Editor's Choice

Ahmad Fajar, Menjadikan Bank Sakit Menjadi Sehat dan Siap Dijual

Ahmad Fajar, Menjadikan Bank Sakit Menjadi Sehat dan Siap Dijual

Ahmad Fajar mengawali karier di Bank Bumi Daya, hingga merger menjadi Bank Mandiri. Ketika menjadi Head of Fixed Income Bank Mandiri, Dirut Bank Mandiri (ketika itu) Agus Martowardoyo, menugaskannya untuk bergabung dengan Bank Century, yang kini berubah menjadi Bank Mutiara.

Bankir yang satu ini menghadapi problem yang banyak di Bank Century, mulai dari persoalan keuangan, hukum, hingga permasalahan pengambilan keputusan. Dengan kondisi seperti itu, ia meraasa tertantang untuk menjadikan bank yang sakit menjadi bank yang sehat, dan sekarang siap untuk dijual. Bagaimana lika-liku pembenahan di Bank Mutiara? Berikut penuturan Ahmad Fajar kepada Radito Wicaksono:

Bagaimana perjalanan karier Anda hingga menjadi seorang CFO? Dan apa background pendidikannya?

Saya lulus S1 dari Institut Pertanian Bogor, Jurusan Ekonomi Pertanian pada tahun 1988. Kemudian saya meraih Magister Manajemendari Universitas Padjadjaran pada tahun 2000. Sebelum bertugas di Bank Mutiara, saya mengawali karier saya di Bank Bumi Daya, dari tahun 1989-2000. Kemudian di Bank Mandiri dari tahun 2000-2008. Baru di tahun 2008- saat ini saya bertugas sebagai CFO di Bank Mutiara.

Jadi karier awal saya dimulai di tahun 1989, di Bank Bumi Daya. Waktu itu saya berada di Divisi Planning. Mengapa saya pilih divisi tersebut? Karena disana saya bisa melihat secara helicopter view bagaimana cara mengelola perusahaan. Selain itu, di divis tersebut pun saya jadi bisa tahu bagaimana cara berpikir direksi itu bagaimana. Untuk itu, saya lebih memilih untuk bergabung dengan divisi tersebut dahulu, ketimbang di divisi lainnya. Baru setelah itu saya jadi bisa ke operasional atau ke divisi lainnya. Dari sana, saya direkrut dari jadi dealer treasury atau dealer valas internasional. Dengan berbekal view saya, maka ditugaskanlah saya disana.

Tidak lama kemudian, saya sempat bersekolah, dan kemudian Bank Bumi Daya merger menjadi Bank Mandiri. Dan saya bergabung di sana, terakhir menjadi head fixed income, levelnya vice president posisi tersebut.

Dan tahun 2008, tiba-tiba saja, malam hari saat itu, saya ditugaskan oleh Pak Agus (Agus Martowardojo), untuk menjadi Direktur di Bank Century waktu itu, yang kemudian kami rebranding menjadi Bank Mutiara. Ketika menjadi Bank Mutiara itulah lantas saya ditunjuk sebagai CFO, membawahi keuangan dan treasury. Jadi, saat itu saya mendapatkan penugasan dan penunjukan untuk bertugas di Bank Century yang kemudian menjadi Bank Mutiara ini, oleh Bank Mandiri.

Sejauh ini prestasi apa yang dia raih sebagai CFO? Apa saja terobosan-terobosan yang telah dilakukannya sebagai CFO?

Masuk dan bertugas di bank yang sedang krisis, merupakan tantangan tersendiri saat saya bergabung dengan Bank Century. Karena saya pernah merasakan hal serupa, ketika di Bank Tiara pada tahun 1998, kemudian tahun 2002 pernah juga ikut due the diligence di BII, jadi saya pernah bertemu dengan persoalan-persoalan bank yang bermacam-macam.

Kemudian, ketika masuk ke Bank Century, ternyata problemnya lengkap. Dari persoalan keuangan, hukum, hingga permasalahan pengambilan keputusan. Dengan kondisi sepert itu, menjadikan sebuah tantangan bagi saya, bahwasannya menjadikan bank yang sakit menjadi bank yang sehat, dan sekarang siap untuk dijual.

Terobosan yang saya lakukan antara lain, pertama dan yang paling mendasar adalah, bagaimana caranya agar likuiditas tercukupi. Caranya dengan meyakinkan nasabah. Kemudian, kami memiliki relationship yang bagus, dimana 90% kepala cabang kami adalah wanita, jadi relationship–nya bagus. Selain itu, kami juga menggunakan cara melalui public relationship, dengan cara mendekatkan diri dengan wartawan. Meski belum mampu ber-iklan, tapi kami meniru caranya Bank Mandiri, yang selalu keluar, berkomunikasi dengan wartawan-wartawan.

Kemudian, yang kedua adalah kami harus mampu menciptakan laba dari modal yang diberi dari LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Caranya, yang pertama adalah recovery asset, kurang lebih 40% asset kami sudah bisa di–recover, sehingga sudah bisa menjadi laba. Kemudian yang berikutnya adalah melakukan laba dari operating income, jadi laba dari operasional. Operasional inilah yang kami lakukan mencari kredit dengan high yield dan bagaimana menekan efisiensi biaya, seperti biaya lembur, biaya rutin, dan sebagainya. Serta yang berikutnya adalah melakukan efisiensi operasional. Operasional dicabang itu tidak perlu banyak orang, tapi kami sentralisir.

Prestasi-prestasi yang saya pernah dapatkan antara lain, sebagai Peserta Terbaik I Program Sekolah Staf dan Pimpinan Bank (SESPIBANK) Angkatan 42, Terpilih Sebagai Profesional Muda : Bersih, Transparan dan Profesional (BTP) dari KADIN Pusat, Peserta Terbaik ke-2 Seleksi Calon Pejabat Bank Bumi Daya.

Apa dampak signifikan dari terobosan yang dilakukannya itu terhadap kinerja perusahaan?

Sekarang aset kami sudah tiga kali lipat. Dari yang sebelumnya (tahun 2008) Rp 5,5 triliun, saat ini sudah mencapai Rp 15,5 triliun. Dana pihak ketiga dan kredit juga hampir tiga kali lipat. Dan laba, rata-rata mencapai diatas Rp 200 miliar per tahun. Dan yang pasti, bank ini sudah berubah dari bank sakit menjadi bank sehat.

Seperti apa saja tantangan yang dihadapi dalam mengelola keuangan perusahaan, dan bagaimana solusinya?

Tantangannya adalah Bank Mutiara ini karena di bail-out oleh LPS hanya 8% dari modal, permodalan kami terbatas. Jadi, kami harus lebih kreatif, bagaimana kami bisa mendapatkan modal yang cash. Caranya dengan menerbitkan sub-ordinated loan, kemudian yang kedua kami bisa juga menciptakan modal organic yang berasal dari penjualan aset-aset tetap. Kami ubah dari capital expenditure menjadi operational expenditure.

Sebagai CFO, bagaimana kontribusi dia untuk turut serta mendorong perusahaan mampu memberikan nilai tambah kekayaan kepada para pemegang saham/investor?

Justru peran CFO yang sangat penting adalah bagaimana menciptakan value, bagaimana kami bisa memupuk modal, salah satunya dengan cara sub-oridinated loan tadi itu.Kemudian melakukan recovery-recovery aset supaya modalnya bertambah. Dan yang ketiga adalah, bagaimana kami berupaya menciptakan laba yang cukup tinggi.

Jadi value yang diciptakan tidak hanya angka, tapi Bank Mutiara ini sudah mampu menarik para investor untuk masuk. Dengan cara yang pertama adalah kami harus memiliki keunggulan tersendiri, misalkan, kami cukup unggul di forex terutama bank notes. Kedua, kami memiliki nasabah-nasabah retail yang cukup banyak, meski IT kami masih terbatas. Ketiga, kami sudah bekerja sama dengan bank-bank besar, seperti Bank Mandiri maupun BCA, terutama untuk jaringan ATM–nya, sehingga kartu Mutiara bisa dipergunakan di semua ATM dan merchant. Dengan demikian, value calon investor tidak hanya melihat dari sisi value secara finansial saja, melainkan ada value lainnya. Salah satunya, kami tahun ini sudah memperkenalkan kredit mikro. Dari situ, kami sudah menciptakan value of franchising, dan itu sangat penting.

Menurut Anda, ke depan apa yang seharusnya dilakukan para CFO agar mampu membuat kinerja perusahaannya kinclong terus?

Untuk jadi CFO yang baik, menurut saya pertama adalah harus memiliki determinasi. Saya selalu mencontoh Sir Alex Ferguson ketika melatih Manchester United. Dia bisa sukses dan sustain karena determinasinya yang cukup tinggi kepada tim, detail pun tinggi. Kedua, harus punya visi. Tidak hanya berpikir bertahan, tetapi juga berpikir menyerang. Maka dari itu Alex Ferguson sukses dari awal sampai pensiun. Ketiga, harus konsisten. Dengan konsistensi, kita sudah menetapkan rules, kita harus jaga baik-baik dan kira harus jadi role model.

Apa obsesi dan cita-cita Anda ke depannya?

Obsesi saya tidak muluk-muluk, saya hanya ingin jadi banker yang dipercaya, sehingga selalu dapat menyelesaikan amanat-amanat yang diberikan. Jadi, saya sangat suka dengan tantangan-tantangan. Selagi masih ada tantangan yang lebih bagus, hal tersebut menjadi oppourtunity bagi saya. Dan hal tersebut, by product, kalau kita lakukan secara ikhlas, kalau niatnya untuk ibadah, Tuhan pasti berikan.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved