CEO Interview Editor's Choice

Kiat Citilink Menjadi Indonesia Original Brand 2014

Kiat Citilink Menjadi Indonesia Original Brand 2014

Peluncuran Citilink yang merupakan bagian dari Garuda Indonesia Group (GIG), tidak semata-mata membawa kehebatan induknya. Persaingan bisnis penerbangan yang sangat ketat, menuntut GIG harus mampu membuat Citilink siap bersaing dengan pelaku-pelaku yang sudah ada saat melepas Citilink menjadi perusahaan penerbangan tersendiri.

"Arif

“Dalam membangun Citilink, GIG menggunakan bisnis model dengan konsep Low Cost Carrier (LCC). Penentuan konsep ini berdasarkan tingginya persaingan di dunia penerbangan, baik domestik maupun regional, yang tidak mampu dipenuhi oleh Garuda bila dilihat konsep bisnis yang berbeda. Oleh karena itu, pada 30 Juli 2012, Citilink didesain dengan kode penerbangan QG,” ucap Arif Wibowo, CEO PT Citilink Indonesia.

Ketika Citilink resmi berdiri sebagai perusahaan sendiri, Citilink memiliki strategi Megalic Program. Megalic Program merupakan suatu strategi yang mendasarkan diri pada pertumbuhan yang cukup. Citilink yang memiliki model bisnis LCC, jika tidak memiliki volume yang cukup, maka Citilink tidak memiliki unit cost yang rendah, yang menjadi tolok ukur persaingan dengan dengan LCC lainnya.

Berangkat dari hal tersebut, maka pada Megalic Program, Citilink menargetkan untuk memiliki 50 armada pesawat dalam 5 tahun. Dalam artian setiap tahunnya harus memiliki penambahan 10 pesawat. Semua itu dimulai dengan memiliki 9 pesawat, yang dikombinasi dengan 7 pesawat Boeing 737 model dan 2 Airbus 320, pesawat bekas sewaan dari Jepang.

Citilink sendiri sudah merancang target kinerja hingga tahun 2016. Awal tahun Citilink berdiri, diterapkan strategi brand penetration. Pada 2013 menggunakan strategi network expansion. Untuk tahun 2014 sendiri, Citilink menargetkan harus sudah masuk pasar regional, sehingga pada tahun 2015 Citilink menargetkan sudah melakukan initial public offering di lantai bursa.

Citilink-Arif2

Tahun 2016, Citilink ingin menjadi pemimpin di pasar LCC regional. Untuk mencapai semua hal tersebut, Citilink membuat kegiatan eksternal seperti brand activation. Sedangkan untuk internal, Citilink menggunakan 8 pilar. Delapan pilar ini yang mendasari Citilink agar dapat tumbuh dengan cepat dan sehat, serta memiliki substansi bisnis yang dapat dengan cepat meraih market share yang ditargetkan.

Pilar yang pertama adalah people with passion. Di sini Citilink menerapkan kombinasi antara orang-orang yang sudah matang dalam dunia penerbangan dan orang-orang belum pernah bekerja di dunia penerbangan. Sebagian besar orang pada bagian operasional support merupakan orang-orang yang sudah mumpuni sehingga kinerjanya dalam operasional dapat dipercaya. Sedangkan pada bagian marketing, keuangan dan IT, Citilink memilih memilih orang-orang yang belum pernah bekerja di dunia penerbangan.

Pilar kedua, membangun lowest cost mindset. Pada pilar ini, semua elemen dalam Citilink harus memiliki pemikiran bagaimana cara membuat biaya yang paling rendah.

Pilar ketiga, extensive network. Pilar di sini menjelaskan tentang perkembangan yang dingiinkan oleh Citilink yaitu perkembangan yang cepat dan harus besar. Jika volume yang ditargetkan tidak terpenuhi, maka beban biaya per unit menjadi mahal. Oleh karena itu, untuk satu pesawat yang dimiliki Citilink dengan 180 kapasitas, disebarkan pada rute-rute yang benar-benar potensial , sehingga memastikan bahwa rute yang ditempuh merupakan rute yang sehat.

Pilar keempat, shocking brand. Citilink memang bagian dari GIG, tetapi Citilink tidak dapat menyebut diri sebagai anaknya Garuda. Karena Citilink dan Garuda merupakan brand yang berbeda. Segmentasi pasar Citilink sendiri adalah kelas B dan C, berbeda dengan Garuda yang golongan A dan B. Oleh karena itu, semua ide yang digunakan di Citilink harus sesuai dengan segmentasi pasar Citilink. Contohnya adalah dengan menggunakan flash mob – flash mob yang cocok dengan segmentasi B dan C.

Pilar kelima, IT base airlines. Semua hal di Citilink berbasiskan IT. Penggunaan IT ini untuk menyeimbangkan pertumbuhan Citilink sendiri. Pada awal berdiri Citilink memulai dengan 9 armada pesawat dan pada akhir 2012 sudah berkembang menjadi 21 armada. Oleh karena itu diperlukan penyeimbang antara kanal distribusi dan pertumbuhan kapasitas produksi.

Kanal distribusi seperti travel agen, Alfamart, Indomart, Carrefour, dan PT Pos Indonesia semua proses dilakukan dengan berbasiskan IT. Untuk kanal distribusi sendiri, Citilink memiliki 4.500 travel agent, 10 ribu Alfamart, 10 ribu Indomart. Selain itu, basis IT juga digunakan untuk mengontrol semua titik Citilink, jumlah penerbangan pilot, dan penjualan Citilink.

Pilar keenam, accelerate income yang menyusun pendapatan tambahan Citilink di luar pendapatan tiket, seperti kelebihan bagasi, sales on board, dll.

Pilar ketujuh, operational excellence. Pada poin ini menekankan nilai yan Citilink tawarkan seperti selain simple, dan juga ontime. Citilink masuk dengan mengambil jalan tengah dengan menawarkan better fly, bukan hanya everyone can fly. Citilink hadir dengan menawarkan penawaran yang lebih baik dan teapt waktu.

Pilar kedelapan, target yang ditetapkan Citilink untuk memiliki 50 pesawat dalam 5 tahun.

Oleh karena itu, Citilink harus memiliki volume yang cukup, market yang cukup, sehingga Citilink dapat memiliki unit cost yang bagus dan dapat memberikan harga pasar yang bagus juga.

Dari sisi eksternal, Citilink benar-benar mengetahui segmentasi yang dituju. Selain itu, Citilink juga menyebarkan armada pada rute-rute yang tepat. Citilink juga tidak melupakan kanal distribusi yang tepat serta cara mengkomuikasi produk Citilink secara tepat sasaran. Melakukan penyebaran armada yang cepat bukan merupakan hal yang mudah dilakukan.

Pada 2012 Citilink mampu mengangkut 2,8 juta penumpang. Pada 2013, 5,34 juta penumpang diterbangkan oleh Citilink. Untuk tahun 2014, penerbangan yang baru memasuki usia kedua ini menargetkan untuk menerbangkan 8,2 juta penumbang. Sampai Juni 2014, Citilink sudah mengangkut 3,2 juta penumpang. Pertumbuhan ini semakin menguatkan posisi Citilink dalam model bisnis LCC.

Keinginan Citilink untuk melakukan ekspansi di rute regional sedikit tertunda di tahun 2014 ini. Penerbangan yang sudah memiliki 22 rute penerbangan ini, memilih untuk terlebih dahulu menguatkan posisi di pasar domestik dengan membidik bandara Halim sebagai opsi tambahan di Jakarta.

Kini Citilink memiliki dua opsi untuk daerah Jakarta, yaitu di Cengkareng dan Halim. Cengkareng yang memiliki 40 penerbangan sehari saat ini, ditargetkan untuk memiliki di atas 100 penerbangan di akhir tahun. Sedangkan untuk Halim, akan menambahkan penerbangan dari 17 penerbangan menjadi 70 penerbangan dalam sehari di penghujung 2014. Sehingga, total target penerbangan Citilink di akhir tahun 2014 dapat mencapai 200 penerbangan tiap harinya, meningkat dari 165 total penerbangan Citilink saat ini. Sedangkan untuk rute, Citilink akan menambah menjadi 40 rute di 25 kota. Berbagai cara ditempuh Citilink untuk berkembang, terutama dalam hal pemilihan cara komunikasi dengan kanal distribusi.

Media sosial dipilih Citilink untuk menguatkan brandnya seperti Facebook, Twitter, dan Instagram. Media Twitter bahkan digunakan Citilink sebagai penyalur keluhan terhadap Citilink. Citilink juga tidak lupa menggunakan Youtube yang dijadikan Citilink TV. Melalui Citilink TV tersebut, Citilink dapat memasukkan 40 video dalm satu tahun. Salah satu video yang paling popular adalah video lamaran di udara. Cara ini sebagai salah satu bentuk brand activation yang dilakukan Citilink. Cara unik lain yang digunakan Citilink adalah pemberian alunan suara pantun jika membuka website Citilink.

Cara tradisioanl juga tidak ditinggalkan Citilink. Strategi hybrid seperti travel agen tetap dilakukan untuk menguatkan brand di beberapa titik. Keberadaan travel agent menjadi penyebab tingginya pertumbuhan Citilink di 22 rute yang dimiliki saat ini. Travel agent digunakan Citilink untuk menguasai di luar kota Jakarta dan Surabaya yang lebih suka melakukan transaksi secara tunai baik melalui Alfamart, Indomart,maupun mesin ATM. Pengguna Citilink tersebut lebih memilih melakukan pencarian informasi secara online, tetapi pembayaran tetap dilakukan secara offline. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved