Capital Market & Investment

Ramai Aksi Demo, Asing Tarik Dana Dari Bursa Rp 1,5 Triliun

Oleh Editor
Ramai Aksi Demo, Asing Tarik Dana Dari Bursa Rp 1,5 Triliun
Ilustrasi pasar modal - Istimewa
Ilustrasi pasar modal – Istimewa

Investor asing beramai-ramai hengkang dari pasar modal Indonesia dalam dua hari terakhir. Mereka membukukan aksi jual bersih (net sell) di pasar regular sebesar Rp 565,19 miliar dan Rp 993,94 miliar pada Selasa dan Rabu kemarin, atau total mencapai Rp 1,5 triliun. Situasi politik dalam negeri yang bergejolak dan aksi demonstrasi besar yang terjadi sejak awal pekan ini disebut sebagai pemicu asing melepas saham-saham miliknya.

“Kondisi politik yang ramai diberitakan tentu cukup membawa pengaruh ke pasar, mungkin bisa disebut sebagai penyebab utama penurunan kinerja perdagangan beberapa hari ini,” ujar Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Laksono Widodo, di Jakarta, Rabu, 25 September 2019.

Meski demikian, Laksono meyakini kondisi ini tak akan berlarut-larut, sebab kepercayaan investor pada kondisi pasar keuangan domestik pada dasarnya tetap kuat.

Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat terpuruk ke zona merah sejak Kamis pekan lalu. Beruntung, kemarin IHSG akhirnya berhasil mengakhiri pelemahannya dan bertengger di zona hijau, naik tipis 0,14 persen ke level 6.146,4 dari hari sebelumnya. “Kami berharap dalam beberapa hari ke depan kondisi IHSG dapat lebih normal, dalam artian jika sentiment politiknya tidak berkelanjutan maka indeks bisa balik ke posisi fundamentalnya,” kata Laksono.

Analis PT OSO Securities Sukarno Alatas mengatakan aksi demo penolakan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan rencana penerbitan sejumlah undang-undang lainnya yang memicu kontroversi publik memang cukup menyedot perhatian investor asing. Namun, menurut dia terdapat celah penguatan dari sentimen eksternal yang diproyeksi mempengaruhi laju IHSG ke depan. “Banyak investor kian meyakini AS akan semakin mendekati jurang resesi akibat perang dagang,” ujarnya.

Dengan demikian, dana-dana investor akan kembali lari ke pasar negara berkembang, tak terkecuali Indonesia. Terlebih, dari sisi imbal hasil (yield), hingga prospek perekonomian Indonesia dinilai masih memiliki cukup ketahanan, terbukti dari tingkat inflasi dan pertumbuhan yang masih terjaga. “IHSG ke depan diprediksi akan menguat dengan pergerakan di kisaran 6.115-6.213,” kata Sukarno.

Sementara itu, kondisi tak jauh berbeda dialami nilai tukar rupiah yang juga tak dapat menghindari zona merah. Kurs rupiah kemarin ditutup melemah 0,28 persen di pasar spot ke level Rp 14.150 per US$, atau melanjutkan pelemahan sejak awal pekan ini. “”Rupiah sedikit melemah, padahal kemarin sudah diam di bawah Rp 14.100 per US$, tapi memang ada gabungan sentimen global dan sentimen domestik ada demo yang menimbulkan gejolak,” ujar Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menuturkan kondisi itu cukup mengganggu investor pasar uang. “Aksi-aksi yang digelar serentak membuat pasar khawatir, dan investor akan terus mewaspadai gejolak yang terjadi, setidaknya sampai pelantikan pemerintahan yang baru,” katanya. Namun, berdasarkan catatan historis lima tahun terakhir, dampak dari aksi demontrasi biasanya tak akan lama mengganggu stabilitas pasar keuangan. “Biasanya walau melemah hanya sementara, atau pelemahannya kecil,” katanya. Ke depan, Piter memperkirakan kurs rupiah masih akan bergerak di sekitar level Rp 14.100 per US$.

Keresahan di satu sisi juga datang dari pelaku usaha sektor riil. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani mengatakan stabilitas sosial politik merupakan fokus utama investor. “Karena bisnis hanya bisa bergerak dan tumbuh dalam kondisi sosial politik yang stabil,” ucapnya. Shinta menuturkan pelaku usaha juga terus mewaspadai kemungkinan gejolak masih berlanjut, khususnya gelombang aksi demonstrasi susulan. “Walaupun demo adalah ekspresi demokrasi yang dihargai, demo-demo di Indonesia punya track record yang buruk, dimana massa kerap menjadi anarkis, merusak, atau menciptakan kondisi yang tidak aman untuk melakukan kegiatan usaha,” kata dia.

Sumber: Tempo.co


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved