Capital Market & Investment zkumparan

Ramai Pompom Saham, KSEI Ingatkan Perkuat Edukasi Investor Milenial

“Daripada untuk beli kopi setiap pagi, ada baiknya uang dialihkan untuk investasi.” Familiar dengan kalimat persuasif tersebut? Sadar atau tidak, kata investasi semakin sering terdengar. Kalau dulu, mungkin istilah investasi hanya muncul di pikiran segelintir kalangan. Namun saat ini, investasi khususnya di dunia pasar modal cukup membuat kepikiran, terutama anak muda.

Mengapa anak muda? Dalam berbagai riset, anak muda atau milenial terancam kesulitan mencapai kestabilan finansial di masa mendatang. Alasannya macam-macam, mulai dari keinginan untuk terus mengikuti trend produk yang pesat, menjadi sandwich generation, hingga godaan belanja di tengah kemudahan teknologi.

Namun, belakangan investasi di pasar modal menjadi kata kunci yang mengisi obrolan anak muda terutama di masa pandemi. Merosotnya ekonomi yang berbuntut pada pengurangan karyawan membuat mereka yang terdampak harus putar otak untuk menjaga kestabilan cashflow. Pada titik inilah investasi dipercaya menjadi salah satu kendaraan penyelamat.

Tidak hanya akibat pandemi, akses informasi dan kemudahan teknologi pun menjadi salah satu alasan mengapa semakin banyak milenial yang melirik pasar modal. Direktur Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Uriep Budhi Prasetyo dalam sorotannya mengenai investor milenial mengatakan lonjakan ini sejalan dengan transaksi yang sudah cepat, mudah, dan praktis.

“Saat ini, informasi terkait pasar modal menjadi lebih mudah untuk diperoleh, bahkan hasil riset pun juga dapat diakses secara digital. Milenial juga dinilai memiliki literasi digital yang lebih maju,” ujarnya.

Berdasarkan catatan KSEI, jumlah investor meningkat menjadi 3,88 juta per akhir Desember 2020 dari sebesar 2.48 juta per akhir Desember 2019, atau peningkatan sebesar 56%. Pertumbuhan investor milenial di pasar modal pun tidak main-main, yakni mencapati 78% per Januari 2021 dengan rincian investor di bawah usia 30 tahun mengambil porsi sebesar 56%.

Diantara beberapa aplikasi investasi, Bibit adalah salah satu yang menargetkan milenial atau investor pemula sebagai penggunanya. Volume transaksi Bibit meningkat pada Januari 2021 dibandingkan Januari 2020. Aplikasi Bibit telah digunakan oleh lebih dari 1 juta investor dengan 90% pengguna berusia di bawah 35 tahun.

Fakta ini menunjukkan tingginya minat milenial terhadap dunia pasar modal. Untuk mewadahi investor pemula, sebenarnya Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mendirikan Sekolah Pasar Modal, yaitu sebuah program pelatihan pasar modal dengan kurikulum yang fundamental dan komprehensif. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa milenial yang lebih sering menghabiskan waktu di media sosial berekpektasi untuk mendapatkan informasi pasar modal lewat media sosial juga. Hal inilah yang melatarbelakangi kemunculan influencer saham atau “pom-pom saham.”

Siapa saja yang menjadi influencer saham? Belum ada definisi yang pakem soal ini. Namun apabila ditilik di media sosial, influencer saham biasanya adalah akun-akun yang rajin membagikan portfolio sahamnya beserta analisis, yang biasanya dibarengi dengan konten edukasi soal pengelolaan keuangan. Lantas, apakah kemunculan influencer saham adalah fenomena positif terkait perluasan edukasi pasar modal?

KSEI memandang harus adanya garis batas antara edukasi saham dan berjualan saham. Direktur Utama Uriep mengatakan pemanfaatan media sosial dan penggunaan konsep digital marketing memang menjadi pilihan untuk melakukan edukasi kepada investor milenial saat ini.

Dikatakan Uriep, seseorang sah-sah saja untuk bercerita tentang keuntungan atas saham tertentu ke kelompok tertentu. Akan tetapi keputusan untuk melakukan transaksi saham merupakan keputusan pribadi.

“Terlebih lagi apabila orang tersebut sebenarnya sudah membeli saham tertentu jauh hari sebelumnya, tapi baru mengungkapkannya sekarang serta merekomendasikan, ‘beli saham X saja, hasilnya bagus.’ Tentu saja hal ini tidak mengungkapkan kondisi yang sebenarnya serta tidak mempertimbangkan kondisi pasar yang sudah berubah,” tegas Uriep.

Menurutnya, terkadang banyak orang sangat mudah percaya pada influencer sehingga tidak mempertimbangkan risiko atas saham tertentu. Pendekatan yang harus dilakukan oleh seorang investor adalah analisa fundamental. Pengambilan keputusan harus didasarkan kepada analisa keuangan emiten, potensi bisnis emiten, bukan berdasarkan rumor.

CEO dan Principal Consultant, Prita Ghozie dalam pandangannya soal investor saham mengatakan para investor sebaiknya membedakan antara ahli atau pakar investasi yang dapat memberikan edukasi, dengan influencer yang berbagi pengalaman. Selain itu, ia juga berharap otoritas bursa menertibkan praktik “pom-pom saham”.

“Your money is your responsibility. Artinya, otoritas bisa mengedukasi, namun pada akhirnya semua keputusan investasi kembali pada pemilik dana,” jelas dia.

Keberadaan pom-pom saham tidak buruk apabila pengambilan keputusan investasi dilakukan tetap dilakukan secara mandiri. Sehingga kalau tidak cuan, yang patut dikoreksi adalah diri sendiri. “Belajar saham yang benar. Jangan malas untuk membaca dan mencari informasi sebelum berinvestasi. Jadilah investor jangka panjang yang memahami fundamental dari saham yang dibeli,” pesan Uriep.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved