CEO Interview

CEO MARS: Survei IBBA 2013 Industri Mamin Masih Prospektif

CEO MARS: Survei IBBA 2013 Industri Mamin Masih Prospektif

Indonesia Best Brand Award adalah penelitian tahunan untuk mengukur nilai suatu merek. Penelitian yang dilakukan MARS Indonesia, bekerja sama dengan SWA, ini memaparkan elemen-elemen yang menentukan nilai tersebut. Hasilnya, pemngelola merek akan tahu posisi, perubahan, dan persaingan antarmerek.

Asto Sunu Subroto, Presiden Direktur MARS Indonesia, berdiskusi dengan SWA lewat telepon. Dari hasil survei IBBA 2013, ia mencatat perihal merek-merek paling bernilai yang sebagian besar tak berganti dari tahun lalu. Mengapa pula pergantiannya sedemikian alot? Tak kalah penting, Asto meresepkan formula sukses untuk membangun merek yang bernilai, termasuk untuk merek baru.

Asto Sunu Subroto, Presdir MARS Consulting

Asto Sunu Subroto, Presdir MARS Consulting

Simak penuturan Asto kepada Rosa Sekar Mangalandum, di sela-sela kepadatannya menghadiri sebuah konferensi di luar kota:

Soal IBBA 2013, apa yang baru dibanding tahun-tahun sebelumnya?

Selama setahun ini, ekonomi sudah mulai gonjang-ganjing. Rupiahnya gonjang-ganjing. Sehingga memang perusahaan sudah mulai melakukan pengetatan pengeluaran dan program-program.

Beruntunglah merek yang sudah besar. Sebenarnya dia dari dulu posisinya sudah besar.

Tahun 2013 ini, merek-merek paling bernilai sebagian besar sama dengan tahun 2012 lalu. Mengapa pergeseran merek bernilai sedemikian alot?

Ya. Alot untuk digeser. Seperti merek baru kan, agak sulit.

Merek-merek yang besar menahan expense-nya. Ini terlihat dari beberapa hal. Dari produk-produk FMCG untuk toiletries, mereka stagnan itu. Merek-merek toiletries itu stagnan.

Yang bertumbuh itu merek-merek food. Snack dan minuman itu tumbuh besar. Mereka melahirkan produk-produk baru sehingga inovasinya jauh lebih tinggi dibanding kategori toiletries. Itu karena industrinya relatif belum lama dibanding toiletries. Merek-merek baru di industri minumnan dan makanan itu banyak. Ada merek baru. Muncul produk baru.

Tentu ini kategori yang kompetitif sekali.

Ya, itu lebih kompetitif. Dan merek-merek baru memiliki peluang untuk naik. Inovasi produk membutuhkan inovasi komunikasi, membutuhkan investasi [untuk] komunikasi. Berarti, industri consumer goods itu ditopang pertumbuhannya oleh industri makanan dan minuman. Karena Indonesia pasar yang besar. Kalau ada produk baru, konsumen lebih suka mencoba.

Dulu industri ini tidak terlalu berkembang. Tapi, tahun ini berkembang pesat. Adapun ritel modern seperti Alfamart, Indomaret, dan sebagainya, berkembang ditopang oleh pertumbuhan industri makanan dan minuman.

Itu sebabnya Alfamart, Indomaret, Alfamidi terlihat menonjol di kategori minimarket.

Menonjol sekali. Pertumbuhannya ditopang [industri makanan minuman] itu. Karena yang margin-nya besar di situ.

Apa boleh disimpulkan bahwa FMCG merupakan kategori yang prospektif tahun ini? Contohnya merek Pucelle, Sariayu, dan Fiesta.

Yang prospektif dari FMCG, menurut saya, justru makanan minuman. Makanan minuman justru kompetisinya masih relatif terbuka. Masuk industri toiletries beratlah. Industri toiletries itu strukturnya sudah tertata. Industrinya sudah mantap. Untuk menggoyang pelaku yang ada agak susah. Bisa dikatakan market itu sudah mulai jenuh. Nah, industri toiletries itu justru kompetisinya tertutup. Kalau mau masuk, jangan di situ.

Apa rekomendasi Anda untuk merek baru yang masih mencari celah di market yang sudah jenuh ini?

Bagaimanapun juga, dia harus mulai tersegmentasi. Masuk pasar-pasar ceruk. Tinggalkan pasar general seperti dulu. Pucelle, misalnya. Dia bagus di pasar remaja, kan.Kemudian Sariayu. Itu kan, kuat sekali persepsinya sebagai kosmetik tradisional. Nah, yang seperti itu. Produk yang memiliki persepsi, memiliki citra yang baik, sesuai dengan karakter pasar yang baru atau produk-produk yang sudah menyasar segmen yang spesifik. Itulah yang akan menang.

Apa resep memanfaatkan predikat IBBA untuk memenangi pasar yang kompetitif?

Karena mereknya sudah kuat, dia harus membangun pilar-pilar produknya di segmen-segmen yang sudah mulai spesifik. Misalnya, produk Pond’s. Itu kuat, kan. Dia harus menciptakan produk-produk baru untuk market spesifik. Kebutuhan remaja berbeda dengan orang tua. Kebutuhan laki-laki berbeda dengan perempuan. Anak-anak bagaimana? Di aspek-aspek yang spesifik itu, harus mulai ditancapkan kukunya.

Membangun citra sudah pasti. Merek yang menang kan, citranya sudah baik.

Bagaimana dengan merek baru? Apa yang mesti mereka lakukan untuk memenangi pasar kompetitif?

Kalau merek baru, peluangnya cuma satu. Masuk pasar yang spesifik. Masuk segmen yang spesifik. Jangan masuk segmen yang tidak jelas. Ya, tidak bisa.

Boleh bagikan resep untuk memaksimalkan brand equity?

Brand itu punya infrastruktur. Brand itu punya pilar. Kalau pilarnya tidak kuat, dia tidak bisa maju. Pilarnya macam-macam. Pilar dari segi produk, produknya sudah harus lengkap dalam semua segmen. Kemudian masing-masing produk di tiap segmen ditopang oleh strategi marketing yang kuat. Pilar yang ketiga, infrastruktur distribusinya juga harus kuat. Tanpa itu, dia tidak akan hadir di masyarakat target. Paling tidak nasional.

Jadi, membangun infrastruktur merek, tidak mudahnya di situ. Biasanya agak sulit bagi merek-merek medium untuk naik ke tempat tertinggi. Dia harus menguatkan segmen-segmen tertentu. Kalau kemudian di setiap segmen dia punya produknya, sudah pasti mereknya akan menang.

Tapi, kalau di setiap segmen dia pakai merek berbeda, sampai kapan pun dia tidak akan menang.

Selain itu, apa lagi?

Komunikasi. Komunikasi tidak harus mahal, tetapi cerdas. §


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved