Personal Finance zkumparan

Gaya Bos Startup Digital Mengelola Investasi Pribadi

Gaya Bos Startup Digital Mengelola Investasi Pribadi

//Mereka ada yang mendiversifikasi aset. Atau, mengalihkan asetnya dari saham untuk berinvestasi di platform peer to peer lending dan properti. Imbal hasilnya diputar di instrumen investasi lainnya agar nilai asetnya kian melambung. Apa saja strategi mereka?//

Reynold Wijaya, CEO dan Co-Founder Modalku

Setelah berumah tangga, Viktor Yanuar gencar menyisihkan uangnya untuk berinvestasi. Tadinya, ia agak boros karena cenderung menghabiskan sebagian uangnya untuk membeli produk gawai terbaru. “Sebelum menikah, saya belum berinvestasi karena uangnya habis untuk membeli gadget terbaru,” kata Viktor saat dijumpai wartawan SWA di kantor IDX Incubator, Jakarta. Setelah menikah, manajemen keuangan Viktor berubah 360 derajat lantaran setiap bulan menyisihkan 30% dari total pendapatannya untuk membeli produk investasi.

Viktor melakukan debutnya sebagai investor tatkala di tahun 2013 membeli apartemen Citylofts, Jakarta. Ia membelinya di pasar sekunder yang pembayarannya dicicil dengan menggunakan fasilitas kredit pembelian apartemen (KPA). Selanjutnya, ia menyewakan apartemennya. Harga sewanya sekitar Rp 15 juta/bulan atau Rp 180 juta dalam setahun. Rata-rata masa sewa apartemennya dua tahun. Biaya sewa apartemen ini dibayar tunai. Dengan demikian, pria kelahiran 40 tahun ini mendapat dana segar sekitar Rp 360 juta apabila apartemennya disewa selama dua tahun.

Inilah alasan utama Viktor menyewakan apartemennya: bisa mendapatkan dana tunai yang cukup banyak nilainya. Ia menggunakan uang ini untuk membiayai berbagai kebutuhan dan investasi, misalnya mencicil KPA; modal mendirikan perusahaan Moorigan Service, perusahaan konsultan manajemen; dan Excellence Asia, perusahaan rintisan digital yang mengusung platform marketplace pelatihan SDM, yang didirikan pada 2016. Nah, berkat uang sewa itu, Viktor yang juga menjabat CEO sekaligus co-founder Excellence Asia, memiliki dana ekstra untuk membeli apartemen sehingga jumlah apartemennya bertambah. “Saya memiliki beberapa apartemen di Citylofts. Penyewanya orang Jepang,” ujarnya. Ia sangat nyaman berinvestasi di properti dibandingkan memutar dana di pasar saham. Alasannya, “Saya lebih senang berinvestasi yang ada bentuk fisiknya dan tingkat risikonya konservatif,” tutur lulusan Universitas Trisakti, Jakarta ini.

Benedicto Haryono

Benedicto Haryono, CEO dam Pendiri Coin Works

Properti juga dipilih bos perusahaan startup digital lainnya, seperti Hendry Rusli, CEO & co-founder Travelio, dan Reynold Wijaya, CEO & co-founder Modalku. Hendry menyewakan apartemen melalui Travel Property Management, fitur layanan yang tersedia di Travelio.com. Apartemen yang dibelinya lebih dari Rp 500 juta/unit itu disewakan dalam jangka pendek. “Misalnya, saya sewakan Rp 100-an juta dalam setahun,” ujar Hendry, lulusan Jurusan Ilmu Komputer, Purdue University, Amerika Serikat (2006-08). Sementara itu, aset Reynold di properti berupa rumah. Namun, ia tidak menyewakan atau menjual rumah miliknya ini karena asetnya ini untuk investasi jangka panjang.

Cara seperti ini diterapkan pula oleh Viktor yang tidak berencana menjual apartemennya meski saat ini harga jualnya melonjak lebih dari satu kali lipat. Kini, ia menyebutkan, rata-rata harga apartemen Citylofts berkisar Rp 3 miliar-5 miliar/unit. Selain apartemen, ia menyewakan rumah miliknya di perumahan Grand Wisata, Cikarang, Jawa Barat. Penyewa yang mengontrak rumah ini harus membayar Rp 60 juta kepada Viktor untuk masa kontrak setahun. Rumah di Grand Wisata itu dibelinya seharga Rp 100-an juta. Sebagian uang sewa plus penghasilan Viktor dibelanjakan untuk membeli beberapa produk investasi. “Hasil dari uang sewa saya putar untuk membeli reksa dana saham, emas, asuransi unitlink, membeli dolar AS, serta sebagai modal mendirikan perusahaan,” ia menjabarkan portofolionya. Ia melakukan diversifikasi dalam mengembangbiakkan asetnya untuk meminimalkan tingkat risiko.

Trik yang sama dilakukan Reynold yang menempatkan dananya di properti sebesar 80% dari jumlah total portofolio. Sisanya dibagi rata ke saham, foreign exchange (forex), deposito, dan investasi di peminjaman modal usaha melalui platform peer to peer (P2P) lending di Modalku.co.id. “Dulu, porsi forex pernah mencapai 90%. Saat ini saya switching ke properti, investasi di Modalku, forex, dan saham yang jumlahnya sedikit,” tutur peraih gelar Master of Business Administration (MBA) dari Harvard Business School, AS itu. Reynold pada 2010 mengawali investasi; dan profil investasinya cenderung agresif apabila melihat portofolionya.

Sebagai contoh, sejak 2010 ia melakukan jual-beli forex. Sementara, sejak 2015 berinvestasi di 700 pinjaman di Modalku.co.id. “Capital gain yang saya dapatkan di investasi Modalku 15–20%,” ungkap Reynold tanpa menyebutkan nilai total pinjamannya. Rupanya, investasi di P2P lending dipilih oleh para bos perusahaan P2P lending. Imbal hasil yang relatif tinggi adalah magnet yang menarik minat mereka untuk mencemplungkan dananya ke pinjaman yang diajukan peminjam di P2P lending.

Simak saja pengalaman Benedicto Haryono, CEO dan pendiri Koin Works, yang memutar modal di P2P lending, koinworks.com. Lajang kelahiran Jakarta, 10 Maret 1982, itu menggelontorkan dana dari kocek pribadinya. “Hingga saat ini, total pembiayaan saya di Koin Works lebih dari Rp 700 juta,” kata Benedicto. Ia berhasil menggelembungkan uangnya karena memperoleh return yang cukup tinggi. ”Saya mulai dengan dana Rp 200 juta di April 2016. Per Februari 2018, account value saya sekitar Rp 275 juta. Jika dilihat, compounded return-nya kira-kira 20% per tahun,” tuturnya.

Victor Yanuar, CEO & Co-Founder Excellence Asia

Benedicto memilih investasi seperti ini karena tidak menyita waktu. Beda halnya jika ia trading saham yang membutuhkan waktu dan energi ekstra untuk memantau pegerakan saham. Dulu, mayoritas portofolio investasinya ditempatkan di pasar saham Amerika Serikat. Ia pada 2004 mengawali investasi saham dengan membeli saham perusahaan teknologi, yakni Tesla Motors dan Facebook. Ia menyukai saham perusahaan teknologi sehingga lebih banyak berinvestasi di saham seperti ini.

Sama halnya dengan Benedicto, Hendry, bos Travelio, menyukai saham perusahaan teknologi di Nasdaq. Ketika masih kuliah di AS, Hendry membeli saham salah satu perusahaan teknologi ternama di dunia. “Uang yang tidak dibelanjakan saya belikan saham,” ujar Hendry yang kini berusia 32 tahun.

Adapun modal awal Benedicto ketika memulai berinvestasi saham di AS senilai US$ 2 ribu. Setiap bulan ia menyisihkan sebagian pendapatan untuk diinvestasikan. Strateginya adalah value investing untuk memetik imbal hasil dalam tempo lima tahun. Setiap bulan, pria berkacamata ini mengkaji ulang kinerja saham-sahamnya. Kala itu, rata-rata capital gain yang diperolehnya 10-15% per tahun.

Pelajaran yang dipetik Benedicto selama berinvestasi saham di AS adalah ketika keliru membeli saham Citigroup di tahun 2008. Ia agak kurang mengkaji fundamental saham ini walau harganya dinilai relatif menarik karena lebih rendah daripada harga wajarnya. Pada saat yang bersamaan, saham Bank of America atau Wells Fargo ternyata cukup prospektif ketika dibeli pada masa itu. Di sisi lain, ia pernah memperoleh keuntungan dari saham Tesla. Biasanya, ia memutar capital gain dari pasar saham untuk membeli produk investasi lainnya. “Tapi, saya tidak bisa sebutkan satu per satu,” katanya.

Kini, Benedicto lebih fokus menggelembungkan asetnya di Koin Works. “Sejak Koin Works berdiri di akhir 2015, saya mulai tidak memiliki waktu untuk mengurus saham. Jadi, perlahan-lahan saya mengurangi sebagian dana di saham untuk dialihkan ke portofolio pribadi saya di Koin Works,” katanya tandas. Taktik Benedicto berinvestasi di Koin Works adalah mendiversifikasi aset di berbagai pinjaman yang tujuannya meminimalkan tingkat risiko dan rajin menginvestasikan kembali dana hasil pembayaran dari peminjam.

Biasanya, ia menginvestasikan dananya sebesar 1-5% dari total pinjaman yang diajukan peminjam (borrower). “Saya memutar capital gain untuk diputar kembali di Koin Works. Investasi di Koin Works sudah cukup mudah dan tidak memakan waktu, dan tingkat return-nya stabil dan cukup bagus,” imbuh peraih gelar MBA dari IESE Business School, University of Navarra, Spanyol, dan BSE IndustrialEngineering dari University of Michigan, Ann Arbor, AS ini. Ke depan, Benedicto akan menambah kualitas asetnya dengan berinvestasi di sektor riil baru. Ia mengalokasikan 20-40%dari pendapatan untuk berinvestasi.

Rencana menambah instrumen investasi juga dicanangkan Viktor. Ia berancang-ancang untuk membenamkan modalnya ke P2P lending di sektor pertanian. Berdasarkan kajian dan informasi yang dihimpunnya, imbal hasil dari investasi di P2P lending itu mencapai 20% setiap tahun. Ia dalam waktu dekat ini akan segera mengucurkan dananya. Untuk sementara, portofolio investasi yang dimiliknya telah memenuhi ekspektasinya. Sebab, nilai asetnya kian gemuk. “Per Maret ini, nilai aset saya naik dua kali lipat,” ia menandaskan. (*)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved