Personal Finance Management Editor's Choice Strategy

Semen Indonesia Memacu Utilisasi Aset, Memaksimalkan Revenue dan Menekan Cost

Semen Indonesia Memacu Utilisasi Aset, Memaksimalkan Revenue dan Menekan Cost

Akhir tahun 2012 lalu Semen Gresik, Semen Padang, dan Semen Tonasa, resmi merger dibawah satu holding yakni PT Semen Indonesia (Pesero) Tbk. Tetapi ternyata, ini bukan transformasi yang mudah. Banyak tantangan harus dihadapi diantaranya konflik internal yang lama, tuntutan spin off, fanatisme kelompok dan kentalnya rasa kedaerahan.

Maka Dwi Soetjipto yang menjadi nahkoda dituntut harus mampu membawa bahteranya hingga mencapai tujuan yakni menjadi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMIG). Kini produsen semen yang mengusai 44 % semen di Tanah Air itu, juga memiliki cita-cita menjadi pemain semen terbesar di kawasan Asia. Sayap pun direntangkan hingga ke Vietnam. Thang Long Cement,milik Vietnam yang kondisinya mulai “kurang sehat” sejak tahun 2008 diakuisisi pada Desember 2012. SMIG menguasai 70 % saham TLCC. Kini kondisi TLCC sudah kembali cemerlang.

Menurut Dwi, ekspansi ke Vietnam memberikan keuntungan ganda, yakni SMIG mampu memberikan kontribus bagi penambahan devisa negara melalui repatriasi keuntungan yang diperoleh pabrik yang beroperasi di luar negeri. Kedua, seberapa besar SMIG membuka pasar di luar dengan ekspansi, maka sumber daya alam yang digunakan adalah SDA dari negara tersebut, sehingga meminimalkan eksploitasi SDA dalam negeri dalam produksi semen.

dwi-semen-indonesia-ceo-500x281

Di balik semua keberhasilan itu, tentu dibutuhkan kemampuan perusahaan untuk memperhatikan kekayaan para pemegang sahamnya. Berikut pengalaman PT Semen Indonesia (persero) Tbk dalam menjaga WAI-nya, sebagaimana disampaikan Dirut PT Semen Indonesia Dwi Soetjipto kepada Arie Liliyah:

Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan agar perusahaan bisa meningkatkan kekayaan shareholder?

Pertama, utilisasi aset, termasuk aset produksinya, aset market–nya, aset finansial juga harus diutilisasi. Utilisasi aset finansial itu misalkan begini, kita punya uang apakah uang itu mau kita simpan di deposito saja atau mau diutilisasi? Jadi bagaimana mengutilisasi aset, karena ketika aset bisa terutilisasi secara maksimum, itu akan berdampak pada efisiensi biaya, cost per ton akan menjadi sangat minimum.

Kedua, maximize revenue, kita memilih strategi-strategi marketing sedemikian rupa sehingga revenue itu bisa menjadi maksimum. Oleh karena itu sinergi di dalam grup ini sangat dibutuhkan, jadi jangan sampai antar kita sendiri yang saling “hantam” di pasar. Jadi untuk bagian barat itu dikuasai Semen Padang, di bagian tengah itu pasarnya Semen Gresik, kemudian di timur itu pasarnya Semen Tonasa. Itu sudah kami sosialisasikan ke distributor sehingga jangan sampai terjadi kompetisi diantara kita sendiri. Jadi diantara grup kami harus saling support sehingga memaksimalkan revenue tadi.

Ketiga, aspek biaya atau cost, jadi bagaimana kami bisa mencari terobosan-tebosan sehingga cost bisa seefisien mungkin. Sehingga targetnya bagaimana perusahaan bisa menjadi leadership di dalam cost itu. Untuk itu ada banyak programnya. Misalnya di bidang energi, bagaimana kita memilih energi yang paling murah, batubara kita cari yang paling murah, kemudian kita juga masih mencari energi alternatif. Penggunaan limbah, dsb.

Transportasi, bagaimana kita bisa mengaplikasikan teori: untuk pasar mana di pasok dari unit porduksi mana. Jenis transportasinya, apa yang dipilih? Dengan demikian kalau kita bisa meraih revenue maksimal dengan lowest cost, kita bisa mendapatkan margin yang besar yang terbaik. Karena dengan margin yang terbaik ini tentu akan menciptakan kinerja finansial yang terbaik.

Keempat, di dalam wealth itu juga terkait dengan masalah kapitalisasi market, kalau ini kita harus berbicara Semen Indonesia sebagai listed company. bagaimana para investor itu merasa confidence dengan kinerja Semen Indonesia, hari ini dan future. Karena yang penting bagi mereka adalah future, jadi makanya segala risiko harus di-manage dengan baik, segala oportunity harus berusaha ditangkap dengan sebaik-baiknya. Dan itu semua, strategic planing–nya ke depan harus bisa disosialisasikan. dengan sebaik-baiknya pada investor. Jadi, bagaimana investor relationship itu harus dibangun dengan baik, nah itu kira-kira kuncinya.

dwi-soetjipto-semen-indonesia-303x500

Bagaimana caranya mendongkrak revenue dan laba bersih agar maksimal?

Yang pertama, melalui utilisasi market kita sebaik-baiknya. Jadi, misalnya, ada oportunity market yang terbuka, maka yang pertama kita harus lihat apakah unit porduksi kita mampu mensuplai itu? Kalau misalnya produksi kita sudah habia terjual apakah mungkin kita bisa beli dari tempat lain?

Yang kedua, membangun sinergi antar anggota grup sendiri, misalnya Semen Padang dengan Semen Gresik jangan sampai di Jawa bagian barat kita saling hantam, tapi justru harus saling mendukung. Demikian juga dibagian timur yang ada Semen Tonasa dan Gresik, itu juga harus saling support. Jadi, kita sosialisasikan hingga ke distributor, bahwa kita harus sepakat meletakan real kompetitor kita adalah pihak luar, bukan sesama grup kita.

Bagaimana meningkatkan total shareholder return?

Iya, jadi kita sangat konsen disitu karena, pertama, meskipun perusahaan ini kita targetkan untuk terus tumbuh dan berkembang sehingga perlu investasi, tetapi sejauh ini perusahaan mampu, tentu saja dengan para pemegang saham, menetapkan dividen pay-out ratio-nya pada posisi yang barangkali di lingkungan bursa efek cukup tinggi, karena kita mematok 45-50 % dividen pay-out ratio.

Bagaimana caranya menjaga harga saham SMIG agar tetap tinggi dan mampu memberikan capital gain?

Pertama, bagaimana kinerja fundamental itu terus tumbuh, jadi untuk itu maka kapasitas produksi harus bisa meningkat, penjualan meningkat, revenue meningkat, kemudian upaya-upaya efisiensi cost dilaksanakan, dengan begitu kita berharap bahwa laba dan EBTIDA itu bisa berrtumbuh terus. Dengan begitu maka harapannya adalah akan terapresiasi dengan market cap dari perusahaan.

Kedua, bagaimana merancang strategi perusahaan, kedepan sebaik-baiknya, dan itu selalu di-review, kita punya visi 2030, berisi target kapasitas produksi, target revenue tumbuh berapa, market cap kita harus bisa menjadi berapa, nah itu terus dievaluasi per tahunnya. Itu kita susun di 2009-2010 lalu, jadi 20 tahun kedepan kita akan melakukan apa, ini kayak zaman dulu kan negara punya GBHN, nah seperti itu. Selain kita juga punya yang lima tahunan, tetapi tujuannya untuk mencapai target visi 2030 itu. Oleh karena itu, kegiatan investor relationship diupayakan seoptimum mungkin. Kita secara proaktif ikut dalam berbagai konferensi investor, selain itu kita juga terjun langsung, door to door mendatangi investor. Jadi bagaimana kita menghargai investor itu dengan sebaik-baiknya.

Apa kaitannya dengan image perusahaan dan bagaimana mengelolanya?

Ya, image perusahaan kan mempengaruhi kepercayaan investor kepada kita, jadi itu memang sangat berpengaruh. Kami melakukan berbagai upaya diantaranya bekerjasama dengan media, sehingga media secara aktif bisa menginformasikan kepada publik apa saja yang telah perusahaan lakukan.

Bisa dijelaskan lebih lanjut lagi mengenai efisiensi cost khususnya energi dan transportasi? Realnya seperti apa?

Iya, energi dan trasnportasi itu adalah komponen yang porsi cost–nya cukup besar, sehingga kita terus berupaya agar bisa seefisien mungkin. Untuk trasportasi, misalnya, kita memperhitungkan jarak, jadi jarak ini hrs didesain seminimum mungkin agar cost–nya bisa minimum juga, yang kedua jenis transportasi apa yang digunakan dan teknik pengangkutannya, bagimana caranya agar barang diangkut dengan biaya yang paling murah. Contohnya, jika sebelumnya pengangkutan/pengiriman antar pulau itu kita kirim semen dalam kantong (cement in bag), sekarang kita ubah jadi ke curah, untuk itu di tempat tujuan itu harus ada unit packing–nya. Jadi, kita bangun silo dan packing unit disana. Itu yang kita lakukan beberapa tahun terakhir. Itu efisiensi cukup signifikan sekitar, kita bisa menekan cost–nya sekitar 10 – 15 %.

Kalau energi, salah satunya kita mengubah pemakaian batubara dari kalori tingi ke kalori menengah lalu dari kalori menengah ke kalori rendah. Kemudian bersamaan dengan itu kita mencari energi-energi alternatif yang lebih murah lagi, misalnya limbah pertanian seperti sekam padi, limbah industri tembakau, dan di Semen Padang tahun kemarin sudah berhasil mengunakan panas buangnya menjadi energi listrik. Jadi, selain efisien cost kita juga mengurangi ketergantungan pada satu jenis bahan bakar, sehingga mengurangi risiko tidak tersedia atau harga yang berubah.

Dalam investasi, kapan sebaiknya menggunakan modal sendiri dan kapan menggunakan hutang?

Kalau soal itu, yang pertama, kita harus lihat posisi cash kita, kalau kita memiliki ekses cash , maka ekses cash itu bisa kita simpan sebagai deposito atau kita gunakan sebagai investasi. Nah, tentu saja karena investasi itu memberikan return yang lebih tinggi maka tentu saja akan lebih baik kalau ekses cash itu dimanfaatkan untuk investasi. Nah, kekurangannya itu yang menggunakan pinjaman. Tetapi kalau kita punya banyak proyek, kita mau pilih hutang atau rights issue? Tentu pilihannya pinjam dulu karena cost of debt itu lebih rendah dari pada cost of equity. Tetapi mana kala kita memiliki ekses cash, maka itu yang harus dimanfaatkan.

Bagaimana mengelola cost of equity agar efisien?

Jadi begini, mana kala kita akan berinvestasi dan yang bisa kita lakukan adalah dengan pinjam, maka sebaiknya pinjam tetapi itu dengan catatan kita tidak punya ekses cash ya. Jadi, kembali lagi kalau kita punya ekses cash, maka ekses cash harus dimanfaatkan lebih dulu. Namanya juga ekses, jadi kalau tidak terpakai ya akan ditaruh dalam bentuk deposito saja. Yang kedua, kalau kita tidak cukup, atau kurang, maka kita pinjam, tetapi dalam posisi dimana debt per equity project tidak melampaui titik optimumnya.

Misalnya bangun proyek pabrik semen, maka sebaiknya debt–nya 60, equity–nya 40 atau paling jelek debt–nya 70 equity–nya 30. Nah, sampai batasan dimana debt secara konsolidasi dibanding dg EBITDA itu tidak melampaui angka tertentu tergantung industrinya. Jadi akan selalu dipantau EBTIDA kita saat ini berapa, masih boleh pinjam atau tidak. Jadi, rasio debt per EBITDA berapa itu harus selalu dilakukan analisis, misalnya kalau Semen Indonesia kan menggunakan rating, jadi bisa diketahui berapa rasio debt per EBITDA sehingga pinjamnya boleh sekian kali. Jadi kalau pengalaman di Semen Indonesia sendiri, beberapa tahun ini ekses cash kita cukup maka kita utilisasikan ekses cash itu. Misalnya, proyek bangun pabrik di Tuban itu bisa dikatakan 100% ekses cash. Sedangkan di Tonasa, itu debt–nya kira-kira 50 %.

Bagaimana memilih investasi atau portfolio yang bagus pengaruhnya bagi perusahaan dan juga peningkatan kekayaan pemegang saham?

Pertama, kita harus mengenali dengan baik situasi industri yang kita akan masuki itu, dan sejauh ini Semen Indonesia, kami membatasi diri untuk dalam core bisnis sebagai produsen semen dan trader, dan industri hilirnya masih material. Itu yang kita jaga supaya tidak melenceng kemana-mana, kecuali, kalau Semen Indonesia punya aset, yang perlu dikelola secara tersendiri maka bisa saja kita bentuk anak perusahaan kemudian dia bekerjasama dengan perushaan yang memiliki pengalaman dibidang itu.

Tetapi tetap harus dilihat prospeknya, kemudian analisis kebutuhan inevstasinya pun harus oke, biaya operasionalnya pun harus oke, sehingga hasil visibility study–nya visible, baru kita jalan. Ada juga pengalaman beberapa kali kita harus menolak rencana pengembangan karena ROI-nya sangat rendah. Jadi kalau rencana itu diteruskan maka ujung-ujungnya perusahaan jadi tidak efisien. Cotohnya, pengalaman tahun 2008 lalu, waktu Semen Gresik, Semen Padang dan Semen Tonasa berencana investasi cement mill dengan biaya masing-masing sekitar Rp 160 miliar, jadi kebutuhan dana saat itu mencapai Rp 480 miliar.

Setiap operating company sudah melakukan evaluasi sebelum diajukan ke holding company, tetapi setelah dievaluasi secara mendalam terkait dengan strategi produksi OPC, ternyata dua cement mill dinilai tidak ekonomis karena ROI yang sangat rendah. Dalam rencana yang diajukan, spesifikasi cement mill akan memiliki utilitas yang rendah hingga di bawah 30% sehingga terjadi inefisiensi hingga 70%. Akhirnya dua cement mill itu batal dibangun.

Bagaimana sebaiknya pembiayaan proyek/investasi tadi, terutama untuk capex-nya agar tidak menurunkan kinerja WAI perusahaan?

Iya, jadi besaran capex harus didesain berapa? Itu diukur berdasarkan kemampuan perusahaan tadi, kemampuan yang dilihat dari posisi cash saat ini. Kemudian internal generating fund yang mungkin bisa didapatkan tiap tahun, kemudian yang ketiga adalah struktur keuangannya, mengenai debt per EBITDA rasio tadi, kemudian setelah melihat itu baru bisa dirancang berapa besar bisa investasinya. Jadi tiga aspek tadi yang harus diperhatikan. Kalau ada salah satu yang dilanggar maka itu akan berisiko kurang bagus terhadap perusahaan, itu selalu kami pantau, misalnya equity kita cukup atau tidak kemudian rasio debt per equity project apakah melampaui titik optimum atau tidak, kemudian debt per EBTIDA-nya tidak melampui dua kali, misalnya begitu.

Pengalaman kami, setelah transformasi, kami harus membangun pabrik baru dengan kapasitas yang menunjang target produksi perseroan yakni 3 juta ton/tahun. Biaya yang dibutuhkan sekitar US$ 375 juta. Nah, bangun pabrik semen itu kan juga harus lengkap dengan packing plant atau pabrik pengemasan ini karena kami punya strategi “move closer to the consumer”, lalu harus ada pelabuhan khusus serta warehouse. Setiap penambahan satu pabrik, butuh 3 packing plant. Satu packing plant biayanya sekitar Rp 100 miliar – Rp 120 miliar. Belum lagi biaya pembangunan pembangkit listrik. Kenapa harus? Karena dengan pembangkit listrik sendiri terbukti kami mampu berhemat cukup besar, contoh seperti Semen Tonasa yang bisa berhemat hingga 40%.

Dari pengalaman itu, kami sangat menyadari bahw Capex yang tepat sasaran adalah sangat penting, maka sejak tahun 2010 lalu kami membentuk Departemen Pengelolaan Capex. Salah satu tugasnya adalah mengkoordinasikan rencana Capex disetiap operating company. Peran strategisnya dalah melakukan “alignment” antara rencana Capex setiap operating companydengan ketersediaan pembiayaan yang dimiliki oleh holding. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved