Personal Finance Editor's Choice

Kiat Investasi Goenawan Loekito

Kiat Investasi Goenawan Loekito

Goenawan Loekito, eksekutif di sebuah perusahaan teknologi informasi multinasional sudah melakukan investasi di saham sejak masih duduk di bangku kuliah. Ia sempat mengenyam capital gain hingga 100%, tapi juga pernah terantuk kerugian ratusan juta rupiah ketika memedang saham Bumi Resources, perusahaan tambang milik Grup Bakrie. Bagaimana strategi investasinya? Goenawan Loekito memaparkannya kepada Herning Banirestu:

Sejak kapan Anda mulai investasi?

Seawal mungkin. Usia remaja ke bawah sudah mulai memilah investasi. Misal dapat uang dari Ibu, harus mulai dibagi-bagi dalam amplop-amplop, pos untuk angkot, jajan, simpanan. Itu harus dipakai sesuai kebutuhannya. Kalau sudah habis tidak boleh mengambil pos lain. Itu harus cukup sampai akhir bulan. Itu sudah saya lakukan.

Goenawan Lukito

Goenawan Loekito

Kalau investasi serius sejak kapan? Sejak bekerja? Apa saja investasinya?

Ya itu, seperti teori saya di atas. Saya otomatis berinvestasi saham, apakah itu long term investment dan short term investment. Kalau mulai umur berapa, sejak lulus S1 dan S2 sudah saya beli sahamnya. Saham pertama yang saya beli waktu kuliah saham Bank Summa dan Bank Duta. Lalu setelah bekerja, investasi di saham Astra International.

Ingatkah berapa lot yang dibeli saat itu pertama kali? Atau berapa nilainya?

Ya paling berapa. Awal-awal saya beli pertama beli saya Bank Summa dan Bank Duta saya lupa. Yang jelas semua kemudian jadi kertas saja alias tidak ada nilainya. Kertasnya masih saya simpan sampai sekarang. Saya beli waktu itu Rp 6.000 dengan 100 lembar saham Bank Summa.

Lalu kalau saham Astra bagaimana? Berapa pertama kali investasi? Berapa sekarang Bapak pegang?

Saya mulai pegang selepas kuliah. Berapa jumlahnya tidak perlu diketahui. Beberapa lot. Saya sempat membeli saham Bakrie Group, itu lho yang di tambang batubara, saya beli Bumi Resources (BUMI). Sempat merasakan membeli saham Bumi dari Rp 10 ribu harga sahamnya, lalu jadi Rp 400 per lembar saham, sempat naik lagi, hingga jadi nol. Habis deh pokoknya.

Tepatnya saya beli 20 tahun lalu. Berinvestasi saham yang sifatnya short term, itu harus punya jantung 8. Karena itu diinvestasikan dengan cepat.

Sempat dapat gain dari BUMI? Kapan?

Oh, harus, harus…banyak sih di awal-awal hingga 100 persen dari yang saya tanam. Tapi kemudian menyakitkan karena harga sahamnya hingga nol. Saya investasi itu kan terus nambah waktu harga naik terus, bergerak harian. Dari harga Rp 8.000 hingga Rp 400 saja.

Walau turun saya sempai dapat kenaikan harga saham itu 100 persen.Saya ingat waktu itu saham Telkom baru Rp 7500, sedang BUMI naik terus jadi Rp 8.000 dan Rp 10 ribu. Saya tambah lagi, lalu jatuh gubrakkkk…hahaha…saya tambah sampai melepas saham bagus untuk beli itu. Setiap harganya naik saya tambah terus. Saya belajar rakus itu tidak boleh dalam berinvestasi. Harus pintar manage emosi, prioritas, waktu dan hidup kita.

Saya pernah beli saham Bank Bukopin, dari harga Rp 400 dilepas Rp 800, berapa jumlah lotnya saya tidak hapal. Intinya saya uangnya sudah balik semua, 100 persen kembali.

Ini ada satu tips, kalau investasi saham, harus tahu kapan masuknya, kapan keluarnya. Waktu itu saya belum pinter. Karena dalam proses belajar, banyak investor, kalau belum tahu knowledge-nya jangan terlalu serius di sana. Cukup latihan saja.

Saya pernah mengalami gain 100 persen, pernah lost juga 100 persen, terutama yang investasi saham yang fluktuatif. Seperti saham Bank Duta dan saham BUMI itu.

Setelah memahami itu, saya sekitar 15 tahun lalu mulai memilah mana yang short term investment dan mana yang long term investment.

Gunawan2

Jadi apa saja yang long term investment saham dan yang short term investment?

Yang long term saya mencari yang selalu dibutuhkan orang yaitu, industri makanan, ada McDonald’s, lalu teknologi bisa Apple dan Google.

Anda membeli tiga saham itu?

Ya tiga-tiganya dong

Lalu berapa yang diinvestasikan di masing-masing itu?

Kalau ada kesempatan invest di sana, beli. Pokoknya begini,setiap ada uang sisa, masukin. Berapanya saya tidak bisa bilang.

Lalu yang short term investment saham di apa saja?

Kalau ada waktu kita beli, lalu jual. Tapi kalau masih bekerja seperti saya, waktunya paling banyak long term. Beli lalu simpan. Bisa antara 70:30, 80:20, atau 60:40. Sekitar itu naik turunnya. Kalau saya punya waktu lebih mulai beralih ke 50:50 saham long dan short term-nya. Karena yang short term itu yang bisa mengambil uang banyak.

Tidak usah disebutkan apa saja dan berapanya. Semakin saham itu berfluktuasi, di situlah kenyamanan punya jantung 8 itu. Saya sudah punya 8 itu. Hahahaha…

Berapa kerugian paling dalam?

Saya pernah menjawab jatuh sekali. Tidak usah disebutkan, nanti ramai. Karena begini, kalau kita punya jantung 8 itu, mati satu karena rugi besar…ya Alhamdulillah saja. Legowo, terima apa adanya. Anggap saja ini sebagai sekolah. Tidak ada sekolah S1, S2, dan S3 yang murah kan?

Lalu kapan dan saham apa yang paling parah?

Ya, itu saham BUMI. Sampai berapa…ya ratusan juta lah. Anggaplah se-level dengan belajar S1, S2 dan S3 lah. Kalau saya sebut angkanya nanti jadi ramai. Jangan ditulis angka. Angap se-level dengan sekolah S1, S2 dan S3 itu.

Tapi saya tidak kapok. Kalau orang masuk ke investasi saham kapok, itu tidak akan maju. Never give up, harus keep learning dan keep doing it. Karena dengan belajar dan mencari peluang kita akan mendapat pengalaman.

Membagi ilmu itu bagian dari investasi, makanya saya mau diwawancara bagian dari berbagi ilmu

Bagaimana alokasi investasi Anda?

Pokoknya investasi saya itu berpatokan pada 30:30:30:10. Jadi 30 persen saya alokasikan uang untuk cash flow, uang yang mengalir untuk sehari-hari. Lalu 30 persen lagi untuk investasi dalam bentuk macam-macam yaitu properti, emas, saham. Dan 30 persen lagi investasi untuk masa depan, yang investasinya jangka panjang. Sedang 10 persen lagi untuk sedekah.

Dari 30 persen yang diinvestasi itu sebaiknya tidak diam. Harus berfluktuasi. Porsinya tergantung kondisi. Jangan sampai kalau kita sakit dan butuh uang banyak, jadi pinjam uang orang. Berapa persen masing-masing dari investasi itu, saya tidak mau menyebutkan detil. Nanti kelihatan portolofolionya.

Saya share yang utama saja. Investasi yang saya lakukan adalah saham, franchise, emas, properti. Itu semua dikombinasikan. Berapa persen masing-masing, saya tidak mau jelaskan.

Franchise saya investasi bersama rekan. Sekitar 50 persenan, saya punya dua di Alfamart dan Indomaret. Masing-masing 50 persen. Nilainya berapa saya tidak mau sebutkan. Dalam berinvestasi lakukan di tempat yang sun rise. Ritel itu selalu naik. Alfamart dan Indomaret itu selalu dibeli orang. Saya itu investasi saham saja, orang lain yang mengelola.

Bagaimana investasi properti? Dalam bentuk apartemen atau rumah (landed house)?

Disamping yang ditinggali sendiri, juga harus investasi properti yang disimpan. Sebagian di landed house dan apartemen. Berapa dan di mana saja, tidak usah disebut ya. Yang ingin saya sharing kan saya sudah investasi di mana saja. Jumlah dan berapa keuntunganya tidak perlu. Sebaiknya diambil investasi yang dibutuhkan banyak orang. Apartemen misalnya.

Untuk itu diambil di daerah mana? Apartemen dan landed house-nya?

Sebaiknya di daerah-daerah yang sun rise atau daerah yang berkembang dan tumbuh. Yang saya beli dimana saja, hmmmmm…jangan disebut deh. Saya tidak berkenan menyebut. Yang bisa disewa dan dihuni sendiri.

Di sini saya mau share, karena saya mau berbagi, jangan sampai orang mau diiming-imingi oleh motivator atau inspiratory investasi.

Saya termasuk tipe konservatif. Saya tidak mau menyebut daerahnya, nanti jadi jualan wilayah. Saya tidak sampai mendobelkan pembelian properti saya. Ada yang disewakan, ada yang ditinggali sendiri. Properti yang dibeli tidak harus selalu disewakan. Karena kita kadang kan harus keluar dari home based, pindah ke tempat lain.

Ada berapa yang disewakan dan berapa yang tidak? Sudah naik berapa harganya?

Ya fifty-fifty lah yang disewakan dan ditinggali. Tidak semua yang dibeli disewakan, kadang kan kita perlu. Saya selalu membeli di daerah yang berkembang. Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Apartemen di daerah itu juga. Jumlahnya tidak perlu disebut.

Lalu bagaimana sebenarnya pola investasinya?

Dalam berinvestasi apapun, saya selalu berpegang minimal diusahakan penambahannya sesuai dengan laju inflasi tiap tahun. Tujuannya apa agar bisa menutup inflasi secara rupiah. Kalau emas kan selalu berkembang di atas rupiah. Jadi saya bukan saja menutup inflasi, tapi juga menjaga wealth saya.

Saya juga punya reksadana. Itu investasi paling aman. Nah, itu masuk dalam 30 persen sebagai salah satu investasi saya yang untuk masa depan. Saya masuk di Danareksa, ini untuk cadangan, dipakai sebagai reservoar, cadangan untuk masa depan.

Saya switch saja tergantung kapan kondisi bagusnya. Kalau saham lagi naik, saya naikan porsi di sana. Kalau properti naik, saya naikan di sana. Pokoknya tidak meletakan investasi di satu keranjang.

Jangan disebut jumlah investasinya. Investasi itu untuk kita securing life. Agar kenyamanan tetap terjaga. Jangan sampai kita Stress, Stroke dan Stop (mati). Pokoknya saya sudah sampai pada angka kenyamanan untuk kehidupan. Angkanya tidak perlu detil.

Sekarang semua saham sedang turun. Saya sedang tidak tertarik melakukan short investment di saham. Kalau yang bagus terus ya Telkom. Saat ini masih wait and see untuk tahun depan.

Properti itu sudah naik banyak. Pertama kali saya beli tahun 1988. Bisa lah 1.000 persen naiknya. Rata-rata saya beli di Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Saya beli juga di Sentul juga sih, tapi naiknya minim, satu saja ada di sana. Itu yang beberapa tahun terakhir dibeli. Pokoknya jangan membeli properti karena godaan perusahaan properti. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved