Profile Editor's Choice

Bobby S. Laluyan, Pindah Kuadran Karena Ingin Berbagi

Bobby S. Laluyan, Pindah Kuadran Karena Ingin Berbagi

Tidak banyak eksekutif yang berani meninggalkan kursi empuk di perusahaan, gaji ratusan juta per bulan, mobil Camry, dan fasilitas mewah lainnya hanya untuk mengejar profesi baru yang jauh dari kebiasaan. Mungkin, Bobby S. Laluyan adalah salah satu dari eksekutif tersebut yang nekad menanggalkan seragam mewah sebagai seorang direktur demi berbagi ke sesama dengan menjadi seorang coach, trainer dan mind therapist.

Karier professional pria asal Manado ini dimulai pada tahun 1991 sebagai General Support Manager di PT Komatsu Indonesia. Enam tahun kemudian, Bobby pindah ke PT Serasi Auto Raya (TRAC) sebagai National Fleet Customer Manager.

Tahun 2004, Bobby bergabung di salah satu perusahaan milik TP Rachmat, PT Adira Sarana Armada sebagai General Marketing Manager. Empat tahun kemudian, Bobby menduduki posisi tertinggi sebagai Human Capital Director dan Marketing Director di Indorent. “Rekan saya bilang, cuman orang gila yang mau melepas segala fasilitas mewah hanya untuk profesi baru yang belum tentu berhasil,” ujar bapak dua anak yang sudah 25 tahun malang melintang sebagai praktisi.

Bobby S. Laluyan

Bobby S. Laluyan

Pertemuan Bobby dengan Renald Khasali sekitar 29 tahun lalu menjadi fase awal ketertarikannya pada dunia pengajaran (coaching). Sejak pertemuan itu, Bobby kerap kali diajak Renald untuk menjadi trainer ke beberapa perusahaan mengenai change management.

“Padahal waktu itu saya masih menjabat sebagai Direktur HRD, tapi masih suka mengerjakan proyek sampingan. Untunganya tidak ketahuan perusahaan,” akunya sambil tertawa lepas.

Sejak dulu, Bobby memang dikenal sebagai sosok yang ramah dan suka berbagi. Pria berusia 51 tahun ini sering mengajak karyawannya untuk saling bertukar pikiran dan pengalaman. Salah satunya dalam kegiatan “Education Day” yang melibatkan seluruh perangkat perusahaan. “Modal profesi ini adalah senang berbagi dan tulus membantu,” Bobby menambahkan.

Tak dinyana, kecintaan Bobby semakin tumbuh. Kali ini, bukan hanya tentang change management, tetapi ilmu yang lebih komplek : ilmu pikiran. Ia pun belajar dari banyak sumber : buku, mengikuti training dan bertemu dengan ahli seperti Michael Hall. Tahun 2011, Bobby akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai salah satu direksi dianak perusahaan Indomobil Group. “Keyakinan saya sangat bulat bahwa inilah yang saya cari selama ini, bukan berapa besar gaji dan fasilitas yang saya dapat, tetapi ada kebahagiaan saat saya bisa membantu banyak orang,” kenang Bobby.

Rintangan tidak berhenti sampai di situ. Pasca hengkang, Bobby tidak serta merta mendapat banyak proyek. Penghasilannya pun tidak lagi selancar sebelumnya. Walhasil, keuangan keluarga carut marut akibatnya biaya pendidikan anak tersendat. “Setelah saya sebar BlackBerry Messanger ke beberapa rekan, akhirnya salah satu dari rekan saya di Aceh, tertarik dengan jasa saya,” ujarnya.

Proyek pertama tersebut menjadi angin sejuk bagi Bobby. Setelah berjuang cukup panjang, Bobby mendirikan usaha bernama BSL. Kini, ia pun sudah mengantongi sertifikat dari Association Certified Meta Coach, National Guilt of Hypnotist, Ego State Coach and Therapist, dan lisensi praktisioner Neuro Lingustic Program.

BSL menawarkan jasa mindset series, coaching series, leadership series, human resources series, communication series, dan masih banyak lagi. Kelas salesmanship, misalnya, yang bukan hanya membahas bagaimana menyukseskan penjualan, menangani keluhan, tetapi lebih kepada bagaimana memahami dan menyelaraskan karakter profesi sales yang ambisius, egois, mau tampil, ingin kaya dengan kultur perusahaan yang ingin dibentuk serta menemukan dan menganalisa perasaan ketakutan, kecemasan, keraguan yang diakibatkan oleh pola pikir .

Beberapa kliennya antara lain; Pertamina EP, Angkasa Pura, Bank Mandiri, dan masih banyak lagi. “Ilmu ini bisa diajarkan ke siapa saja, baik individual atapun korporat. Kalau korporat umumya bertujuan untuk meningkatkan kinerja karyawan,” urainya.

Kunci keberhasilan Bobby karena pada dua hal. Pertama, untuk menjadi coach-trainer- mind therapist harus senang berbagi dan tulus memberi bantuan. Kedua, tidak berorientasi pada keuntungan. “Saat ini banyak coach, trainer, dan mind therapist yang abal-abal, tapi yang kualitasnya bagus dan dipercaya sangat sedikit,” katanya.

Apa ambisi Bobby ke depan? “Saya masih ingin berbagi dan akan terus berbagi. Profesi ini adalah panggilan hati,“ pungkas pria yang kini tidak malu lagi menggunakan transportasi publik sebagai moda transportasinya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved