CSR Corner

KJSA 2019 Ajak Anak Lebih Kreatif dan Inovatif di Era Digital

KJSA 2019 Ajak Anak Lebih Kreatif dan Inovatif di Era Digital
Diskusi dalam rangka menuju Kalbe Junior Scientist Award (KJSA) 2019

Laporan Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum) 2018 menyebutkan, 65% anak yang sekarang duduk di bangku SD, nantinya akan bekerja di bidang yang hari ini bahkan belum ada. Dalam upaya menjawab perubahan ini, diadakan eiskusi untuk mendukung kegiatan Kalbe Junior Scientist Award (KJSA) yang diselenggarakan setiap tahun sejak 2011.

Indra Charismiadji, Pengamat dan Praktisi Pendidikan dan Sains dalam diskusi bertajuk “Sains Digital Dari dan Untuk Anak Indonesia” mengungkapkan, hanya 35% pekerjaan yang masih tersisa, 65% dituntut untuk jadi pencipta kerja, bukan pencari kerja.

KJSA tahun ini mengambil tema KJSA 2019 Goes Digital, merupakan lomba karya sains untuk siswa SD dan SMP se-Indonesia dengan misi agar anak-anak Indonesia sejak awal terekspos dengan inovasi dan pola pikir kreatif. “Kunci untuk memenangkan persaingan adalah inovasi. Dan inovasi baru berjalan bila banyak inovator,” ujar Pre Agusta, Direktur R&D Grup Kalbe (06/09/2019).

Di tahun kesembilan ini, KJSA mengangkat tema digital, yang memang sedang hangat-hangatnya. “Digital berarti dua hal. Yakni cara berpikir misalnya dengan big data dan algoritma, dan alatnya misalnya dengan internet dan gawai,” tutur Pre.

Selama ini, masyarakat Indonesia lebih banyak menjadi konsumen teknologi, belum menjadi inovator atau pencipta. Terlebih pada anak, gawai masih lebih banyak digunakan untuk bermain ketimbang menciptakan. Seandainya anak tergerak untuk menciptakan inovasi dalam bidang digital di usia muda, bisa dibayangkan apa yang mampu diciptakannya kelak di masa depan.

Inovasi sesungguhnya tidak harus sesuatu yang betul-betul baru dan belum pernah diciptakan. “Contohnya ojek; sejak dulu sudah ada. Tapi Gojek bisa dianggap sebagai sebuah inovasi. Yang berubah hanya cara memanggil ojek,” terang Indra.

Ia melanjutkan, keilmuan bukan hanya sains. Kini dikenal istilah STEAM: science, technology, engineering, art, math. “Hasil belajar dari STEAM yakni anak punya nalar yang baik; menciptakan adalah kemampuan manusia yang paling tinggi,” tegasnya. Selain itu, ada empat kecakapan abad 21 yang harus dimiliki anak-anak di masa depan: berpikir kritis, berkolaborasi, berkomunikasi, dan kreatif.

Kreativitas adalah bagian penting dalam inovasi, dan ini sudah mengalir dalam darah bangsa Indonesia. Terlihat dari kebudayaan nenek moyang kita seperti rumah adat dan taria yang luar biasa. Namun begitu kita mengenal konsep sekolah formal, kita mulai berpikir seragam. Bahkan anak-anak Indonesia menggambar hal yang sama: dua gunung dengan matahari mengintip, dan jalan diapit sawah.

“Kita harapkan anak-anak bisa berpikir kreatif dan inovatif. Dengan demikian, mereka bisa menghasilkan barang-barang yang bermanfaat untuk masyarakat,” sambung Pre. Inovasi baru disebut inovatif bila bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, sehingga membuat kehidupan lebih baik, nyaman, dan sejahtera.

Misalnya temuan salah satu peserta KJSA terdahulu, Sajadah Detektor Shalat. Penemunya terinspirasi dari pengalaman neneknya, yang suka lupa sudah berapa rakaat yang dijalaninya saat shalat. Hanya dengan perangkat sederhana, sajadah ini bisa mendeteksi gerakan sujud, lalu menampilkan rakaat. “Tahun ini kita coba perbanyak temuan di bidang digital. Tidak harus canggih sekali, yang penting cara berpikirnya,” imbuh Pre.

Bebaskan anak berpikir kreatif Jangan kira anak-anak tidak bisa menciptakan inovasi dalam bidang digital. Ada Muhammad Hafizh Bayhaqi (12 tahun), pembuat aplikasi Good Math. “Aku suka matematika, tapi banyak anak gak suka. Jadi aku bikin aplikasi yang menyenangkan supaya mereka senang belajar,” ujar Hafizh, yang memutuskan untuk home schooling sejak kelas 3 SD.

Total sudah tiga aplikasi yang diciptakannya dan bisa dipergunakan secara luas. Awalnya Hafizh menciptakan gim berhitung Quiz Matematika, yang kemudian dikembangkan menjadi Good Math. Juga ada Puzzle Kartini, “Isinya Kartini-Kartini zaman now seperti ibu Susi Pudjiastuti.” Hafizh juga menciptakan Pintar Online, platform e-learning untuk website sekolah.

Hafizh memutuskan untuk berhenti sekolah formal dan beralih ke home schooling karena merasa pengajaran di sekolah tidak memfasilitasi kebutuhan dan keinginannya untuk belajar. Pelajaran di sekokah terlalu diatur, tidak sesuai dengan yang diinginkannya.

Sir Ken Robinson menyatakan: sekolah membunuh kreativitas. Indra menanggapi, “Hafizh bisa menjadi pencipta mungkin karena home schooling. Kalau tetap di sekolah formal mungkin tidak begitu karena dijejali ulangan dan bimbel terus,”ujarnya.

Indra menyayangkan, orang tua kerap berilusi bisa mengontrol dan membatasi ruang gerak anak. “Kita merasa bahwa dengan membangun pagar, anak tidak akan melompatinya. Padahal kebanyakan anak akan cari jalan lain untuk melompati pagar. Kalau kita bisa mengajarkan anak cerdas memilah mana yang baik dan mana yang tidak, hasilnya akan luar biasa, daripada membangun pagar,” tuturnya. Pada dasarnya, anak bisa diarahkan untuk menjadi inovator. “Bangkitkan rasa ingin tahunya, dan keinginannya untuk memecahkan masalah. Beri mereka tantangan,” tandas Indra.

Misalnya anak suka bermain gim, ini bisa menjadi pintu masuk. Beri tantangan untuk membuat gim seperti yang dimainkannya. Dengan tantangan, bisa muncul rasa ingin tahu.

Ada banyak pemrograman yang bisa digunakan anak, misalnya Scratch. “Saat mereka menemukan keasyikan, mereka akan kecanduan yang produktif. Jadi sebetulnya tinggal menggeser saja. Dari yang sekadar pengguna, sekarang jadi pencipta. Kuncinya di orangtua,” papar Indra. Ingat 5C: curiosity, challenge, creativity, candu, dan cerdas.

Di KJSA, apresiasi yang diberikan tidak hanya berupa uang, tapi juga penghargaan. “Yang utama adalah ekspos untuk bertemu me teri, presiden, dan tokoh idola mereka, sehingga timbul kebanggaan. Kita ingin mendorong kesenangan dan potensi anak untuk berinovasi,” ucap Pre. Tidak hanya untuk anak, apresiasi juga diberikan kepada pembimbing dan sekolah. “Kami yakin pembimbing yang bagus akan melahirkan anak yang hebat,” tambahnya.

KJSA bisa diikuti secara perorangan oleh siswa/i kelas 4-6 SD dan kelas 7-9 SMP. Karya sains yang didaftarkan bidang IPA dan teknologi terapan, baik yang sudah jadi maupun rancangan karya yang bisa direalisasikan.

Editor: Eva Martha Rahayu

wwww.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved