Personal Finance

Unitlink Masih Dominasi Premi Baru Hingga 59%

Unitlink Masih Dominasi Premi Baru Hingga 59%

Gejolak pasar global cukup mempengaruhi perolehan premi baru industri asuransi jiwa nasional hingga kuartal ketiga tahun ini (QIII/2012). Dalam perolehan premi baru, sumbangan unitlink terlihat masih melemah di level 4%, namun lebih baik dari QII/2012 yang melemah hingga 6%. Namun demikian secara total, sumbangan premi industri dari unitlink masih menguasai hingga 59%, ketimbang produk tradisional.

Ketua Umum AAJI, Hendrisman Rahim, pada acara paparan kinerja AAJI QIII-2012 di Jakarta mengatakan, masyarakat Indonesia memilki semakin banyak pilihan terhadap produk asuransi baik tradisional maupun unitlink. Hal ini menurut dia, positif bagi industri karena akan mendorong pertumbuhan bisnis ke depan.

“Membaiknya kinerja pasar modal dibanding tahun lalu, unitlink akan kembali menjadi salah satu pilihan menarik bagi masyarakt yang mencari kemudahan dalam proteksi yang terkait investasi jangka panjang,” tukas Hendrisman.

Albertus Wiroyo, Ketua Bidang Keanggotaan dan Komunikasi AAJI, menjelaskan, penurunan sumbangan unit link ke premi produksi baru di QIII/2012 hingga 4% tidak terlepas dari kondisi pasar yang belum pulih. “Tetapi itu lebih baik dari kuartal sebelumnya (QIII/2011) yang masih minus 6,5%. Nah kalau sekarang jadi minus 4% pertumbuhan karena pasar mulai naik lagi, maka unit link perlambatnanya berkurang,” jelas dia.

Untuk diketahui, berdasarkan catatan AAJI, dari total premi baru yang diraih industri di QIII/2012 sebesar Rp 51,41 triliun, sumbangan premi tradisional mendiminasi hingga Rp 27,67 triliun. Sementara sumbangan unitlink untuk premi baru di periode itu melemah 4,0% menjadi Rp 23,73 triliun, dari periode QIII 2011 yang sebesar Rp 24,72 triliun.

Namun demikian, di segmen premi lanjutan di QIII 2012, peran premi unitlink masih mendominasi dengan sumbangan mencapai Rp 14,50 triliun tumbuh 26.2% dari periode yang sama 2011 yang sebesar Rp 11,49 triliun. Sedangkan premi tradisional tercatat Rp 9,19 triliun, atau hanya tumbuh 7.9% dari periode yang sama 2011 yang sebesar Rp 8,52 triliun.

Secara total, Albertus menegaskan bahwa hingga saat ini, premi unitlink masih menyumbang pendapatan industri hingga lebih dari 50% dari total premi. Adapun dana kelolaan unitlink tumbuh hingga 32% di QIII/2012.

Nini Sumohandoyo, Kepada Departemen Komunikasi AAJI, menjelaskan, melemahnya unit link lebih disebabkan oleh penurunan di single premium. Dikatakan dia, dalam kondisi pasar yang melemah, risiko yang dialami oleh single premium lebih tinggi, karena investasi dilakukan sekali saja. Sementara reguler premium yang nota bene berpola investasi jangka panjang relatif lebih aman.

“Makanya kita selalu promosi ke investasi long term. Jadi kendati di new bussines itu unit link melemah, tetapi kalau dilihat dari premi yang dibobotkan (single premium 10%, reguler premium 100%) maka peran unit link masih mendominasi, terutama di reguler premium itu saat ini sekira 59%. Nah, kalau pasar jatuh itu pengaruhi yang single premium,” jelas Nini.

Lantas untuk prospek ke depan seperti apa, menurut Nini kembali lagi kepada permintaan pasar dan bagaimanan strategi setiap perusahaan menyikapi hal itu. Bagi industri, kata Nini, yang ditawarka kepada masyarakat adalah total proteksi, sehingga masyarakat yang akan memilih sendiri produk apa yang akan dibeli apakah unit link, atau tradisional.

Albertus lebih lanjut menjelaskan, perbaikan dari kondisi pasar modal saat ini juga memberikan keuntungan yang signifikan bagi industri asuransi nasional. Itu terlihat dari hasil investasi industri asuransi jiwa di QIII 2012 yang tumbuh spektakuler sebesar 217.1% menjadi Rp 13,33 triliun, dari posisi QIII 2011 yang sebesar Rp 4,20 triliun.

”Jadi ke depan, dengan hasil bagus seperti ini, perusahaan asuransi pasti confiden untuk terus berinvestasi,” katanya.

Kendati meraih hasil investasi dengan pertumbuhan spektakuler, industri asruansi masih sangat hati-hati dalam menentukan portofolio investasi yang dituju. Ini terlihat dari catatan QIII/2012 yang menunjukkan bahwa reksadana masih menjadi tujuan investasi favorit, ketimbang saham yang berada di urutan kedua.

Sebagaimanan disebutkan Ketua AAJI, Hendrisman Rahim, investasi industri asuransi pada reksadana tercatat Rp 65,4 triliun, naik 12.4% dari posisi yang sama 2011 yang sebesar Rp 58,2 triliun. Saham kendati berada di urutan kedua, namun menurun 31% dari posisi QIII/2011 yang sebesar Rp 78,2 triliun menjadi Rp 53,4 triliun. Portofolio besar lainnya adalah deposito (Rp 33,9 triliun) dan obligasi.

”Yang menarik itu pada protofolio obligasi yang meningkat signifikan. Untuk Obligasi dan Medium Term Notes itu naik 335 % dari Rp6,9 triliun di kuartal tiga 2011 jadi Rp 30,3 triliun di kuartal yang sama tahun ini. Sementara Obligasi Negara itu meningkat hampir 5000%, tepatnya 4979,1% (QIII/2011 sebesar Rp 498,3 miliar jadi Rp 25,3 triliun di QIII/2012),” jelas Hendrisman.

Terkait dengan penerapan IFRS pada laporan keuangan perusahaan asuransi di akhir Desember nanti, Hendrisman mengatakan bahwa, pihaknya sedang mencoba yang terbaik, namun pada kenyataan tidak mudah menerapkan sistem tersebut secara serempak. ”Makanya kita usulkan untuk terapkan IFRS secara bertahap. Nah, ini yang belum disetujui, mau sebagian atau semua sistem pelaporan harus diterapkan,” kata dia.

Lantas seberapa pengaruh terhadap unit link? Menurut Hendrisman, memang ada pembedaan kontrak unit link sebagai kontrak asuransi atau investasi. Namun, dia mengaku hingga kini belum jelas pendefenisiannya. “Jadi kami belum tahu ke depan seperti apa. Tetapi kami harapkan sampai 31 Desember nanti masih menggunakan defenisi yang ada saat ini (kontrak asuransi). Nanti ke depan baru dipisah. Tetapi pada dasarnya unit link masih bisa masuk produk asuransi dengan batasan tertentu,” katanya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved