CSR Corner

Peran BCA Memajukan Wisata Gunung Kidul

(ke-2 dari kiri) Inge Setiawati, Vice President Corporate Social Responsibility BCA dan Yudan Hermawan, Ketua Karang Taruna Desa Bejiharjo Gunung Kidul.

Jalan-jalan ke Yogyakarta belum lengkap rasanya jika belum berkunjung ke kawasan Gunung Kidul. Dulu, daerah ini dipandang sebelah mata karena tandus, kekeringan, sehingga banyak pengangguran dan kemiskinan. Namun, kondisi sekarang berubah 360 derajad. Bagaimana bisa?

Adalah kerja sama Pemda Gunung Kidul, instansi terkait dan pihak ketiga yang peduli dengan kemajuan wilayah Gunung Kidul. Salah satunya, peran PT Bank Central Asia Tbk. (BCA) dalam menghidupkan potensi wisata alam di daerah tersebut.

Kepedulian BCA dalam pengembangan pariwisata tak lepas dari upaya mendukung pemerintah dalam mencapai target 20 juta wisman di tahun 2019. Apalagi Presiden Joko Widodo menetapkan pariwisata sebagai sektor andalan (leading sector), yang wajib didukung oleh seluruh Kementerian.

Pariwisata menjadi andalan dalam meningkatkan devisa negara, karena pertumbuhannya terus meningkat. Lihat saja, tahun 2015 kontribusi devisa pariwisata mencapai Rp144 triliun, tahun 2016 sebesar Rp172 triliun, tahun 2017 menjadi Rp 200 triliun, tahun 208 diperkirakan Rp223 triliun dan tahun 2019 ditargetkan Rp280 triliun.

Lantas, mengapa yang dipilih BCA wisata Gunung Kidul? “Sebenarnya Desa Binaan Bakti BCA bukan hanya Gunung Kidul, ada beberapa daerah lain. Bakti BCA adalah payung program pelaksanaan CSR di BCA yang mengintegrasikan kepentingan pengembangan masyarakat sejalan dengan kepentingan bisnis, sehingga keduanya saling bersinergi,” jelas Inge Setiawati, Vice President Corporate Social Responsibility BCA.

Di Yogyakarta, desa binaan BCA ada tiga, yaitu Desa Wirawisata Goa Pindul (Gunung Kidul), Desa Pentingsari sera Desa Wukirsari.

Menurut Inge, selain Yogyakarta, Desa Binaan Bakti BCA adalah Desa Gemah Sumilir (Pekalongan), Dusun Kopi Sirap-Gunung Kelir (Semarang), Desa Tamansari (Banyuwangi), Desa Tinggan (Bali), Desa Peramun (Belitung Barat), Deas Kreatif Terong (Belitung Barat), Gunong Lumut (Belitung Timur), Kampung Adat Minangkabau Sijunjung (Sumatera Barat) dan Desa Silokek (Sumatera Barat).

Selain itu, kebetulan salah satu Komisaris BCA, Cyrillus Harinowo, paham betul wilayah Gunung Kidul dan Jawa Tengah umumnya. “Sebab saya asalnya juga daerah ini dan saya sering melakukan perjalanan di Yogyakarta dan sekitarnya. Beberapa lokasi di Yogyakarta mirip dengan wisata di Lombok, bahkan Amerika Serikat,” ujar Cyrillus di sela acara Kafe BCA on the Road di Yogyakarta (24/9/2018).

Kecintaan Cyrillus terhadap pariwisata Gunung Kidul pun berhasil ditulis dalam tiga artikel. “Perjalanan pertama saya ke Gunung Kidul bulan April 2004 saya tulis artikel berjudul ‘Dusun Jati dan Anggaran Pembangunan’. Lalu, perjalanan kedua Maret 2010 melahirkan artikel berjudul ‘Monterrey di Gunung Kidul’. Perjalanan ketiga dari Wonosari ke Wonogiri tercipta tulisan ‘Eromoko dan Pariwisata Domestik’. Yang terakhir tulisan saya berjudul ‘Desa Wisata Goa Pindul,” jelas ekonom yang juga mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, itu.

Menurut Cyrillus, Monterrey adalah kota di Pantai Barat Amerika Serikatyng memiliki keindahan alam dengan jalan berkelok-kelok turun naik mengikuti kontur daerah pegunungan tersebut. “Ini mirip dengan perjalanan menyusuri Pegunungan Sewu dari Imogiri da Kabupaten Bantul, Yogakarta menuju Panggang di Gunung Kidul,” ungkapnya.

Diakui Cyrillus, berbeda dengan Monterrey yang maju, daerah Pegunungan Sewu relatif belum berkembang. Tapi, perbedaan itu bukanlah sesuatu yang harus melahirkan belas kasihan. Perbedaan itu, justru melahirkan kesempatan untuk mengembangan daerah itu seperti Monterrey.

Apalagi, saat ini industri pariwisata Gunung Kidul mengalami lonjakan signifikan. Tahun 2011, jumlah wisatawan tercatat 500 ribu orang, dan saat ini (2018) sudah melesat di angka 3 juta. Tentu saja, prestasi ini tak luput dari peran BCA yang membantu mengembangkan industri wisata di Goa Pindul.

Komisaris BCA, Cyrillus Harinowo (kanan) saat berbincang dalam Kafe BCA on the road

“Potensi alam Gunung Kidul benar-benar luar biasa,” puji Cyrillus. Ada 13 situs geopark yang masuk jaringan geopark Gunungsewu dan telah ditetapkan UNESCO. Yang sangat popular saat ini adalah “model Pantai Kuta” seperti Baron, Kukup, Indrayanti, dan sebagainya.

Sebaliknya, yang masih perlu dikembangkan potensi wisatanya adalah “model Nusa dua” atau bahkan “model Nihiwatu”. Untuk itu, perlu disiapkan master plan.

Keberadaan pembangunan New Yogyakarta International Airport diperkirakan Cyrillus akan mendongkrak jumlah wisman secara drastis. Wisman ditargetkan akan meningkat 2 juta lebih, sehingga yang berkunjung ke Gunung Kidul juga akan melonjak tajam.

Berkumpul di Wirawisata, pengunjung siap diantar ke Goa Pindul dengan colt terbuka

BCA Memoles Gunung Kidul

Salah satu obyek wisata di Gunung Kidul yang menarik adalah Goa Pindul. Goa ini dapat dikatakan merupakan prospek desa wisata dan penyangga ekonomi utama di Desa Bejiharjo pada khususnya dan di Yogyakarta pada umumnya.

Desa ini berpenduduk lebih dari 16.000 orang dan merupakan desa berpenduduk terbanyak di Kecamatan Karangmojo. Sebagian besar merupakan petani, namun banyak pula yang menjadi pengrajin, PNS, maupun berwiraswasta. Desa ini terdiri atas 20 dusun. Dengan luas wilayah 2.200,94 hektar di mana 25% merupakan hutan negara, Desa Bejiharjo merupakan desa terbesar di Kecamatan Karangmojo

Goa Pindul ini unik karena di dalam goa terdapat sungai yang dapat dilintasi. Jadi, beda dengan goa kebanyakan yang kering di bagian bawah.Panjang goa ini 350 meter dan lebar 5 meter. Selain menyusuri Goa Pindul pengunjung dapat menyusuri sungai Oyo, fasilitas outbound dan homestay.

Sebelum dijadikan tempat wisata, Goa Pindul dulunya dipakai untuk memandikan sapi. Tapi, sekarang geliat ekonomi di daerah itu sangat meningkat. Warga sekitar diberdayakan menjadi pemandu wisata dan kualitas yang sesuai SOP Dinas Pariwisata dan kuliner.

Gagasan menjadikan Goa Pindul sebagai obyek wisata mencuat tahun 2011. Idenya dari pemuda setempat ketika bertemu dengan warga sekitar Goa Pindul. Setelah dirundingkan warga setempat, mereka sepakat memperbaiki kawasan Goa Pindul dan mengkomersialkan. Atas dasar itulah Karang Taruna Desa Bejiharjo menjadi pengelola Goa Pindul.

Cyrillus Harinowo, Komisaris Independen BCA, menyebut bahwa pembinaan dan dukungan BCA di Goa Pindol antara lain pemasangan mesin Electronic Data Capture (EDC), kemudahan pembayaran melalui Flazz, kartu debit dan kartu kredit, training dan soft skill manajemen pariwisata. Selain itu, membangun fasilitas toilet, joglo pengunjung, sarana parkir, serta pendopo.

Menyusuri aliran sungai di Goa Pindul dengan ban karet

Pelatihan soft skill antara lain pengelolaan keuangan, wisata digital marketing, kepemimpinan, layanan prima, standar layanan, pengelolaan dan penyajian makanan, plus team building.

BCA juga aktif mendukung aktivitas Karang Taruna Gelaran II, antara lain ke sekolah PAUD (berupa buku pelajaran, seragam), serta perlengkapan gamelan.

“Peran BCA sangat penting dalam pengembangan wisatawan di Goa Pindul dan sampai sekarang masih membina kami, “ ujar Yudan Hermawan, Ketua Karang Taruna Desa Bejiharjo Gunung Kidul.

Obyek wisata Teras Kaca di Gunung Kiduludan bercerita, jika dulu banyak warga yang merantau, kini setelah wisata Goa Pindul maju, mereka pulang kampung ikut membangun desa. Ibu-ibunya juga diberdayakan memasak untuk kuliner pengunjung jika tidak musim bertani. Maklum, daerah yang gersang ini tidak hanya mengandalkan pertanian yang kurang hasilnya, tapi juga pariwisata. Sementara anak-anak muda banyak yang jadi pemadu wisata.

Saat ini, ada 200 pemuda dan 40 ibu-ibu PKK yang mengelola Goa Pindul. “Saya sekitar 1 tahun terakhir ikut jadi pemandu wisata Gao Pindul. Dulunya pernah merantau ke Jakarta. Tapi, sekarang kerja di sini saja, lumayan sekitar Rp200 ribu sehari jika ramai pengunjung,” jelas Agus, pemuda di Desa Bejiharjo, Gunung Kidul.

Yudan mengungkapkan, animo pengunjung Goa Pindul meningkat dari waktu ke waktu. Sebagai gambaran, tahun pertama beroperasi (2011) omzet yang dibukukan Rp 75 juta per tahun.

Lalu, tahun 2012 BCA masuk membina Goa Pindul. Hasilnya? “Pengelolaan Goa Pindul menjadi makin baik dengan binaan BCA. Tahun 2012-2013 omzet meningkat Rp350 juta,” ujar Yudan.

Tahun 2013, pelayanan Goa Pindul tak hanya susur sungai saja, melainkan juga homestay, kuliner, serta penyewaan jeep. “Kami akan selalu mencari yang baru agar turis tidak bosan, sehingga datang bisa berkali kali,” kata Yudan.

Hebatnya, tahun 2013-2015, omzet yang dicetak Goa Pindul melonjak drastis Rp 1,5 miliar. Bahkan, tahun 2016-2017, omzetnya menjadi di atas Rp 2 miliar. Selain Goa Pindul, Desa Pentingsari di lereng Gunung Merapi, Sleman, Yogyakarta dibina BCA sejak tahun 2014. Pendampingan BCA antara lain membangun kantor sekretariat desa, membangun joglo, rumah produksi para ibu membuat makanan ringan, perangkat gamelan, pengembangn sarana dan homestay. Juga, pelatihan komunikasi, branding & online marketing, kepemimpinan, plus digital marketing.

Sementara itu, di Desa Wukirsari (rintisan batik tulis dan membuat wayang), BCA membina sejak tahun 2015. Pendampingan yang diakukan di antaranya keterampilan SDM, branding & online marketing , studi banding layanan jasa wisata, training pengelolaan desa wisata, serta donasi membangun atap ruang pertunjukan wayang.

“Potensi pengembangan Gunung Kidul seperti Nusa Dua Bali atau Lombok Selatan menjadi sangat mungkin terjadi. Saya yakin, Bupati Gunung Kidul memahami potensi daerahnya,” ujar Cyrillus. Dia menyarankan, pengembangan infrastruktur lebih lanjut, seperti jaringan listrik dan sumber air bersih harus ditingkatkan. Demikian juga pengembangan jalan dan gencar promosi wisata. Jika hal itu dilakukan, maka menjadikan Gunung Kidul sebagai Monterrey Indonesia adalah keniscayaan.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved