CEO Interview Editor's Choice

Semakin Banyak Perusahaan yang Masuk Klub Rp 1 Triliun

Semakin Banyak Perusahaan yang Masuk Klub Rp 1 Triliun

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam beberapa tahun terakhir, dibarengi dengan stabilitas politik yang menunjang, maka Produk Domestik Bruto (GDP) Indonesia pun sudah melewati inflection point, sehingga sudah masuk kategori consuming middle class. Semakin tumbuhnya middle class berarti tingkat konsumsi masyarakat Indonesia pun naik.

Bisnis yang berbasis konsumen bisa menikmati pertumbuhan di atas 15% per tahun. Karena itu, bisnis yang terkait dengan pertumbuhan konsumen akan semakin banyak yang mencapai omset di atas Rp 1 triliun. Bisnis apa saja yang bergerak cepat? Seberapa besar potensinya? Rangga Wiraspati mewawancarai Julianto Sidarto, Country Managing Director PT Accenture Indonesia. Berikut wawancaranya:

Bagaimana pendapat Anda mengenai dinamika bisnis di Indonesia dalam kurun waktu 3-5 terakhir?

Saya pikir pertumbuhan bisnis di Indonesia tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi yang bagus dalam kurun waktu 3-5 tahun ke belakang. Banyak pihak excited terhadap di Indonesia karena pertumbuhan GDP (gross domestic product) yang bagus, populasi yang sangat muda, dan juga faktor lain seperti leap frog dalam bidang teknologi. Penyerapan teknologi seperti penggunaan internet dan alat komunikasi sangat tinggi di berbagai lapisan masyarakat Indonesia.

Dalam kurun waktu tersebut kondisi politik Indonesia cukup stabil, sehingga invesment grade meningkat dan banyak investor asing pun tertarik. Investasi pada infrastruktur cukup tinggi, yang berakibat pada meningkatnya produktivitas. Meski pengembangan infrastruktur kurang cepat, namun produktivitas terus tumbuh. Contohnya pengembangan airport, yang membuat flow barang dan jasa serta manusia terus mengalir.

Biasanya pada daerah yang infrastrukturnya berkembang, GDP-nya pun naik, bahkan melebihi rata-rata pertumbuhan nasional. Pertumbuhan industri manufaktur dan jasa bisa mencapai double digit. Angkatan kerja masyarakat Indonesia masih bisa berkembang jauh, karena masih sangat muda. Dengan majunya infrastruktur, maka produktivitas per individu pun akan naik. Naiknya pendapatan penduduk maka kebutuhan mereka pun berkembang dari sekedar memenuhi kebutuhan dasar. GDP Indonesia sudah melewati inflection point, sehingga sudah masuk kategori consuming middle class. Semakin tumbuhnya middle class berarti tingkat konsumsi masyarakat Indonesia pun naik.

Modal utama Indonesia ada dua, yaitu sumber daya manusia dan sumber daya alam yang melimpah. Maka, bisnis yang akan berkembang cepat di Indonesia adalah bisnis yang berhubungan dengan kedua hal tersebut. Rata-rata bisnis yang berbasis konsumen bisa mencatat pertumbuhan 15% ke atas setiap tahunnya dalam 3-5 tahun terakhir. Maka, industri yang berhubungan dengan pertumbuhan konsumen akan berpeluang untuk menembus omset per tahun di atas satu triliun rupiah, baik itu ritel, perbankan, consumer goods, sampai entertainment. Ditaksir sekitar 4-5% dari angka GDP Indonesia itu berasal dari konsumsi domestik, sangat dominan.

Posisi utang Indonesia pun tidak sampai 24% dari GDP, sehingga keadaan finansial di negeri ini bisa dibilang stabil. Investor asing pun mudah untuk mengalirkan uang ke Indonesia, sebab kriterianya sederhana, investment grade atau tidak. Credit rating di Indonesia masih masuk ke dalam invesment grade. Pertumbuhan FDI (foreign direct invesment) sampai saat ini bisa mencapai 20-30%. Meski masih banyak kekurangan pada iklim investasi, seperti masalah kepastian hukum, namun secara umum kondisi finansial Indonesia cukup bagus.

Kabarnya makin banyak perusahaan yang masuk dalam skala omset di atas Rp 1 triliun? Benarkah?

Menurut saya benar, karena jika sebuah perusahaan tumbuh dengan rate 20% ke atas dalam setahun, maka industri penyokongnya pun turut tumbuh. Kita ambil tolak ukur perusahaan-perusahaan yang sudah go public. Misalnya industri otomotif, yang juga berbasis konsumen. Ketika bisnisnya berkembang, maka industri komponen di sekitarnya pun turut berkembang. Ada efek multiplier, misalnya ketika ada pabrik buka di suatu tempat maka di sekitarnya akan berkembang industri makanan, ritel, dan sebagainya.

Siapa saja yang mereka ketahui atau dalam daftar mereka yang non public?

Terus terang saya tidak hapal mana perusahaan yang sudah go public atau belum, tetapi mudahnya kita coba perhatikan produk-produk consumer goods yang ada di ritel-ritel, bisa Nestle, Orang Tua, Heinz ABC. Omset satu triliun rupiah saja sudah pasti lewat, mungkin kita berbicara puluhan triliun rupiah. Alfamart pasti sudah jauh di atas satu triliun omsetnya, mengingat outlet mereka yang kurang lebih sudah ada 7.000. Atau misalnya Djarum, yang tidak go public, omsetnya pasti sudah puluhan triliun rupiah. Semua yang consumer goods atau ritel, saya pikir sudah di atas satu triliun omsetnya. Perusahaan-perusahaan agrobisnis baik yang besar maupun medium saya rasa juga sudah mencapai angka itu. Kita juga bisa melihat anak-anak usaha dari perusahaan besar yang sangat berbasis konsumen, seperti asuransi misalnya. Semakin orang punya uang lebih dan bisa beli mobil, ia akan menjadi konsumen dari produk asuransi kendaraan dan asuransi jiwa. Asuransi memang penetrasi pasarnya masih kecil di Indonesia, tetapi potensi pertumbuhannya saya pikir cukup tinggi.

Kenapa mereka bisa membesar?

Yang paling utama tentu permintaan bagi sektor-sektor tersebut ada.

Pola pertumbuhan apa yang umumnya mereka pilih?

Logikanya, mereka pasti melihat pasarnya ada di mana terlebih dulu. Semakin besar, mereka semakin melihat karakteristik target pasarnya dan juga positioning dari brand/perusahaan itu sendiri. Strategi pengembangan produk, strategi pemasaran, dan lainnya tentu akan mengikuti faktor-faktor di lapangan. Jika perusahaan ingin menyasar beragam segmen, ia akan menggunakan brand atau perusahaan yang berbeda-beda, supaya konsumen tidak kebingungan. Jadi langkahnya adalah, perusahaan menetapkan strategi pemasaran, kemudian mengidentifikasi tempat di mana produknya cepat tumbuh atau diserap konsumen. Patokannya bisa dari area yang infrastrukturnya sedang dikembangkan, karena di area itu ekonomi akan turut tumbuh. Hal itu krusial bagi penempatan produk suatu perusahaan. Hal lainnya adalah kesiapan perusahaan dalam mengantisipasi pertumbuhan skala bisnis. Artinya, perusahaan mempertimbangkan pengelolaan keuangan, pengembangan SDM, dan penempatan produk yang sesuai dengan target pasarnya.

Apa saran buat mereka agar bisnis makin besar dan kuat?

Karena saat ini permintaan sedang tinggi, seringkali perusahaan jadi kemaruk, harus mengejar omset terus. Pesannya, jangan lupa untuk investasi pada membangun fondasi di dalam perusahaan (keuangan, SDM), karena pada satu titik pertumbuhan, perusahaan akan mengalami stagnasi atau banyak masalah karena fungsi kontrol yang mulai hilang.

Investasi dan strategi pertumbuhan apa yang harusnya dilakukan?

Pada umumnya, setiap perusahaan mempunyai sistem dan proses tertentu untuk skala bisnisnya. Ketika sedang bertumbuh, di satu fase perusahaan tidak bisa memakai cara-cara lama lagi untuk mengelola bisnisnya. Organisasi perusahaan harus beradaptasi dengan perubahan skala bisnis perusahaan. Para pemilik perusahaan yang mempunyai visi ke depan pada suatu fase akan berinvestasi pada perbaikan sistem, proses bisnis, dan organisasi perusahaannya. Mereka perlu membangun fondasi baru untuk perusahaannya agar bisa berkembang lebih banyak lagi. Secara sederhana, supaya perusahaan bisa tumbuh dengan berkesinambungan, ia perlu menerapkan cara-cara manajemen baru yang disesuaikan dengan skala bisnisnya.

Perubahan cara pengelolaan itu bisa sebagai investasi juga, misalnya penerapan digitalisasi dan pengembangan SDM. Saat bisnis sedang tumbuh, perusahaan tidak boleh lupa untuk melakukan pembenahan supporting system di dalam, jangan hanya berfokus pada ekspansi. Perusahaan juga perlu memperhatikan tren baru pemakaian teknologi digital pada alat komunikasi di masyarakat. Selain itu, perusahaan juga perlu mempertimbangkan bidang apa yang bisa dikerjakan sendiri dan bidang apa yang bisa dikerjakan bersama mitra. Ke depannya, industri yang berbasis konsumen sangat perlu memperhatikan penerapan digital marketing dan pemanfaatan media sosial dalam memasarkan produknya.

Perusahaan perlu menimbang apa yang akan terjadi dalam jangka waktu lima tahun ke depan, misalnya. Karena seringkali perkembangan teknologi terjadi lebih cepat daripada perkiraan kita. Contohnya, saat ini penetrasi mobile phone sudah mencapai 80% pada segmen domestik/household, mungkin 3-5 tahun lalu tak ada yang menduga. Infrastruktur teknologi komunikasi dan informasi pun berkembang cepat. Lagipula, kami juga melihat karakteristik orang Indonesia yang suka terkoneksi (connected).


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved