CEO Interview

Kuntoro Mangkusubroto: “Authentic Leader Makin Banyak dengan Makin Sehatnya Demokrasi”

Kuntoro Mangkusubroto: “Authentic Leader Makin Banyak dengan Makin Sehatnya Demokrasi”

Rasanya cukup sulit mencari orang dengan rekam jejak kepemimpinan begitu padat seperti sudah dijalani Kuntoro Mangkusubroto. Baik di lingkup korporasi maupun jabatan pemerintahan.

Di dunia korporasi, lelaki kelahiran Purwokerto, Jawa Tengah, 14 Maret 1947 ini sudah pernah menjabat Dirut PT Tambang Batubara Bukit Asam, Dirut PT Timah, dan Dirut PLN. Sementara jabatan pemerintahan, Doktor Ilmu Teknik ini pernah menjabat Staf Ahli Menmud UP3DN, Dirjen Pertambangan Umum, hingga Menteri Pertambangan di dua kabinet (Kabinet Pembangunan VII dan Kabinet Reformasi Pembangunan).

Kuntoro Mangkusubroto

Kuntoro Mangkusubroto

Namun sesungguhnya, nama Kuntoro menonjol terutama karena perannya sebagai Kepala Badan Pelaksana Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias (2005). Maklum, di sini ia harus memimpin suatu badan yang sama sekali baru dan mengatasi masalah yang baru pula, yakni merehabilitasi dampak megabencana Tsunami pada 2005. Tugas BRR pun amat berat karena harus menjalankan manajemen megaproyek yang mengelola banyak kemitraan dengan berbagai lembaga donatur dari luar negeri dan mengelola dana yang amat besar. Seperti sudah kita saksikan, tugas memimpin BRR ini cukup berhasil dilakoninya.

Kepemimpinan Kuntoro juga tampak jelas ketika menjadi Kepala Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) di Kabinet Indonesia Bersatu II. Di sini Kuntoro memimpin jenis tugas yang baru, yakni memonitor kinerja dan kemajuan lembaga kementerian dan lembaga pemerintah lainnya, serta menyinergikan peran mereka. Presiden SBY cukup terbantu dengan peran UKP4 dalam mengontrol kinerja kementerian, dan lembaga baru ini pun cukup disegani para anggota kabinet.

Sarjana Teknik Industri ITB (1972) dan Master Enjiniring Sipil dari Stanford University (1977) ini, kini dipercaya sebagai Ketua Dewan (Chairman) Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB.

Pada 18 April 2016, wartawan SWA Aulia Dhetira memperoleh waktu wawancara khusus dengan Guru Besar ITB ini, di Gedung Graha Irama, Kuningan, Jakarta. Berikut petikan wawancaranya:

Bagaimana rasanya menjadi seorang pemimpin? Apa yang memunculkan sikap kepemimpinan Anda yang tampaknya tergolong otentik?

Anda menyebut saya sebagai leader mungkin karena saya memimpin rekonstruksi Aceh, dan 20 tahun yang lalu memimpin restrukturisasi PT Timah. Saya juga pernah jadi Menteri Pertambangan, dan pernah menjabat Kepala UKP4. Apakah itu membuat saya qualified untuk disebut sebagai seorang leader? Saya sendiri melihat itu hanyalah panggilan tugas dan pertanggungjawaban saya kepada bangsa Indonesia. Gagahnya seperti itu. Jadi sama sekali tidak ada pretensi bahwa saya ini pantas disebut leader apalagi authentic leader.

Menurut Anda idealnya seorang authentic leader itu seperti apa?

Menurut bahasa Inggris authentic itu artinya unik. Sesuatu yang berbeda penanganannya sehingga menjadi unik, orisinal, dan tidak ada sebelumnya. Memang, hampir tidak ada persoalan besar yang sama dengan pendahulunya, seperti bencana Tsunami di Aceh. Itu kan tidak terjadi setiap tahun. Lalu lembaga seperti UKP4 itu sebelumnya tidak ada dan sekarang juga sudah tidak ada lagi, hanya di zamannya Presiden Yudhoyono. Apakah persoalan itu otentik? Tentu saja ya.

Kuntoro Mangkusubroto

Kuntoro Mangkusubroto

Kalau definisinya seperti itu, sebetulnya untuk menjadi authentic leader, pertama seseorang harus bisa memahami persoalan baru. Kedua, dia harus siap mencari dan mengembangkan metode solusi masalah yang baru. Begitu ukuran permasalahan besar, maka dia harus bisa melupakan cara-cara terdahulu atau yang pernah dilakukan oleh orang lain. Mereka juga harus mampu menyistemasikan cara baru tersebut dalam sebuah upaya untuk mencapai keberhasilan.

Siapa contoh yang pantas dimasukkan sebagai authentic leader?

Misalnya, kalau di Indonesia di bidang bisnis itu di sektor perbankan ada Robby Djohan. Dia saya anggap berhasil sebagai authentic leader. Cara dia menangani Bank Niaga saat menjadi dirut itu berbeda dari para pendahulunya. Dia banyak melahirkan cara baru untuk menjawab tantangan saat itu. Dia merestrukturisasi Bank Niaga, sehingga tidak hanya mampu memberikan keuntungan besar pada bank, tetapi juga mampu menangani nasabah dengan cara yang berbeda dari yang lain.

Kalau dilihat tahun-tahun sebelumnya juga termasuk Ali Sadikin. Sampai sekarang dia dikenang sebagai peletak manajemen kota terutama DKI, dan dia menjadi bapak berbagai hal baru yang kita kenal. Lalu juga ada Hoegeng di bidang kepolisian.

Kalau di zaman sekarang, yang bisa disebut sebagai authentic leader bisa dilihat dari tantangannya, tetapi belum bisa dilihat akan berhasil atau tidak. Misalnya, Presiden Jokowi yang menghadapi berbagai tantangan seperti perubahan iklim, pembangunan sektor energi, dan lain-lain.

Akankah jumlah authentic leader makin banyak di zaman sekarang?

Kalau di generasi sekarang bisa banyak sekali. Karena sekarang ini adalah zaman terbuka dan orang bisa melakukan pendekatan baru di sektor-sektor yang dulu tertutup. Contohnya ada Tri Mumpuni, menurut saya, dia adalah seorang authentic leader karena dia mampu merintis pengembangan listrik di perdesaan dengan teknik hidro. Saya percaya masih banyak lagi yang seperti itu. Nadiem Makarim misalnya, dia membuat sesuatu yang unik, yakni penggunaan TI untuk layanan ojek. Jadi sangat banyak calon authentic leader muda saat ini. Persoalannya, kita belum bisa melihat ujung jalannya bakal bagaimana. Kalau Ali Sadikin sudah selesai dan berhasil, begitu pula Hoegeng. Paling tidak mereka membawa sesuatu yang baru.

Lalu apa yang dibutuhkan para pemimpin muda ini agar bisa menjadi authentic leader?

Be authentic. Yakni dengan melupakan cara-cara masa lalu, pelajari persoalan baru yang dihadapi saat ini, dan cari metode baru dengan alat baru yang dikembangkan sendiri. Semua pendekatan masa lalu jangan dipakai karena tidak ada gunanya. Kalau baca buku otobiografi orang itu memang bagus karena mereka berhasil menaklukkan tantangan masa lalu. Namun, buat generasi sekarang ambil hikmahnya saja. Jadi jangan jadikan cara mereka sebagai suatu instrumen yang akan digunakan saat ini.

Untuk menumbuhkan authentic leader lebih banyak, apa yang mesti dilakukan?

Dibuka dulu persoalan yang ada, lalu berikan kesempatan kepada generasi penerus untuk menyolusi persoalan. Justru ini yang diperlukan, yakni semaksimal mungkin diberikan ruang berpartisipasi bagi mereka yang ingin menyelesaikan masalah. Sebab solusi masalah bukan monopoli pemerintah. Solusi masalah itu ada di masyarakat. Itulah yang memunculkan pemimpin seperti Tri Rismaharini (Surabaya), Ridwan Kamil (Bandung), dan Suyoto (Bojonegoro).

Semua orang kalau dikasih tantangan pasti terpanggil dan akan muncul sendiri. Jangan ditutupi. Ini adalah produk demokrasi. Pada waktu zaman Pak Harto susah sekali melihat pemimpin baru, karena pemimpin muncul dari corong yang diatur pemerintah. Kalau tidak ada demokrasi, orang seperti Risma tidak akan menjadi wali kota, Ridwan Kamil juga tetap saja jadi dosen atau pengusaha. Jumlah authentic leader akan semakin banyak dengan semakin sehatnya demokrasi. Jadi demokrasi harus ditata dengan baik.

Di dunia bisnis, akankah membutuhkan lebih banyak authentic leader?

Ini adalah zaman perubahan setiap saat. Pemimpin perusahaan kalau cara berpikirnya tidak menggunakan kerangka yang saya bilang tadi, dia akan mati. Sekarang kita lihat Kodak, sudah tidak ada, karena pemimpinnya tidak bisa menjawab tantangan zamannya. Sepuluh tahun yang lalu kita belum mendengar gaungnya Samsung, sekarang jadi tren. Di tahun 1950-an pemikiran yang mematikan itu datangnya 10 tahun sekali. Sebelum tahun 1950-an, perubahan itu datangnya 20 hingga 30 tahun sekali. Sekarang perubahan signifikan terjadi setiap tahun. Jadi kalau kita membuat sesuatu sekarang dan tahun depan tidak siap lagi, pasti akan mati, dan semakin ke depan akan semakin cepat.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved