Editor's Choice Youngster Inc. Entrepreneur

Astrid Hadywibowo, Rintis Bisnis Permen dan Es Krim Gaya Baru

Astrid Hadywibowo, Rintis Bisnis Permen dan Es Krim Gaya Baru

Mengembangkan sesuatu yang berbeda dan belum pernah ada sebelumnya memang pilihan Astrid Hadywibowo dalam berbisnis waralaba. Wanita kelahiran 23 Januari 1982 ini pun rela mencari-cari mitra baru ketimbang mengekor usaha yang sudah sukses. Pilihan jatuh pada bisnis permen dan es krim gaya baru.

Astrid Hadywibowo

Astrid Hadywibowo

Untuk bisnis permen, Astrid memilih Papabubble Caramel Artesans. Waralaba dari Barcelona-Spanyol ini memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk menyaksikan secara langsung para candy maker terlatih membuat permen pesanannya karena gerai waralaba ini mengusung konsep dapur terbuka (open kicthen). Layaknya di pabrik permen kecil, para pengunjung bisa menyaksikan proses pembuatan permen dengan tangan dari awal sampai siap disantap. Semua Papabubble dibuat dengan tangan. Jadi, tidak akan pernah ada potongan yang sama persis antara permen satu dan yang lain.

“Saya pilih merek itu karena bisa personalized atau bisa tulis nama pelanggan di permennya itu,” kata Astrid yang telah membuka gerai di Grand Indonesia (April 2012) dan Lotte Shopping Avenue, Jakarta. Permen tersebut dijual per botol. Satu botol yang berisi 80 gram permen harganya Rp 38 ribu. Adapun yang orderan dengan nama si pelanggan dijual per kilogram. Minimal 4 kilogram dengan harga Rp 1,55 juta. Biasanya dipesan pelanggan yang mau mengadakan acara, baik perorangan maupun perusahaan.

Untuk bisnis es krim, Astrid memilih mengembangkan sendiri dengan nama LIN Artisan Ice Cream. Ia sengaja membuat kreasi es krim dengan mengusung konsep open kicthen mirip permennya. Bagi alumni Jurusan Komputer Universitas Melbourne (Australia) ini. merupakan kepuasan tersendiri bisa melahirkan produk yang berbeda dari biasanya.

LIN Artisan Ice Cream dibuat selain menggunakan bahan-bahan serba alami seperti buah asli dan tak menggunakan pengawet, juga cara pembekuan es krim tidak seperti yang lain. Es krim lain menggunakan mesin es krim, yang memakan waktu 1-2 jam, atau juga pakai kulkas yang makan waktu seharian atau semalaman, sementara es krim Astrid proses pembekuannya menggunakan LIN, singkatan liquid nitrogen. “Dengan menggunakan LIN, proses pembekuannya hanya dua menit dan teksturnya benar-benar lembut,” ujar mantan guru TK ini tentang ciri khas es krim buatannya.

Astrid Hadywibowo

~~

Gerai es krim ini baru ada satu, yaitu di kawasan elite Kemang, Jakarta Selatan. Harga es krimnya dibanderol Rp 36 ribu per cup. Kalau yang ada alkoholnya, lebih mahal harganya, yakni Rp 60 ribu. “Kami bikin per cup, jadi tidak ada yang ready stock. Kalau toko es krim lain kan tinggal di-scoop saja karena sudah ada yang ready stock,” ungkap ibu dua anak ini yang didukung penuh oleh suaminya, Ivan Hadywibowo, yang berprofesi sebagai creative director di perusahaan iklan.

Dengan konsep penyajian bisnis yang berbeda, kini bisnis Astrid mulai dibanjiri pengunjung. “Dengan exposure LIN Ice Cream ini ke seluruh Jakarta, jadi tiba-tiba membludak saja pengunjungnya,” ujar Astrid yang mengaku kaget karena belum siap menghadapi hal itu. Namun, itu merupakan sesuatu yang harus disiasati secepatnya. Ia mengaku sudah mampu mengatasinya. Bahkan, kini ia sedang mencari tempat baru untuk gerai kedua bisnis es krimnya.

Dalam pandangan Novistiar Rustandi, pengamat bisnis dari Jakarta Founder Institute, seseorang yang bisa membuat usaha yang unik pasti awalnya memperoleh perhatian yang banyak dari pasar atau konsumen. Alasannya, mereka ingin mencoba es krim yang dibuat dengan liquid nitrogen itu seperti apa. Namun, usaha di kuliner ini akhirnya selalu balik lagi ke rasa, apakah benar enak atau tidak. Misalnya, konsumen ingin makan sesuatu yang dingin, maka dia memilih es krim nitrogen itu. Namun jika rasanya tidak enak, dia akan sekali saja ke sana, dan besok-besoknya tidak mau lagi. “Jadi kalau usaha kuliner itu yang utama tetap rasa, karena yang disasar adalah selera orang,” ujar Novistiar menandaskan.

Sebenarnya, cara Astrid masuk ke pasar sudah bagus, yakni dengan gaya baru melalui pemakaian liquid nitrogen untuk bsinis es krimnya atau bisnis permen yang customized. Juga, dalam pemilihan bahan bakunya yang menggunakan bahan-bahan asli tanpa bahan pengawet. Hal tersebut menjadi diferensiasi dalam membuka usaha baru.“Cuma, tetap saja, walaupun bahannya inovatif, tetapi rasanya tidak enak, ya percuma. Karena, orang cuma coba sekali. Kalau tidak enak, ya tidak akan mencoba lagi. Jadi, tidak akan bertahan lama usahanya,” ia menegaskan. Namun kalau sebaliknya, menawarkan gaya bisnis baru dan rasa dari produknya yang sesuai dengan selera pelanggan, bisnis Astrid bisa bertahan lama.(*)

Dede Suryadi dan Ria Efriani Pratiwi

Riset: Siti Sumariyati


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved