CSR Corner

Jazz Gunung ke-4 Hadir Meriahkan Bromo

Jazz Gunung ke-4 Hadir Meriahkan Bromo

Konsep pagelaran musik jazz berpanggung gunung akan kembali digelar oleh Jazz Gunung atas dukungan dari PT Bank Central Asia Tbk (BCA). Pagelaran musik ini merupakan lanjutan dari pagelaran-pagelaran sebelumnya yang sudah diselenggarakan dari tahun 2009, 2010, 2011 hingga sekarang 2012. Acaranya sendiri akan diadakan di kawasan Gunung Bromo, pada 6-7 Juli 2012.

Selain berisi festival musik jazz kolaborasi berbagai musisi dan seniman, acara Jazz Gunung 2012 juga menampilkan Pameran Keramik Ahadiat Joedawinata yang bertema ‘Signature’. Pameran keramik tersebut dibuka pada 6 Juli 2012, di Galeri Java Banana, Bromo.

Henry Koenaifi, Direktur BCA dalam sambutan tertulisnya, menyebutkan, dukungan pada Jazz Gunung 2012 merupakan komitmen dan bentuk implementasi program Bakti BCA dalam upaya mendorong perkembangan seni budaya dan pariwisata tanah air.

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Jazz Gunung kali ini diselenggarakan selama 2 hari. Musisi dan seniman yang dihadirkan juga dinilai cukup berkelas seperti Tompi,Glenn Fredly, Ring Fire Project feat Djaduk Ferianto, Dewa Budjana, Slamet Gundono, Iga Mawarni, Benny dan Barry Likumahua, Kelompok Seni Darmawangi, Gondho Jazz Trio, Muchi Choir Yogyakarta, serta pembawa acara Butet Kartaredjasa.

Sigit Pramono, salah satu penggagas Jazz Gunung, menyatakan bahwa Bromo adalah satu tempat eksotis selain 2B lainnya di Indonesia yaitu Bali dan Borobudur. “Konsep pagelaran musik ini sangat unik, karena dilandasi oleh dua hal. Pertama, para musisi jazz ini akan bermain di ketinggian 2000 meter di atas permukaan air laut, kawasan Gunung Bromo. Seperti yang kita tahu, Bromo merupakan salah satu tempat terindah untuk melihat matahari terbit. Tempat ini merupakan tempat wisata gunung terindah ketiga di dunia. Konsep kedua, kami akan memunculkan nuansa etnik. Seniman-seniman yang kami datangkan akan membawa keunikan masing-masing dari kesenian lokal mereka,” ujarnya.

Sigit menambahkan, upaya ini merupakan suatu bentuk rebranding terhadap pariwisata lokal, khususnya area Bromo, di tengah adanya krisis saat ini. “Kalau yang datang, asumsikan 1000 orang saja, sedangkan kapasitas hotel di Bromo 500 (tiap kamar 2 orang), belum lagi jika hotel penuh, maka pengunjung akan mencari homestay-homestay di area Jawa Timer, entah itu di Surabaya, Pasuruan, Banyuwangi, dan lain-lain. Tentunya hal tersebut akan sangat menggerakkan perekonomian domestik mereka di sana,” jelas mantan Direktur Utama Bank BNI itu.

“Bromo merupakan salah satu obyek wisata terindah untuk melihat matahari terbit. Untuk tahun ini kami menargetkan peningkatan jumlah penonton dari 1000 orang menjadi 1.300 penonton per harinya,” imbuh Sigit. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved