CEO Interview Editor's Choice

Jurus Lynn Ramli Mendongkrak Nilai Pembiayaan Adira Kredit

Jurus Lynn Ramli Mendongkrak Nilai Pembiayaan Adira Kredit

Di bawah kepemimpinan Lynn Ramli, Adira Kredit menjelma sebagai penguasa pasar untuk pembiayaan consumers electronics dan komputer.Nilai pembiayaannya mencapai Rp 2 triliun untuk produk-produk seperti kulkas, AC, televisi, an komputer. Bagaimana Lynn Ramli mengembangkan Adira Kredit? Apa saja strategi bisnisnya? Presiden Direktur PT Adira Quantum Multifinance ini memaparkannya kepada Gustyanita Pratiwi. Berikut ini wawancaranya:

Lynn Ramli, Adira Kredit

Lynn Ramli

Bagaimana ceritanya Anda terlibat dalam membangun Adira Kredit?

Mungkin saya ceritakan sedikit historisnya. Sebenarnya dulu, PT Adira Quantum Multifinance itu berdiri di bawah PT Adira Dinamika Multifinance. Memang, dulu pendirinya Pak Theodore Permadi Rachmat (T.P. Rachmat) dan Pak Stanley Setia Atmadja. Sudah ada PT-nya, cuma mungkin aktivitasnya belum maksimal. Secara legal akte kami adalah tahun 2003. Di tahun 2004, Adira dibeli Bank Danamon, di mana Danamon mengakuisisi PT Adira Dinamika Multifinance, Adira Insurance, beserta semuanya. Nah, PT Adira Quantum Multifinance ini waktu itu mungkin kegiatannya masih minim sekali. Istilahnya baru nama PT-nya saja. Kecillah pokoknya. Ada mungkin, tapi kecil banget. Akhirnya, oleh pemegang saham baru, Danamon, itu dipisah. Tiga perusahaan Adira ini yaitu Adira Finance (yang motor mobil), Adira pembiayaan elektronik, dan Adira Insurance Itu dibeli satu paket. Dulu juga ada Adira Rental (ASA Rental), pokoknya semua bagian Adira diambil. Tahun 2004-2005, PT kami istilahnya belum diapa-apain, sampai tahun 2007. Pemegang saham kami, Pak Sebastian Paredes mulai melihat mungkin bisnis ini bisa dikembangkan. Ya lebih baik lagi di luar motor dan mobil. Makanya benar-benar dipisah. PT-nya sudah ada, orang-orang juga sudah ada, cuma mungkin tidak fokus saya pada saat itu. Saya waktu itu ada di Bank Danamon, di kartu kredit. Jabatan saya waktu itu Senior Vice President, Credit Card Business. Kebetulan waktu itu, atasan saya di-assign mengambil proyek di PT Adira Quantum Multifinance ini. Dia bikin project team, salah satunya saya sebagai leader untuk projek reformasi lah ceritanya. Memang ini business model yang baru, mau diterapkannya seperti apa.

Berati, mereka jeli melihat peluang bisnis ini?

Karena kan dia mau ambil mass market. Dia melihat di DSP sukses, lalu area finance memang segmen yang mass, sukses. Jadi ini mau dikembangkan dan dibesarkan lagi. Fokusnya memang di mass market di tiga perusahaan ini. Sama Adira insurance sih lebih lebar ya? Cuma memang lebih banyak kan mengasuransikan motor.

Berapa besar kontribusi Adira Quantum Multifinance terhadap total pendapatan Grup Adira?

Masih kecil. Karena secara ticket size memang tidak besar. Istilahnya, mengurusi barang yang kecil-kecil. Kami membiayai pembelian kulkas, AC, barang-barang lain seharga Rp 2-3 jutaan lah ya. Average ticket size kami sih sekitar Rp 3-3,5 juta. Beda sama motor yang harganya Rp 15 jutaan, bahkan mobil bisa ratusan juta. Memang model business yang berbeda. Namun, kalau secara account yang kami biayai, atau akun yang kami ambil, tidak kalah dengan mereka. Setiap bulan sekitar 50 ribu. Lynn Ramli, Adira Kredit

Berarti Ibu ikut waktu pengembangan awal? Bagaimana waktu memformat Adira Kredit ini, mungkin suka dukanya?

Betul, untuk Adira Kredit. Danamon kan dari Tamasek juga ya. Pasti ada pemegang sahamnya. Pertama sih, saya rasa yang dilakukan oleh mereka adalah melihat kesuksesan DSP (Danamon Simpan Pinjam). Jadi, mereka sudah beli nih ada microfinance, yang mana lapisan masyarakat Indonesia sangat membutuhkan. Itu kan 80%. Kalau bank-bank lain kan atasnya. Bank-bank yang memang make money-nya lebih gampang di atas, kalau kami lihat bank-bank multinasional. Kebetulan kan saya dari Standar Chartered Bank dan Citibank. Mereka mainnya di atas saja. Engak ribet. Akunnya enggak banyak, distribusinya gede-gede, juga memang karena pemerintah membatasi ekspansi distribusi untuk perusahaan multinasional. Memang, mainnya di situ. Tapi kalau lihat Danamon, bank ini benar-benar sangat percaya di lapisan yang di bawahnya, yang mass, kelas B,C, dan D.

Lalu Ibu kemudian dilibatkan tahun berapa?

Itu tahun 2008. Jadi pas terlontar : “Okey! Siip ya?” Sudah, kami pasti jalan, nah itu saya mulai ikut tuh, pas mau ketok palunya, itu satu tahun kemudian.

Kapan Pak Sebastian mulai menggodog bisnis pembiayaan elektronik?

Setahunan. Jadi, dari 2007-an dia sudah mulai melihat perusahaan ini mau diapakan. Mau digedein enggak, atau mau dihilangkan? Karena, sebenarnya perusahaan ini tetap ada kan, penjualan ada. Cuma kok bentuknya enggak beres ya. Enggak jalan-jalan, masih belum tahu arahnya seperti apa. Bagaimana cara jualnya? Karena bisnis ini unik ya. Kami tidak pegang agunan. Beda sama motor yang pakai agunan. Manajemen risikonya persis seperti KTA (Kredit Tanpa Agunan). Jadi, memang beda dengan motor. Waktu dibandingkan dengan motor, cara melihatnya juga agak lain, makanya mungkin menjelaskannya : ini orang-orang di kartu kredit, saya pindahkan ke kartu kredit dan juga KTA. Dulu atasan saya, orang India, memang banyak di KTA. Kami memang fokusnya di situ. Jadi memang mungkin Sebastian melihat, masukin orang-orang kartu yang sudah biasa, dan tidak pakai agunan.

Jadi ada karakter yang sama di market dan cara melihat teknisnya dengan KTA?

Market beda, tapi manajemen risikonya mirip. Ini lebih njlimet. KTA, kartu kredit pakai BI checking. Level-level customer kami yang ambil, sebab di di BI Checking mah kagak ketemu lah ya, he…he…he. Tidak pernah ambil kredit. Jadi memang mirip-mirip, tapi beda.

Ketika Adira berniat membangun bisnis ini, Ibu ada di situ. Pasti Ibu sangat memahami bagaimana perubahannya. Bisa diceritakan, Bu, bagaimana perubahannya?

Sebenarnya yang diubah itu kebanyakan sih dari internal. Jadi, bukan dari segi produk. Produk kami kan sduah jelan, yakni financing. Paling by rate saja. Waktu itu, obyektif utamanya adalah bagaimana strategi untuk berkembang di lima tahun ke depan. Makanya, ada beberapa strategi yang diterapkan. Nomor satu adalah pengembangan outlet. Waktu saya masuk, kalau tidak salah, cabangnya ada 20. Tapi, apakah 20 cabang bisa cover semua? Kayaknya enggak bisa. Jadi, waktu itu dikembangkan apa yang namanya POS (Point of Sales). Jadi, kami buka kios-kios, kecil-kecil, banyak sekali. Dalam waktu tiga tahun kami buka 200-an.

Point Of Sales kalau dalam konsep Adira itu seperti apa?

Point of Sales itu adalah tempat di mana customer bisa datang, kami benar-benar sewa ruko atau sewa kios, tidak harus di mal. Kalau di luar kota kan beda ya dengan di Jakarta. Contoh begini, di luar kota banyak jalan yang seperti Jln. Fatmawati, cuma tidak segede yang di Fatmawati. Di luar kota itu banyak sekali. Satu deretan itu isinya jual furnitur, elektronik, dan lain-lain, dan panjang jalannya. Kami benar-benar hanya financing. Jadi, harus ada kerjasama dengan toko. Nah, pas kami buka POS ini, kami buka di dekat toko-toko itu. Saya kasih ilustrasi, misalnya di Fatmawati itu kan banyak toko. Kami sewa tuh salah satu ruko kecil di situ. Kami taruh di situ. Jadi ada orang, customer bisa bayar, ada sales, juga ada collection di situ. Yang kami tidak ada adalah persetujuan kredit, analis, karena mahal. Yang ada adalah surveyor. Jadi aplikasi memang dikirim balik ke cabang pusat. Model POS-nya itu seperti itu kira-kira. Ini model POS itu dulu kota-kota kayak Klaten, kota-kota kecil begitu.

Waktu awal-awal di kota kecil itu secara langsung atau bagaimana?

Tidak. Pertama kami punya di kota besar dulu. Medan, Denpasar, Surabaya, Jakarta, pasti ada.

Itu tahun berapa?

Itu tahun 2007 juga. Dulu, Pak Budi G. Sadikin (sekarang Direktur di Bank Mandiri) yang mulai dari sini. Beliau dulu dari Danamon, terus sempat di Adira Quantum, dan dia yang mencetuskan buka cabang. Itu antara 2006-2007. Kebetulan kan beliau pindah, terus ada beberapa pergantian juga. Hanya waktu itu belum difokuskan untuk ekspansi geografis seperti ini, fokusnya hanya buka cabang. Modelnya kayak di motor. Buka cabang itu bagus, penting sekali, cuma kan tidak bisa buka cabang terus. Mahal infrastrukturnya. Sewa dua ruko, harus infrastruktur bandwith bla bla bla, segala macam. Makanya kami ganti sedikit strategi ekspansinya yaitu bukanya dengan POS. Kami bisa buka 200, dengan modal yang mirip-mirip kalau kami harus buka 50 cabang. Jadi kaki dulu. Present, salah satu strateginya adalah distribution expantion. Jadi kami fokus di titik-titik itu. Toko kenal kita dulu deh. Toko sudah kenal Adira dari kakak kami, Adira Motor. Oh, ini benar-benar fokus nih sekarang, mau ada Adira Kredit juga. Kami juga rebranding. Salah satu yang dilakukan adalah ekspansi, rebranding. Dulu kan tidak jelas, Adira Finance, mau financing motor, atau mau financing apa. Ribet. Di mata customer, bingung. Jadi kami benar-benar ganti brand jadi Adira Kredit, khusus untuk pembiayaan.

Kendalanya apa Bu waktu awal? Kan sudah banyak perusahaan sejenis yang eksis duluan? Persaingannya bagaimana?

Saya rasa sih bukan ke arah persaingan ya, waktu 2006-2007. Mungkin, ke arah fokusnya pemegang saham juga, kepada bisnis ini dan sebagainya.

Saya punya kesan, karena sukses di motor, makanya bisa disimpulkan mulai melirik financing produk elektronik ini? Bisa disimpulkan seperti itu?

Bisa. Karena dilihat, segmen ini besar. Bisa diapin lagi nih? Mau ke mana lagi nih? Saya rasa orang-orang seperti Pak Budi, adalah orang-orang bagus semua yang diperbantukan di sini.

Kenapa jatuhnya pilihannya ke Ibu, melihat jadi pimpinan di sini?

Mungkin kalau saya lihat sih, ya karena memang saya mulai ikut dari awal. Saya tahu banget apa yang harus dilakukan 2-3 tahun ke depanlah minimum dari titik itu. Kelihatannya waktu 2009 memang itu cara yang berhasil. Memang, terbukti berhasil lah ya. Jadi secara satu strateginya, dua, juga tentunya implementasinya.

Apa saja program yang sudah diterapkan?

Oke, sebagai Business Management Director, ya satu, saya buka distribution expantion. Jadi ekspansi dari titik ke titik lain. Kedua, itu yang rebranding. Jadi saya pegang produk dan marketing-nya. Di produknya, kami juga ganti pricing, cara penggantian pricing. Pricing itu penting sekali.

Apakah ada masalah waktu masuk di pricing?

Tidak ada standar. Pricing ada, tapi tidak ada standar.

Contohnya bagaimana?

Ya, kami jualan di Surabaya bisa berapa persen, nanti jualan di Jakarta bisa tinggal berapa persen.

Mestinya bagaimana Bu?

Mestinya harus ada standarnya. Misalnya, di Surabaya kita musti pasang rate 30%. Bagaimana bisa 30%, tidak ada standarnya.

Mengenai standarisasi tersebut bagaimana caranya?

Kami runing data, semua profitability by cabang. Kan cabang itu profitability-nya dari penjualan, interest rate-nya, terus ada lost. Pinjaman kan pasti ada lost. Ada cost. Jadi, setiap cabang pasti beda. Setiap produk pasti beda. Itu dulu. Jadi, saya ada tim juga yang bantu. Kami melihat produk, melihat tenor, melihat geografis, melihat cabang, mana yang sebenarnya titik terendah untuk profit. Sebenarnya, pada saat itu fokusnya adalah investasi, tapi tetap harus make money. Enggak bisa investasi melulu, nanti bonyok melulu. Ini investasi pembukaan cabang, tapi yang sedang berjalan, yaitu di cabang-cabang. Yang sudah berjalan kan ada. Kami tetap harus make money, itu tantangannya. Memang pricing itu harus distandarisasi dulu. Jadi kami ganti itu. Tapi tentunya, kepala cabang punya rentang, misalnya minimum 30%, tapi maksimum 45%. Standar mungkin 38% misalnya. Lewat 38% deviasi, misalnya seperti itu. Jadi distandarisasi semua.

Standarisasi itu ditetapkan oleh pusat?

Ya, betul

Lalu apakah di daerah juga diberikan kesempatan untuk ada fleksibilitas tidak?

Makanya, saya bilang tadi ada rentangnya. Kepala cabang bisa menentukan rate yang masih dalam rentang yang ditetapkan perusahaan. Jadi kami tahu, oke, kami note ya untuk weekend ini ada promosi nih dari kantor cabang Jakarta misalnya. Itu semua diatur. Jadi sebenarnya banyak sekali terjadi penataan pada saat itu. Kami tidak merombak sampai bagaimana, cuma memang kalau ditanya tantangannya apa waktu itu, mindset.

Mindset-nya seperti apa Bu?

Begini, Adira Kredit ini berbasis kekeluargaan. Fleksibilitas tinggi sekali. Di Danamon kan perusahaan terbuka (Tbk), dan bank, peraturannya saklek. Kebetulan saya pribadi juga datang dari bank. Jadi, yang kami lihat, yang harus ditata harus ada aturannya semua. Di sini lebih tidak leluasalah ya jadinya. Semua harus ada prosedurnya, buat standarnya. Tapi kami juga adaptasilah. Maksudnya, saya pribadi juga belajar banyak sekali dari sini.

Mind set itu pada waktu itu memang kuat ya?

Cukup kuat ya. Saya rasa itu positifnya. Sifat kekeluargaan itu positif sekali.

Perubahan ini butuh berapa lama?

Lumayanlah, sekarang saja masih berjalan ya, 2-3 tahunlah. Baru mengerti bahwa truck kami ini sekarang bank. Pemegang saham adalah bank. Bank tidak senang, tidak bisa jalan. Memang harus lebih ditekankan seperti itu. Walaupun saya lihat value-value kekeluargaan, kultural, itu sebenarnya bagus. Bagus dalam arti bisa mengikat, tapi negatifnya yang juga kami pelajari selama beberapa tahun ini yaitu, kalau misalnya ada yang berbuat salah, cover up semuanya. Makanya, itu harus didobrak terus. Boleh sayang sama teman, teman salah harus kasih tahu, supaya bisa diperbaiki.

Tantangan lain apa lagi Bu, selain mindset? Mungkin pasar bagaimana Bu potensinya?

Pasar tidak ada masalah.

Sebelum Adira Kredit sebenarnya siapa sih market leader di bidang multifinance yang serupa?

Spektra. Cuma pas saya masuk, diukur-ukur pangsa pasarnya masih gedean Adira. Mereka juga baru sama-sama mulai sepertinya. Spektra itu dari FIF.

Kalau Columbia bagaimana bu?

Columbia itu besar, cuma kami melihat dia itu berbeda mainnya. Karena dia punya barang. Kan Columbia Group itu dia punya barang, terus dia punya financing, Sun Prima. Kalau mau lihat Sun Primanya saja tidak besar, tapi kalau Columbia secara grup, penjualan barang dan sebagainya, ia memang besar. Jadi, kami melihat agak beda. Business model-nya beda, walaupun sama-sama financing barang. Kadang-kadang mereka kan tidak financing laptop. Kalau kami kan kerjasama langsung dengan Toshiba, Acer, dan sebagainya.

Bagaimana pemilihan konsumennya?

Mereka bisa bayar apa tidak. Nah, tahap satu kan tokonya dulu. Karena kami dapat customer-nya dari toko. Begitu kami dapat customer dari toko. Di toko mau cash, bayar cash. Mau kredit, ke tempat kami. Nah, kedua adalah tentunya dari aplikasi kredit, sama dengan aplikasi motor, sama dengan aplikasi kartu kredit, dan sebagainya. Dari situlah kami melakukan survei. Kalau kartu kredit, kan kami cek di BI terus ada utang. Ada scoring, dan sebagainya. Saya dulu di dunia itu, pokoknya canggih lah. Kalau di sini, ya memang harus satu-satu kami lihat. Kalau yang punya gaji, gampang. Kalau pegawai gajian, minta saja slip gaji. Tinggal diautentifikasi slip gajinya dan kami telepon HRD-nya. Benar tidak si calon nasabah ini bekerja di sini. Penghasilannya kira-kira sekian, ya betul. Sudah. It’s easy. Terus kami datangi rumahnya. Oh ternyata benar, berarti nanti kalau macet kan bisa didatangi atau lewat telepon.

Kalau yang paling banyak tantangannya adalah yang wiraswasta. Dan masyarakat Indonesia, banyak sekali wiraswasta. Pegawai malah tidak banyak. Pegawai swasta, PNS, lumayan. Wiraswasta tradisional itu banyak, karena di daerah itu banyak. Kami harus datangi usahanya. Kami lihat, kira-kira bisa bayar tidak. Kadang-kadang yang buka warung, kayak jual siomay yang punya kios (bukan gerobak), kami pantau. Penghasilannya harus ditulis. Misalnya dalam sebulan Rp 5 juta. Kami ke sana, kami pantau, kira-kira jualnya berapa porsi. Satu porsi berapa. Jadi, memang didatangi benar secara fisik. Tapi, kan setelah begini banyak pengalaman, kami kan sudah tahu. Bilang, jual siomay, misalnya pedagang makanan kecil, kami sudah tahu omzetnya berapa, di jalan apa. Lama-lama pasti jauh lebih efisien lah cara kami menilainya.

Kalau approve pakai jangka waktu berapa lama?

Kalau pembelian kedua itu mah 15 menit. Pembelian kedua di toko yang sama misalnya ya. Misalnya Ibu pernah beli di Electronic City, kami tahu, datang lagi. Dulu ambil Rp 5 juta. Ini sudah mau habis nih, tinggal tiga bulan lagi. Sekarang tinggal Rp 3 juta, langsung approve 15 menit. Itu pun kami ada programnya. Kami kasih tahu Ibu, Anda berhak mengambil lagi sekian. Jadi kami lakukan ada pro active selling juga. Kalau yang standar normal dari yang pertama kali, misalnya customer baru paling 2 x 24 jam. Paling lama lima hari. Karena apa? Kadang-kadang jauh, dan ada di pelosok-pelosok.

Pembiayaan terbesar sekarang masih di komputer, Bu?

Ya, tapi sekarang agak menurun. Sebab, pasar komputer-nya juga sedang turun. Semua pindah ke tablet yah. Tahun 2011, porsinya sekitar 49% dari total pembiayaan Adira Kredit. Kategori komputer masih tetap tinggi. Hanya kategori komputer ada yang namanya tablet. Belum kami pisahkan saja.

Total pembiayaan berapa?

Mungkin Rp 2 triliun lebih per November 2012.

Ada kenaikan dari 2011 ke 2012 kira-kira berapa?

Ekspektasinya sih sekitar 10%. Tapi, untuk tahun 2013, target kami lebih tinggi. Kami melakukan konsolidasi juga. Kan kami berkembang banyak. Tadi saya bilang, kami buka hampir 250 POS. Kan tidak semua tempat sukses. Pasti. Enggak mungkin lah semua titik itu sukses. Susah cari orang. Itu satu lagi kendala. Recources susah. Orang ada, tapi kompetensinya kan beda. Dan, dengan buka cepat, berarti kan kami memang pasti akan terjadi kendala seperti itu. Nah, tahun ini kami juga ada konsolidasi sih, dari titik-titik yang tidak terlalu menunjukkan potensi akan bisa grow banyak. Kami konsolidasikan ke kantor cabang terdekatnya.

Melihat potensi market-nya, sebenarnya ini bisa growth berapa lagi?

Kalau saya bilang sih 20-30% harusnya tidak ada masalah.

Apa strategi Adira Kredit ke depan?

Sebelumnya, strategi kami bnar-benar fokus di pengembangan distribusi. Perubahan strateginya adalah kami tidak fokus di pengembangan distribusi lagi. Strateginya adalah, bagaimana mendapatkan hasil yang maksimal dari titik-titik yang sudah ada, 279 titik ini. Kami sudah ada minimum yang harus kami capai. Nah, itu yang sedang kami kerjakan, mulai dari Oktober tahun ini kami akan ubah beberapa bentuk di situ.

Apa saja yang bisa di-share strategi tersebut?

Yang paling pasti adalah kami harus cepat di satu gerai penjualan. Karena tadi saya bilang, kami ada yang survey, ada yang collect, ada yang jual. Tapi tidak ada yang approve di situ. Tidak ada yang memberikan persetujuan kredit langsung. Itu mungkin yang mau kami ubah. Mungkin kami akan taruh orang, tapi dengan cost yang lebih minim. Tidak bisa kayak cabang.

Ada strategi lain lagi yang baru?

Kami akan fokus di 1-2 produk saja. Kami ini memang secara value propotition, dari 2008, tidak pernah fokuskan barang. Adira itu kuatnya di produk apa sih? Kebetulan, paling banyak di komputer, karena memang pasarnya lagi kenceng di komputer. Ticket size besar, sehingga secara volume terlihat besar. Nah, ke depan, kami ingin memulai lebih terarah. Untuk naikin branding juga sih sebenarnya. Saya maunya sih Adira Kredit diingat sebagai pembiayaan nomor satu di mana pun. Mau kulkas kek, TV kek. Tapi sekarang saya tidak mau ngomongin dulu. Masih kami godog produknya, karena harus trendy, harus make money.

Jadi akan lebih difokuskan?

Iya. Ini sih masuk ke dalam strategi komunikasi dan brand building ya.

Kenapa Bu ini difokuskan?

Kalau kami melakukan beberapa survei, kami melihat bahwa orang itu mulai tidak bisa memetakan Adira Kredit di mana. Kami mainnya ada di mana nih? Adira Kredit apa nih? What are we known as. Sebagai apa sih dikenal? Sekarang sih, oh ya pembiayaan elektronik terbesar. Kalau kami fokus ke elektronik-elektronik, benar tidak sih? Itu sih kebutuhan mendasar. Saya mau dobrak lebih. Bisa tidak sih, lebih dari kebutuhan dasar itu. Nanti kami akan pilih, 1-2 produk idola. Anchor product, bahasa saya.

Prinsip ibu dalam memimpin perusahaan?

Jujur, open, jadi openess keterbukaan. Ketiga tegas dalam pengambilan keputusan. Kalau kita plin-plan, di perusahaan seperti ini, luar biasa impact-nya. Hancur! Kalau saya ngomomg A, besok B, kalau memang belum jelas, lebih baik saya bilang tidak tahu, ngomong dulu di depan. Karena memang di sini, masih benar-benar sangat menghormati keputusan atasan. Ya challenge, orang sih tidak masalah. Tapi, harus tegas. Enggak bisa plin-plan deh pokoknya.

Ibu mungkin punya model kepemimpinan yang bisa dijadikan tauladan?

Mungkin berbagai orang itu ada lah ya. Tapi saya pict, yang mungkin saya rasa pas untuk kepribadian saya juga. Tapi kalau soal tegas, dsb ,mungkin bisa dibilang dari papa saya sih. Enggak ada ba bi bu. Pokoknya ini, enggak bisa digerakkan sama sekali. Tapi beralasan. Yang penting itu. Beralasan yang tepat. Jadi bukan mau-mau hati. Itu yang enggak bisa diterima.

Kalau menurut Ibu, Ibu tipikal seperti apa?

Saya harus jujur mengerti diri sendiri ya, saya mungkin orangnya keras. Ini sales knowledge tentang diri saya, saya memang orangnya keras. Tapi di dalam berjalannya waktu, umur, dan posisi, saya rasa itu tidak bisa diterapkan. 100% tidak. Makanya katanya menjadi tegas. Bukan keras. Keras kan beda, ada konotasi egois, semaunya sendiri. Tapi kan kita manusia punya kepribadian, sesuatu sudah ada itu dari situnya. Nah, itu yang saya rasa berjalannya waktu dengan ini, bisa diubah ke arah yang lebih positif dan terpakai. Tidak bisa lah ya keras-kerasnya sendiri. Enggak work out lah di dunia kita sekarang. Kita dunia global kok, dunia sosial.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved