Editor's Choice Youngster Inc. Entrepreneur

Angga Sia Putra, Bergaya Berkat Berbisnis Kopi Gayo

Angga Sia Putra, Bergaya Berkat Berbisnis Kopi Gayo

Kopi adalah bagian hidup yang tak terpisahkan bagi Angga Sia Putra. Pria kelahiran Gayo 2 Mei 1991 ini sejak kecil telah mengenal kopi. Ayahnya, pengusaha kopi lokal yang mendirikan Green Been di Medan, Sumatera Utara, dan kopi yang diolahnya berasal dari Gayo. “Waktu kecil, saya sudah biasa hidup dengan kopi. Sejak berumur 8 tahun, saya sudah ikut bantu-bantu perusahaan kopi ayah. Saya bantu mulai dari memikul kopi, ngawasin kebun, hingga mengemas,” katanya mengenang.

Angga Sia Putra

Angga Sia Putra

Kemampuan Angga pun makin terasah ketika tahun 2007 membantu pamannya yang mendirikan Koperasi Permata di Gayo. Melalui koperasi inilah, kopi Gayo bisa menembus pasar ekspor. “Hasilnya lumayan. Banyak konsumen dari luar negeri yang menjadi pelanggan,” ujarnya. Saat itu Angga sendiri bertugas menjadi pemilih dan pemisah biji kopi hijau. Dia juga sebagai penilai biji cacat, biji pecah, biji berwarna kecokelatan atau kehitaman, dan biji fragmentasi yang mengakibatkan rasa kopi terlalu asam.

Setelah merasa matang dengan kemampuannya di bidang kopi, lulusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Sum-Ut ini membesut sendiri bisnis kopinya di Jakarta sejak tahun lalu. “Awal berdiri kami baru memiliki tiga orang, yakni manajer, saya sendiri. Kemudian pemasaran dan admin. Kebetulan kami memang pernah bekerja di bidang kopi, jadi tahu seluk-beluk dan oportunitasnya,” ujar Angga, yang menamakan benderanya 3G Coffee.

Setelah berjalan hampir setahun, kini pihaknya berhasil menggandeng Hotel Kempinski, Hotel Mulia dan Orion Café menjadi pelanggannya. Menurutnya, hotel, restoran dan kafe (horeka) memang pasar yang dibidiknya. Dan, menggarap hotel itu susah-susah gampang. “Kami harus tekun mengikuti keinginan mereka yang sering berubah-ubah,” ujarnya.

3G Coffee yang dipasarkan Angga adalah kopi Gayo Aceh Tengah, yang memiliki rasa khas tersendiri sehingga diminati pasar. “Kopi di Indonesia, terutama Gayo punya rasa khas yang tidak dimiliki oleh kopi lainnya. Jadi bisa dikatakan, itu adalah kekuatan yang kami andalkan terutama buat menggalakkan ekspor,” ujarnya berpromosi.

Yang menjadi kekhawatirannya sekarang, meski sudah banyak yang tahu kualitas kopi Indonesia itu bagus sehingga banyak diekspor, tak jarang kopi itu kembali lagi atau dibeli lagi oleh orang Indonesia karena kita tidak bisa mengemasnya. “Jadi yang kami kuatkan di sini, segi pengelolaannya. Kami pastikan setiap kopi yang kami kemas mendapat takaran yang benar-benar pas,” kata Angga, yang berani bilang begitu karena ia sudah memiliki pengalaman dari segi quality control kopi, dan ia pun memiliki Q Bradder: sertifikat bagi penikmat kopi, dan bisa membuat pengetesan untuk membedakan rasa kopi.

Selain itu, masih ada kendala anggapan masyarakat yang mengatakan kopi itu tidak sehat. “Nah di sini perlu ditekankan bahwa kopi yang kami tawarkan 100% organik, tanpa campur tangan bahan kimia, termasuk kafein,” katanya lagi-lagi berpromosi. Saat ini, ada 10 varian kopi yang ditawarkan. Contohnya kopi jenis robusta, Arabika, luwak, costum, blend dan yang lainnya. Biasanya banyak pula yang memesan campuran semisal kopi dengan sedikit campuran rasa seperti lemon atau yang lainnya. Sementara untuk promosi, pihaknya mengoptimalkan tampilan kemasannya dengan desain yang eye catching sehingga mudah diingat.

Jerih payah Angga kini mulai membuahkan hasil. “Saat ini omset kami masih di kisaran Rp 200 juta per bulan,” katanya blak-blakan. Dengan perkembangan bisnis itu, Angga pun makin optimistis sehingga ke depan berencana merambah pasar di daerah lain, terutama Denpasar Bali. “Di sana banyak orang bule yang notabene sering nongkrong di kafe. Nah itulah momen yang cocok untuk menikmati kopi,” ujarnya. Selain itu, Angga juga akan mencoba menggandeng maskapai ataupun lounge di bandara. Lebih jauh, Angga pun hendak membidik pasar luar negeri.

Dede Suryadi dan Ahmad Fardil

Riset: Rizki Faisal


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved