Editor's Choice Youngster Inc. Entrepreneur

Ambisi Khafidz Nasrullah Wujudkan KAA sebagai Produsen the Best Essential Oil Dunia

Ambisi Khafidz Nasrullah Wujudkan KAA sebagai Produsen the Best Essential Oil Dunia

Khafidz Nasrullah, wirausahawan asal Kendal berhasil memenangi kompetisi Wirausaha Muda Mandiri 2012 kategori mahasiswa. Bisnisnya jelas mahal, penyulingan minyak atsiri. dengan bendera Kendal Agro Atsiri (KAA) Orang yang pesimis akan menilai, Khafidz yang lahir di Kendal, 11 Maret 1989 ini sukses karena kepepet kemiskinan keluarga. Bermodal pinjaman Rp500.000, putra ke-3 pasangan Mistam dan Suriyah ini membuka angkringan selama tiga tahun di seputar UGM. Ketika angkringannya terpaksa tutup, ia menemukan “emas di belakang rumah sendiri”, yakni guguran daun cengkeh di desanya. Berikut wawancara Rangga Wiraspati dengan Khafidz Nasrullah, pendiri KAA itu:

Khafidz Nasrullah

Bagaimana cerita Anda membangun bisnis minyak atsiri? Ceritakan gambaran bisnisnya?

Saya baru memperhatikan bahwa banyak pohon cengkeh di sekitar rumah saya. Desa saya itu dikelilingi kebun cengkeh. Ada banyak daun yang tidak dimanfaatkan. Ternyata ada sebuah penyulingan minyak atsiri dari daun cengkeh di desa saya. Saya tanya pada pemiliknya, “Pak, minyak cengkeh ini dijual ke mana?”

“Pokoknya Mas, setiap saya jual, ke mana pun, pasti laku,” jawab si pemilik.

Ini memberi ide pada saya. Saya ingin buka usaha kecil-kecilan yang menyuling minyak dari daun cengkeh.Mula-mula, saya bikin proposal dulu. Saya sudah punya konsep. Hitung punya hitung, biaya yang dibutuhkan agar bisa punya unit penyulingan sendiri rupanya sampai Rp 80 juta. Padahal waktu itu masih tahun 2010. Saya tahu, perjuangan akan berat. Saya sendiri hanya bermodal sedikit pengetahuan.saya memberanikan diri bertemu seorang teman dan mengusulkan proposal usaha ini. Dia setuju. Tapi, belum sempat membangun, teman saya ini mau menikah. Dia pun tak bisa menyumbangkan uangnya. Saya cari-cari orang terus sampai ketemu orang ke-9 yang bersedia mendanai. Sebetulnya, saya bertemu dia di jalan pada awalnya. Tapi, dia percaya karena saya pernah mengelola angkringan. Kebetulan sama seperti saya, dia seorang mahasiswa juga. Teman saya ini pun mengucurkan dana pelan-pelan sampai mencapai Rp 80 juta. Untuk mrmulai usaha ini, saya memutuskan cuti kuliah. Prinsip saya, usaha minyak cengkeh jalan dulu meskipun pelan-pelan. Mulanya, saya dan teman hanya memproduksi 500 kilogram minyak cengkeh tiap bulan. Hanya satu rangkaian proses sehari. Minyak ini dijual ke pengepul.Berjalan setahun, usaha ini ternyata menguntungkan. Dalam tempo setahun itu, BEP sudah dicapai. Dan sebenarnya, pangsa pasar minyak cengkeh secara keseluruha masih bagus.Setelah setahun itu, ternyata teman menghadapi masalah. Dia butuh uang. Untung usaha kami sudah capai BEP dulu. Maka, teman tinggal menarik 50% dari modal Rp 80 juta yang disetornya. Karena dia sudah tarik modal, usaha tersebut jadi milik saya sendiri

Saat itu, usaha minyak cengkeh ini belum saya namai. Sepeninggal teman, saya keliling Jawa dulu. Saya menemukan, ternyata minyak atsiri punya pangsa pasar yang besar. Tak hanya di dalam negeri. Di lingkup internasional juga besar. Maka, saya mencoba cari perusahaan pengolah minyak cengkeh lewat internet. Eksportir saya cari juga. Saya hubungi satu per satu lewat telepon. Lalu saya mendapat tiga perusahaan yang mau menampung minyak cengkeh saya. Ada perusahaan Jogja, ada juga Jakarta.

Kendal Agro Atsiri memproduksi minyak atsiri dari daun cengkeh. Saya belum punya kebun cengkeh sendiri. Lahannya dimiliki masyarakat. Jadi, saya masih mengambil bahan baku dari mereka. Sementara itu, lahan cengkeh terluas masih milik perkebunan. Yang jelas, tahun 2013, usaha berkonsentrasi pada minyak cengkeh.Selain minyak cengkeh, saya pernah membuat minyak nilam. Minyak nilam punya harga jual bagus, sampai Rp 140 juta per kilogram. Untuk produksi minyak nilam, saya punya lahan kecil satu hektare. Tapi, produktivitasnya belum ajeg. Ini PR berikutnya.

Minyak atsiri yang saya hasilkan masih merupakan bahan mentah. Jadi, saya menjualnya ke perusahaan. Tidak bisa ke pembeli perorangan (end user). Harus ke perusahaan yang punya mesin untuk mengolah kembali. Saya melobi perusahaan-perusahaan. Pada awalnya saya sering ditolak. Sebagian besar menolak karena kuantitas produksi saya masih kecil. Mereka ingin beli 5-10 ton tiap bulan, bukan hanya 2-3 kuintal. Saya tidak bisa mundur,karena masih ada beberapa perusahaan yang mau.Hingga kini, Kendal Agro Atsiri memasok produk ke tiga perusahaan dalam negeri. Selain itu, saya mengekspor ke satu perusahaan kosmetik dan obat asal Swiss juga.Kini, penyulingan bisa memproduksi 50 kilogram minyak cengkeh per hari. Dalam sehari, saya bisa melakukan 2-3 rangkaian penyulingan. Karena saya punya dua unit penyulingan sekarang. Jadi, dalam sebulan, produksi mencapai 1,5 ton. Semuanya terserap pasar. Saya menjualnya setiap dua minggu setelah produksi.Tahun 2012, Kendal Agro Atsiri menghasilkan 0,5-1 ton minyak cengkeh tiap bulan. Saya mengirim secara ajeg ke Swiss. Satu perusahaan kosmetik dan obat di mancanegara bisa membutuhkan 5 ton minyak cengkeh per bulan. Ternyata banyak sekali, padahal saya baru bisa memenuhi 10%-nya saja. Tambahan lagi, saya mengekspor pada musim kemarau saja. Pasalnya, menurut standar perusahaan asing, mutu minyak atsiri menurun selama musim penghujan.Ekspor saat ini masih sedikit, yaitu 40%. Sementara ini, penyerapan dalam negeri mencapai 60%. Artinya, kapasitas ekspor sangat mungkin ditingkatkan.

Saya menemui persaingan yang kurang sehat dengan sesama penyuling. Ada saling iri. Dulu saya pernah menerima macam-macam ancaman.Yang cukup menarik adalah pengalaman ikut ajang Wirausaha Muda Mandiri (WMM) 2011. Sampai di tingkat pemda, saya mendapat pertanyaan dari dewan juri, “Kalau Anda terpaksa meninggalkan usaha untuk pergi ke luar negeri, apa yang akan Anda lakukan?” Memang benar, waktu itu, hanya saya yang menjalankan usaha ini. Ternyata di sinilah kekurangan saya. Saya tidak punya tim. Saya kecewa juga waktu menyadari ini.

Pada 2012 lalu, omzet saya mencapai Rp 2 miliar dalam setahun. Soal omzet ini, saya menargetkan peningkatan sampai Rp 1 miliar per bulan pada tahun ini.Saya punya tim inti beranggotakan lima karyawan. Mereka dibagi-bagi untuk mengurusi manajemen, keuangan, produksi, lapangan, dan transportasi. Selain tim inti, saya punya 450 pekerja yang terlibat dalam rangkaian proses penyulingan, termasuk penyapu daun cengkeh. Saya sendiri lebih banyak mengembangkan usaha. Cari investor, cari pasar, bertemu buyer, dan semacamnya.

Mengapa bisnis Anda bisa sukses? Apa kuncinya?

Bagi saya, banyak orang yang terjun di agribisnis, apalagi di desa asal saya dan di Kendal, sehingga bisnis yang saya jalankan bukanlah sebuah sektor baru. Untuk membuat bisnis sukses tentunya kita perlu mempunyai pengetahuan mendalam tentang bisnis yang dijalankan dan juga rancangan pengembangan bisnis yang terukur. Bagi saya, tidak cukup barang hanya laku, tetapi kita tidak tahu barang kita laku oleh siapa. Jadi pemahaman bisnis luar-dalam hulu dan hilir wajib hukumnya. Kemudian kecepatan untuk bertindak langsung sangat menentukan dalam bisnis saya. Selain itu, saya harus bisa luwes, artinya saya harus berkomunikasi lancar dengan siapapun demi mendapatkan masukan tentang bisnis dan juga membuka akses terhadap informasi-informasi dunia bisnis. Untuk memasarkan produk, saya meminimalkan penggunaan telepon dan e-mail dalam bernegosiasi, walaupun sangat membantu. Sebisa mungkin saya berhadapan langsung dengan calon klien/pembeli, agar saya dapat membaca apa yang dimau dari lawan bicara saya. Ibaratnya strategi pemasaran saya door-to-door karena saya menemui langsung calon pembeli. Dari pertemuan yang tidak hanya satu kali, saya bisa meraba ‘chemistry’antara saya dan lawan bicara. Untuk ekspor ke Jerman dan Swiss pun saya bertemu orangnya, jadi saya kirim produk dulu kemudian mereka saya undang datang ke Indonesia. Berdasarkan pengalaman, jika saya bernegosiasi melalui telepon atau e-mail, banyak miskomunikasinya.

Bagi saya teknologi hanya sebagai penunjang dalam berkomunikasi, bukan sebagai alat pokok. Bagi saya membina hubungan dengan pembeli seperti saya membina para pengumpul daun cengkeh. Jadi saya menganggap mereka bagian dari keluarga, tanpa mereka bisnis saya tidak berjalan. Mempunyai hubungan emosional yang kuat dengan pembeli penting sekali. Sama ketika saya ingin membeli daun cengkeh dari para pengumpul, meski ada yang menawar mereka dengan margin 100% tetap saja mereka memilih saya, walaupun margin yang saya tawarkan sangat tipis. Terkadang saya membantu para pengumpul daun cengkeh untuk masalah pribadi seperti kesehatan keluarga misalnya. Supaya bisnis saya sukses, saya perlu menyejahterakan masyarakat penunjang bisnis saya dulu, bukan saya dulu yang sejahtera.

Apa pelajaran bisnis yang Anda petik pada masa awal, pertengahan, sampai pertumbuhan bisnis saat ini?

Kesulitan bisnis yang saya hadapi pada masa awal adalah pemasaran dan manajemen SDM. Untuk pemasaran, saya bisa mencari solusi secara otodidak melalui literatur dan praktek. Sementara itu, mengelola SDM lebih sulit, apalagi banyak karyawan saya yang lulusan SD bahkan tidak tamat SD. Secara perlahan, saya membangun kultur manajemen produksi dengan mereka. Jadi, ada karyawan yang hanya lulusan SD saya jadikan Manajer Produksi. Memang untuk mengkomunikasikan gagasan kepada karyawan yang jenjang pendidikannya lebih rendah membutuhkan bahasa yang sederhana. Ibaratnya, saya memberitahukan bahwa antara pemimpin dan karyawan saling ketergantungan, jika saya bangkrut, mereka pun kehilangan lapangan kerja. Dalam membangun kultur perusahaan yang profesional, prinsip saya adalah saya tidak bisa bersentuhan langsung dengan konsumen, saya hanya berhubungan langsung untuk rekan bisnis dan karyawan saya.

Jika saya meladeni langsung konsumen, maka seterusnya akan seperti itu. Lebih baik saya mendelegasikan tugas kepada karyawan yang saya tunjuk sebagai manajer, sehingga karyawan juga belajar mengenai pembagian tugas. Membangun pola pembagian tugas di perusahaan saya membutuhkan waktu 40 hari sampai dua bulan. Sementara itu, untuk menilai pola pembagian tugas itu sudah berjalan dengan baik atau tidak membutuhkan waktu kira-kira enam bulan. Pelajaran mengenai pentingnya budaya profesional di perusahaan itu saya petik ketika usaha sudah memasuki tahun kedua. Jika mengingat masa awal membangun usaha, bagi saya semangat pantang menyerah sudah tidak bisa ditawar lagi. Saya tidak berharap bahwa Kendal Agro Atsiri akan meraup banyak untung, untuk bisa bertahan tidak bangkrut sudah menjadi pembelajaran besar bagi saya. Ketika bisnis mulai tumbuh, fokus saya menguatkan kapasitas SDM supaya mereka bisa berintegrasi ke kultur profesionalisme yang sedang saya bangun. Untuk pengembangan bisnis, mulai tahun ini saya berfokus pada penambahan kapasitas produksi, dan untuk tahun depan saya mulai mengembangkan varian minyak atsiri.

Apa yang perlu dilakukan sehingga usaha Anda mempunyai sistem?

Pertama kita harus punya visi/tujuan kongkret. Saya sendiri punya mimpi agar Kendal Agro Atsiri bisa menjadi produsen minyak atsiri yang esensial di dunia, jadi tidak sekedar pengekspor, namun kami juga dicari oleh dunia. Ketika mimpi itu tampak bisa diraih, kita jadi mempunyai semangat, dan sistem di perusahaan akan terbentuk dengan khas sesuai kepemimpinan kita. Dalam kasus Kendal Agro Atsiri, setelah memahami kultur kerja profesional dalam waktu enam bulan, karyawan masuk ke kantor lebih awal.

Sebenarnya saya memberlakukan jam kerja mulai pukul 07.00, karena satu proses penyulingan memakan waktu 5-6 jam, mereka menyadari pentingnya meningkatkan produktivitas kerja, yang berpengaruh pada peningkatan produksi. Ketika mereka sudah mulai satu ritme dengan visi perusahaan, mereka saat ini masuk kantor pukul 05.00. Untuk meningkatkan kapasitas SDM, saya sering mengajak karyawan untuk studi banding ke beberapa perusahaan milik teman saya yang sudah terbilang sukses. Di situ saya bebaskan karyawan saya untuk bertanya seputar bisnis kepada teman saya atau para karyawannya. Orang desa memang lebih mengerti jika dicontohkan praktek langsung, dibandingkan mendengarkan penjelasan teoritis. Selain itu, saya juga menyediakan alat produksi berkapasitas kurang lebih 30 kg bagi karyawan untuk bereksperimen. Jadi saya membuatkan mereka laboratorium mini supaya mereka dapat leluasa bereksperimen dalam membuat minyak atsiri.

Bagaimana agar bisnis Anda bisa berkelanjutan dan melembaga?

Agar bisnis bisa tetap berjalan saya selalu menoleh ke masyarakat sekitar saya, artinya saya ingin membuat ibu-ibu penyapu dan pengumpul daun cengkeh, yang kehidupannya bergantung pada usaha saya untuk selalu bisa tersenyum. Mereka adalah motivasi utama saya, sehingga saya keukeuh agar perusahaan ini terus maju dan berkembang. Ketika kultur manajemen Kendal Agro Atsiri mulai terbentuk dan sistem manajemen mulai rapi, saya bergerak untuk mencari investor. Saat ini sudah ada dua investor yang tertarik. Untungnya saya berhasil memenangi ajang Wirausaha Muda Mandiri 2012 untuk kategori mahasiswa, sehingga masyarakat dan pelaku usaha semakin tahu akan keberadaan saya. Setelah ajang WMM 2012, saya mengkuti sebuah business coaching Pak Ibnu di Yogyakarta, gunanya untuk menambah wawasan terhadap bisnis saya dari pihak luar. Supaya visi saya berkesinambungan, saya butuh sudut pandang berbeda dari para ahli dan pelaku usaha.

Di suatu titik usaha Anda tidak lagi sekedar passion, namun menjadi sebuah entitas bisnis yang kokoh, bagaimana Anda mewujudkan itu?

Karena segmentasi pasarnya yang luas saat ini, saya yakin Kendal Agro Atsiri akan menjadi usaha bertaraf internasional. Saya sudah merancang target pengembangan bisnis 5-10 tahun ke depan, Kendal Agro Atsiri hanyalah alat untuk mencapai cita-cita saya dan menyejahterakan masyarakat sekitar saya.

Dalam jangka pendek, pengembangan apa saja yang mau dibuat untuk Kendal Agro Atsiri?

Tahun 2014, saya akan bikin variasi produk. Kebutuhan terhadap minyak atsiri, baik di dalam maupun luar negeri, sangat besar. Saat ini saya masih memproduksi minyak daun cengkeh saja, tahun depan saya ingin mengembangkan varian seperti minyak nilam, minyak jahe, minyak sereh. Tahun inikami punya dua unit penyulingan dan sedang membangun yang ketiga, saya akan terus membangun sampai 10 unit dengan perlahan di tahun ini. Untuk menambah SDM, saya berencana untuk membuat para pengumpul daun cengkeh menjadi penyuling juga, saya akan sediakan alatnya sehingga secara skill mereka juga berkembang. Target saya tahun 2014, omzet mencapai Rp 1 miliar tiap bulan. Langkah pertama menuju target ini adalah meningkatkan produktivitas. Karena itu, saya memperbanyak unit penyulingan. Selain itu, cari lahan juga supaya bisa ditanami pohon cengkeh sendiri. Dalam 3-5 tahun ke depan kami ingin total ekspor.

Adakah obsesi Anda yang ingin diwujudkan?

Sebanyak 80% minyak cengkeh disuplai oleh Indonesia. Dan ragam minyak atsiri di Indonesia sangat kaya, seperti SDA-nya. Target saya, Kendal Agro Atsiri bisa memproduksi the best essential oil in the world. Saya ingin, Indonesia tak usah mengekspor ke Swiss, Jerman, atau negara-negara lainnya. Karena mereka membutuhkan, merekalah yang datang pada kita. Barulah kita mengirim sari minyak dan sari aromanya pada mereka. Jadi, yang butuh ya, mereka. Saya akan bikin konsep seperti ini dalam beberapa tahun ke depan. Dan tahun 2012 lalu, perusahaan Swiss yang menjadi klien Kendal Agro Atsiri sudah datang ke Kendal untuk melihat proses produksi.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved