-hitung, nilai total pembelian saham KINO di dua bulan itu senilai Rp 4,15 miliar. Harry menyatakan pembelian saham di periode tersebut untuk investasi.

Jika mencermati harga saham yang dibeli itu, Harry cenderung membelinya ketika harga saham KINO terkoreksi sehingga harganya relatif murah. Buy on weakness atau average down saham-saham yang fundamentalnya prospektif ini cenderung dilakukan oleh para investor. Tujuannya untuk mengail imbal hasil yang cukup tinggi di masa mendatang. Laba bersih KINO pada kuartal III/2019 melonjak sebesar 323,74%, atau menjadi Rp 447,09 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Adapun, nilai transaksi pembelian saham KINO tertinggi yang dilakukan Harry pada periode itu senilai Rp 1,31 miliar di 9 Januari, kemudian pada 13 Februari yang senilai Rp 1,01 miliar, dan Rp 799,35 juta di 8 Januari.

Inovasi ProdukKINO adalah produsen barang-barang konsumsi. Perusahaan ini memproduksi beragam produk yang terbagi dalam empat segmen, yakni personal care, food and candy, beverage, dan farmasi. Sejumlah brand Kino diantaranya Sleek, Liang Teh Cap Panda, Ellips, Eskulin Cologne Gel, Ovale, permen Kino, Cap Kaki Tiga Anak, Absolute, dan lain-lain. Segmen yang dibidik Kino beragam, mulai dari anak-anak hingga keluarga.

Harry mengatakan perusahaan mengawali kiprah di manufaktur saat perekonomian Indonesia terguncang krisis moneter 1997. “Kami lahir dari krisis, saat itu market hancur dan bermasalah. Kami mencoba survive, masuk ke market yang belum ada kompetitornya dan berinovasi dari segi pricing dan pemakaian,” tutur Harry kepada Majalah SWA pada pertengahan tahun 2016. Untuk mengatasi krisis ekonomi dan dinamika bisnis, perseroan berinovasi. “Dari inovasi, bisnis kami tetap sustain dan berdampak ke konsumen karena produk memiliki diversifikasi khusus dan diterima pasar,” tandas Harry

Untuk itu, Kino pun terus membenahi proses berinovasi, di antaranya memperbaiki sumber daya manusia dan mengadopsi teknologi yang mampu menciptakan nilai tambah. “Inovasi akan menghasilkan revenue dan omset yang signifikan. Kami terus membenahi SDM dan teknologi dan menjadi perusahaan yang dikenal sebagai chamber of innovation,” ungkap Harry. “Hasil inovasi terbesar adalah Ellips, sebuah vitamin rambut, keunggulannya adalah dalam bentuk kapsul, risetnya saja butuh 3,5 tahun, kapsul Ellips terbuat dari gelatin sapi yang dijamin halal. Saat ini, pangsa pasarnya mencapai 77% dan bahkan ditiru kompetitor,” ujar dia.

Berkat inovasi, perseroan mampu mempertahankan eksistensi bisnisnya di pasar dalam negeri hingga luar negeri. Cikal bakal Kino berasal dari sebuah perusahaan distribusi bernama PT Duta Lestari Sentratama yang berdiri pada 1991. Pada 1997, bisnis perusahaan berkembang menjadi perusahaan manufaktur, yang ditandai dengan berdirinya PT Kino Sentra Industrindo dan mengoperasikan pabriknya di Semarang, Jawa Tengah. Kino memproduksi permen, snack dan serta cokelat. Perusahaan itu merupakan embrionya Kino menggeluti manufaktur makanan dan minuman. “Siapa pun CEO-nya dia harus mengawal inovasi perusahaan,” ungkapnya. (*)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved