Editor's Choice Youngster Inc. Entrepreneur

Bisnis Erik Nainggolan, Sang “Pawang Kebakaran”

Ray Nainggolan, Erik Nainggolan dan Arthur Tumbel

Ray Nainggolan, Erik Nainggolan dan Arthur Tumbel

Memiliki pengalaman dan keahlian di bidang fire system, mendorong Erik Nainggolan (38 tahun) banting setir dari karyawan menjadi pebisnis di bidang sistem pemadaman api. Bersama dengan Ray Nainggolan (33 tahun) dan Arthur Tumbel (36 tahun), ia mendirikan PT Spesialis Kontrol Api Indonesia (SKAI) pada 2007.

Bidang garapan SKAI meliputi jasa pemadaman api, inspeksi sistem pemadaman hingga konsultasi pembangunan instalasi pemadaman api. Sebenarnya, pada 2005 mereka lebih dulu mencoba mengembangkan bisnis jasa dan produk teknologi informasi (TI). “Tetapi, ketika itu dunia TI di Indonesia belum cukup berkembang. Pasar kurang merespons,” Erik memberikan alasan. Mereka pun kemudian memutuskan pindah arena: mengembangkan bisnis fire system.

Erik menceritakan, keahliannya di bidang fire system diperoleh ketika ia masih bekerja di PT Freeport Indonesia. Di perusahaan tambang emas milik investor dari Amerika Serikat itu, Erik bertanggung jawab dalam urusan peralatan fire system agar siap berfungsi setiap saat. Pasalnya, risiko kebakaran di area pertambangan sangat tinggi. Bahkan, Erik mengaku telah mengantongi sertifikat NFPA – semacam sertifikasi keahlian di bidang hazard fire system dari AS. “Karena punya keahlian di fire system, saya putuskan untuk terjun langsung membangun usaha di bidang ini,” ujar Erik.

Untuk menjual jasa di bidang fire system, mereka memanfaatkan TI. “Kami bangun website-nya yang benar-benar profesional, megah, dan menggunakan sistem search engine optimization,” imbuh Arthur Tumbel, yang bertindak sebagai Direktur TI SKAI.

“Dari Internet pula kami mulai mendapat klien pertama,” ucap Ray Nainggolan, yang bertindak sebagai Direktur Pemasaran. “Klien kami yang pertama adalah Museum Jakarta yang ada di TMII. Waktu itu kami diminta untuk melakukan rehabilitasi terhadap fire system mereka,” tambahnya.

Saat ini, diklaim Ray, SKAI telah memiliki lebih dari 50 klien. Mereka ada yang membeli produk saja (secara putus), tetapi ada pula yang berlangganan. Ia menyebut sejumlah pelanggan tetap SKAI, seperti Pertamina, Conoco Philips, Freeport, dan sejumlah pabrik di kawasan Jabodetabek. Adapun perusahaan minyak, lanjut Ray, mereka biasanya minta jasa inspeksi tahunan untuk instalasi offshore.

Rekam jejak dan reputasi Erik dkk. di bidang fire system rupanya mendapat pantauan dari Hazard Control Technologies Inc. (HCT) – produsen cairan pemadam api dengan merek F-500 – yang berbasis di AS. Produk yang dibuat HCT ini sangat dibutuhkan di Indonesia, terutama bila ada kejadian kebakaran yang terkait dengan batu bara. Maklum, hingga sekarang belum ada fire system lain yang bisa memadamkan api dari batu bara, kecuali bahan F-500 ini.

“Saya dikontak mereka dan diwawancarai untuk melihat apakah kami layak untuk menjadi distributor mereka,” ungkap Erik. Dua minggu setelah wawancara tersebut, Erik dkk. dinilai layak menjadi distributor eksklusif F-500 di Indonesia. “Api memang sudah menjadi ‘makanan’ kami. Jadi mereka pun tidak ragu memberikan mandat pada kami,” ujar Erik seraya tertawa.

Untuk memasarkan F-500, Erik membentuk bendera usaha sendiri, yakni PT Hazard Kontrol Indonesia (HKI), pada 2011. Diklaim Erik, saat ini HKI sudah memiliki sejumlah agen yang tersebar di seluruh Indonesia. Sementara perusahaan yang rutin menggunakan produk F-500 sudah lebih dari 20 perusahaan. Klien HKI ternyata tidak hanya berasal dari kalangan perusahaan tambang, tetapi juga pabrik yang sensitif dengan api, seperti pabrik plastik dan elektronik. Salah satu klien besarnya, PT Kaltim Prima Coal, hampir setiap bulan mengalami kebakaran akibat batu bara. “Sebelumnya mereka pakai cara lama, yang bisa memakan waktu hingga lima jam. Dengan F-500, api bisa dipadamkan hanya dalam waktu 20 detik, dan batu baranya dijamin tidak rusak,” Erik mengklaim, setengah berpromosi.

Walaupun untuk produk F-500 ini HKI tidak punya pesaing di Indonesia, Erik dkk. punya tantangan yang tak kalah berat, yakni memperkenalkan dan mempromosikan produk tersebut. Maklum, tingkat kepedulian mencegah kebakaran di Indonesia masih terbilang rendah. Apalagi, pemerintah belum mewajibkan dan menetapkan aturan yang standar tersedianya sistem pemadam kebakaran di semua gedung di Indonesia. “Kami harus membuat bujet khusus untuk pemasaran, ikut ekspo di dalam dan luar negeri, serta mengikuti berbagai seminar. Termasuk mesti melakukan demo kebakaran,” ungkap Ray. Menurutnya, hal berbeda dirasakan sejawat mereka di negara maju, yang nyaris tak perlu usaha pemasaran, karena pemerintahnya sudah mewajibkan dan membuat standar penyediaan sistem pemadam kebakaran.

Kendati ada sejumlah kendala dan tantangan, Erik mengklaim bisnis fire system-nya mampu tumbuh. Ia mengaku tetap optimistis dengan masa depan bisnis ini dan berharap banyak pada pemerintahan baru. “Kalau pemerintahan baru nanti bisa membuat kebijakan yang mengikuti standar internasional, mudah-mudahan fire system juga akan masuk di dalamnya,” katanya penuh harap.

Arie Liliyah & A. Mohammad B.S.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved