Personal Finance

Ryan Filbert Beli Apartemen dari Saham

Ryan Filbert Beli Apartemen dari Saham

Ryan Filbert, investor ritel sekaligus inspirator investasi, merupakan investor muda yang patut diacungi jempol. Betapa tidak, sejak umur 18 tahun, dia memberanikan diri terjun ke pasar saham walau belum berpelangaman berinvestasi di pasar modal. Ryan menjadi investor saham sejak tahun 2004. Dia belajar saham dari salah satu investor kawakan di Indonesia dan Hong Kong. Petualangan di pasar saham mampu memberikan return tinggi yang dibelanjakannya untuk membeli apartemen dan rumah toko pada 2010-2011.

Ryan mengatakan, return di tahun 2008 hingga 2010 yang diraupnya mencapai tiga kali lipat. Sebagain keuntungannya dialihkan ke properti. “Saya di tahun 2010 atau 2011 membeli 2 unit apartemen di Jakarta Barat dan satu unit ruko di Serpong,” imbuhnya. Satu unit apartemen dan rukonya dibelinya di pasar sekunder. Sedangkan, satu unit ruko lainnya dari pasar perdana.

Ia menggelontorkan dana yang cukup lumayan untuk membeli asetnya tersebut. “Contohnya ruko saya beli senilai Rp 1 miliar, kalau harga apartemen di Jakarta Barat yang harganya biasa-biasa saja, kelasnya bukan apartemen di Jakarta Selatan,” ucapnya merendah.

Merujuk riset Colliers International, harga apartemen di luar kawasan sentra bisnis Jakarta (CBD) dan Jakarta Selatan di tahun 2013 sebesar 18,2 juta per m2. Nilai itu melejit 22,97% dari Rp 14,8 juta di 2011.Tak hanya itu, Ryan mengunakan keuntungannya untuk membiayai pernikahan dan membeli satu unit mobil city car.

Menurut Ryan, asetnya tersebut sudah dijual pada 2013 karena harga properti mencapai puncaknya. “Capital gain dari properti sekitar 150%, misalnya saya menjual ruko di harga Rp 2 miliar,” tandasnya Ryan memantapkan taktik swing trading-nya dan mentransaksikan sahamnya berdasarkan fundamental perusahaan serta moving average 10, 30 dan 60 untuk mengamati siklus tahunan harga saham. Kendati menuai untung, Ryan pernah mengalami kerugian hingga Rp 1 miliar dari saham PT Bumi Resources Tbk.

Ia merugi karena berharap likuiditas dari saham berkode BUMI tersebut bisa memutar arah investasinya dari kerugian menjadi return. “Pembelajaran dari saham BUMI adalah berdisiplin, manajemen dana yang baik, mengelola risiko dan stop loss,” bebernya. Strategi investasi Ryan selama periode 2004-2008 lebih condong ke likuiditas suatu saham yang cenderung mengabaikan kinerja fundamentalnya. “Saat itu, saya tidak terlalu menimbang pertumbuhan pendapatannya, besaran utang atau nilai asetnya, yang penting sahamnya likuid,” tuturnya.

Ryan Filbert, investor muda yang sukses menggulung return untuk membeli apartemen dan ruko. (Foto : Vicky Rachman/SWA).

Ryan Filbert, investor muda yang sukses menggulung return untuk membeli apartemen dan ruko. (Foto : Vicky Rachman/SWA).

Ryan mengubah formula dalam mengelola saham-sahamnya dan menerapkan rebalancing portofolio di tahun dan mengutamakan metode value investing. Strategi ini mengedepankan fundamental emiten. “Kalau value investing itu sangat memperhatikan kinerja keuangan, pembangian dividen, utang, dan faktor-faktor yang terkait fundamentalnya. Saya juga menambah modal baru di tahun 2008,” dia menjelaskan.

Hanya dalam tempo setahun Ryan berhasil memulihkan kerugiannya. “Di tahun 2009, saya sudah BEP (break event point/impas). Return dari saham Astra sekitar 200%, Unilever 80% dan Perusahaan Gas Negara yang return-nya juga oke,” jelas pria kelahiran Jakarta, 20 Januari 1986. Tingkat imbal hasil dari sahamnya itu melampaui return IHSG di akhir tahun 2008 yang levelnya meroket ke posisi 2.534 poin alias tumbuh 87% dari posisi 1.355 poin di 2008.

Kini, Ryan mengucurkan modalnya ke sektor properti, konstruksi, barang-barang konsumi, atau otomotif. Dia juga selektif membeli saham-sahamnya, antara lain PT Astra International Tbk., PT Unilever Indonesia Tbk., PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, PT Bumi Serpong Damai Tbk., PT Adhi Karya (Persero)., PT Pakuwon Jati Tbk, PT Summarecon Agung Tbk., dan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. Jumlah sahamnya dibatasi hingga 18 saham agar mudah mengelolanya. Ryan memilih saham-saham blue chip yang terdaftar di Indeks LQ45. Ia membeli saham-saham unggulan saat harganya terkoreksi. “Saat market turun, saya masukin modal dua hingga tiga kali lipat,” katanya. Berkat jurus seperti ini, Ryan mendulang untung lebih dari dua digit per tahun. “Rata-rata return dari saham sekitar 8% hingga 12% setiap tahunnya,” tandasnya. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved