CEO Interview

Erick Hadi: Mengembalikan Kepercayaan Prinsipal Rittal Tidaklah Mudah

Erick Hadi: Mengembalikan Kepercayaan Prinsipal Rittal Tidaklah Mudah

Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang infrastruktur IT, Rittal Indonesia telah banyak mengalami pergolakan bisnis. Mulai dari produk yang dipalsukan hingga berujung pada keluarnya Rittal dari pasar Indonesia. Hal ini tentu saja menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi Erick Hadi, selaku CEO Rittal untuk Indonesia. Sebab produk Rittal telah dipatenkan dan sambutan dari konsumen juga luar biasa, sehingga sayang apabila pasar tidak dikelola.

Erick-Rittal-500x337

Sebagai cabang perusahaan Rittal GmbH Co. KG dari Jerman, Erick Hadi paham betul reputasi perusahaan induknya di mata internasional tidak lagi diragukan. Terutama, jika dilihat secara kualitas produk dan layanan purna jual. Erick mengaku baik dari cooling panel dan data centre, produknya unggul dibanding kompetitor. Ini karena Rittal lebih menekankan pada ‘product experience’ ketimbang ‘product feature’.

“Jadi lebih bukan hanya aspek fungsional saja yang ditawarkan, namun bagaimana produk tersebut (cooling panel) bisa membuat komponen – komponen lainnya menjadi long lasting,” ujar Erick. Kedua, layanan purna jual merupakan aspek penting yang selalu di-maintain guna memberikan kepuasan bagi konsumennya.

Hanya saja seiring berjalannya waktu, Erick menemukan bahwa beberapa produknya dipalsukan. Tentu saja hal ini mengganggu performa bisnis mereka, terlebih imbasnya lebih kepada konsumennya dimana mereka menjadi korban akan adanya perbedaan kualitas produk, namun dalam kemasan yang mirip. Dan kabarnya, sedikit banyak juga mempengaruhi pemasukan dari Rittal Indonesia yang juga secara berangsur – angsur mengalami penurunan.

Mengetahui hal tersebut, Rittal GmbH Co. KG, menarik operasional Rittal Indonesia. Tepatnya pada 10 tahun yang lalu, Rittal sempat stop beroperasi di Indonesia. Seperti yang dituturkan Erick, salah satu faktornya adalah karena pada dasarnya produk Rittal itu produk pasif, namun “barrier-to-entry” untuk produk pasif tidak besar.

Lantas seperti apa Rittal, dibawah kepemimpinan Erick Hadi yang juga bisa dibilang sebagai Country Manager untuk Indonesia, memperbaiki performa bisnisnya sehingga semakin eksis sampai saat ini? “Yang paling fundamental adalah mengembalikan kepercayaan prinsipal / pabrikan untuk kembali mau berinvestas,” dia menegaskan.

1-Erick Hadi-2Namun untuk mengeksekusinya, diakui Erick, itu tidaklah mudah. Ia harus bisa meyakinkan prinsipal dengan berbagai objektif yang dikompilasi sehingga bisa menjadi dasar acuan yang kuat. Dan tentu saja itu juga bisa dipertanggung jawabkan.

Langkah utama yang dilakukannya adalah memberikan kajian mendalam dan menyeluruh mengenai pasar Indonesia. Hal ini mencakup bagaimana gambaran iklim bisnis dan potensi pertumbuhan Rittal, serta rencana pengembangan usaha diproyeksikan beberapa tahun ke depan, major costumer rittal dan potensinya, serta posisi pasar Indonesia dilihat dari persaingannya terhadap industri serupa, baik yang lokal ataupun dari negara tetangga, khususnya di Asia Tenggara,

Selain itu, perlu merasionalisasikan analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, dan Threat) serta PESTLE (Politics, Economic, Social, Technology, Legal, dan Ecology) guna memantapkan langkah Rittal kembali beroperasi di Indonesia. Hal ini juga dibarengi dengan upaya mendirikan PMA (Penanaman Modal Asing) di Indonesia, sehinga bisa ketahuan seperti apa pertumbuhan revenue Rittal nantinya.

“Untuk pendirian PMA saya perlu memikirkan bagaimana perizinan dan aspek hukumnya, lokasi kantor, jumlah karyawan, lokasi gudang, dan apek lainnya. Selain itu perlu dipaparkan juga bagaimana Rittal nantinya menjalankan fungsi pre-sales, back-office support, dan layanan purna jual secara langsung di Indonesia,” jelas Erick.

Hal itu saja tidak cukup. Masih ada beberapa persiapan lagi yang perlu dibangun guna memantapkan rencananya. Beberapa di antaranya adalah menjalin hubungan dengan BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), untuk memberikan gambaran iklim investasi secara umum di Indonesia, menjalin hubungan dengan kamar dagang dan industri Jerman-Indonesia, untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian dan iklim perdagangan Indonesia secara umum, dan industri-industri Jerman apa saja yang sudah tumbuh berkembang di Indonesia, yang terkait dengan Rittal di Jerman.

Selain itu, ia meyakinkan principal dan shareholder bahwa dengan membuka kantor sendiri, akan lebih memberi kepastian, karena kepentingan perseroan dan group, secara langsung diwakilkan kepada manajemen di Indonesia, serta meyakinkan prinsipal bahwa manajemen di Indonesia akan memiliki kemampuan untuk membangun merek dan memberikan edukasi pasar secara langsung, dibandingkan model bisnis secara kongsi, yang memiliki multi dimensi dalam hal kepentingan.

Atas dasar itulah, akhirnya Rittal kembali melakukan aksi bisnisnya di Indonesia. Namun pasca mendapatkan kepercayaan tersebut, lantas tak membuat Erick terbuai dan mengesampingkan segala kemungkinan buruk seperti yang ia paparkan. Ia tetap menahkodai bisnis infrastruktur IT ini secara taktis, serta jeli terhadap pelbagai kemungkinan yang ada. Hingga pada akhirnya pertumbuhan bisnis Rittal di Indonesia dari tahun ke tahun meningkat, bahkan sempat menyentuh angka 40%.

Dalam kaitannya dengan meningkatkan revenue ini, Erick menuturkan bahwa kemampuan menjalin kemitraan juga diakuinya sebagai langkah yang menentukan. Misalnya saja dalam membangun jalur distribusi, memilah rekanan berdasarkan availabilitynya dalam hal ketersediaan produk komplementer dan kemampuan menjangkau pasar secara luas itulah yang diutamakan. “Sehingga portofolio Rittal bisa memiliki added value bagi rekanan dan basis pelanggan mereka secara keseluruhan,” ujar Erick.

Ia juga menambahkan bahwa Rittal tidak menjalin kemitraan dengan perusahaan yang hanya semata menjual produk Rittal saja, namun mitra dituntut untuk menghasilkan solusi yang inovatif dalam versi mereka.

Yang terbaru, Rittal kini telah menunjuk PT Jakarta Internasional Servis Teknologi dan PT Intikom Berlian Mustika, yang berkonsentrasi terhadap layanan industrial climate control, PT Orion Nusantara, yang berkonsentrasi terhadap layanan cooling unit yang terintegrasi dengan solusi engineering automation, dan PT Vektor Dayamekatrika, yang berkonsentrasi terhadap layanan information technology (IT) , khususnya IT chiller dan liquid cooling package. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved