CEO Interview

CEO Wall Street Indonesia: Makin Digital dengan 50 Ribu Siswa

CEO Wall Street Indonesia: Makin Digital dengan 50 Ribu Siswa

Pernahkan pembaca melihat reklame seorang perempuan muda menjulurkan lidah yang berwarna bendera Inggris? Tak salah lagi, itulah iklan Wall Street Institute. Pusat belajar bahasa Inggris ini berinduk pada Pearson, sebuah perusahaan penerbitan dan pendidikan asal Inggris. Pearson membuka pusat belajar bahasa Inggris pertamanya di Indonesia pada 2007, dengan nama Wall Street Institute Indonesia (WSII). Selain Indonesia, Wall Street Institute sudah dibuka di negara-negara lain.

Di sela peresmian cabang ke-6 WSII pekan lalu, Presiden Direktur WSII, Angsuman Rakshit (AR), dan Kepala Marketing WSII, Grace Chandra (GC), berbincang dengan SWA online seputar konsistensi mereka menggarap segmen usia 16 tahun ke atas serta langkah WSII tahun ini untuk mencapai target. Bagaimana pula sikap mereka dalam persaingan dengan lembaga kursus lain? Simak tanya jawab berikut ini.

Seberapa besar pangsa pasar WSII di antara lembaga kursus bahasa Inggris lainnya?

AR: Pangsa pasar WSII di Indonesia masih kecil. Indonesia punya 246 jutaan penduduk, sedangkan WSII baru punya 8.000 murid. Kalau dihitung-hitung, WSII mencakup kurang dari 1% pasar. Pasar yang belum digarap mencapai 99%-an. Jadi, WSII bisa tumbuh sampai sebesar itu.

Bincang-bincang antara Rika Tantiana, Grace Chandra, dan Angsuman Rakshit (ki-ka) saat pembukaan cabang WSII ke-6

Apa langkah yang akan Anda ambil untuk mencapai sasaran itu?

AR: Sampai kini, WSII masih terpusat di Jakarta. Perusahaan ini mesti keluar Jakarta, bahkan keluar Jawa. Jadi, langkah pertama yang akan diambil adalah membuka cabang baru di kota-kota yang berpenduduk 1 juta orang atau lebih. Inilah target utama WSII tahun ini.

GC: Saya melihat, siswa memilih tempat kursus dengan 3 pertimbangan. Pertama, kemudahan menjadwal kelas. Kedua, pelayanan terpercaya. Ketiga, citra perusahaan. WSII memenuhi ketiga pertimbangan ini dengan membebaskan siswa menentukan jadwal kursus, menyediakan pengajar-pengajar asing (native speaker), dan membentuk citra brand global di tengah masyarakat yang berhubungan dengan WSII.

Adakah standar tertentu untuk tiap cabang WSII?

AR: Cabang-cabang WSII dirancang oleh seorang desainer Italia, menggunakan perspektif global. Maka, semua cabang Wall Street Institute di seluruh dunia akan tampak serupa. Arsitektur dan dekorasinya modern, komputer berikut programnya baru, semua up to date. Cabang yang sudah lama diperbaharui tiap 5 tahun.

Untuk membangun cabang baru, berapa dana yang dihabiskan?

AR: Tergantung letak, taksiran kasar Rp 8-10 miliar sekarang. Cabang Alam Sutera menghabiskan Rp 8 miliar sebab tergolong kecil. Sedangkan yang terbesar adalah cabang Ratu Plaza, membutuhkan dana sekitar Rp 10 miliar.

WSII kan, baru 6 tahun merambah Indonesia. Ada yang sudah lebih lama macam English First. Bagaimana sikap WSII dalam persaingan dengan lembaga kursus lain?

AR: Saya tidak menganggap EF sebagai pesaing. WSII fokus hanya pada murid berusia 16 tahun ke atas. Segmen ini sangat khusus sehingga WSII tak berkompetisi dengan lembaga kursus untuk anak.

GC: Kalau bicara soal kursus bahasa sekadar sebagai layanan, tentu lembaga-lembaga lain lebih menarik. Tapi, yang membuat orang memilih WSII adalah mereka mencari hasil yang lebih baik. Orang-orang seperti ini tahu bahwa metode, produk, dan layanan WSII bertitik berat pada hasil akhir. Menurut saya, tersimpan potensi besar dalam segmen usia 16 tahun ke atas. Tentu saja, WSII tidak bisa melayani semua orang.

Apa Anda berencana memperluas sasaran ke kelompok usia lain?

AR: Pearson sudah menyediakan banyak program yang menyasar kelompok usia lainnyaa. Maka, Wall Street Institute seluruh dunia akan tetap fokus pada kelompok usia 16 tahun ke atas. Kalaupun nantinya Wall Street Institute membuka program baru untuk usia yang lebih muda, nama dan lokasinya pasti berbeda.

GC: Produk-produk Wall Street Institute memang dibuat untuk siswa 16 tahun ke atas, mulai dari kurikulum hingga metode belajar. Jika kelompok usia lain digabungkan dalam kelas yang sama, interaksi dan dinamika mereka tidak bisa optimal. Apalagi 1 kelas hanya berisi maksimal 4 siswa.

Dugie Cameron dan Angsuman Rakshit (ki-ka) sedang meninjau fasilitas speaking centre WSII

Kalau begitu, WSII akan jadi seperti apa dalam 5 tahun ini?

AR: Dunia pendidikan bergerak sangat cepat jaman sekarang. Sebagai target jangka pendek, WSII ingin punya 50.000 siswa dalam waktu 5 tahun dari sekarang. Secara akademik, pembelajaran akan makin digital sebab semua orang sudah menggunakan ponsel pintar di Indonesia. Maka, bahan pelajaran akan bisa diakses lewat ponsel pintar dan media lain berbasis internet. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved