Editor's Choice Entrepreneur

Busana Remaja Agracipta, Produsen Pakaian Dalam 10 Besar Dunia

Busana Remaja Agracipta, Produsen Pakaian Dalam 10 Besar Dunia

Tahukah Anda bahwa top 10 produsen pakaian dalam dunia berasal dari Indonesia? Adalah PT Busana Remaja Agracipta (BRA), dikenal sebagai pemain 10 besar dunia dan nomor dua terbesar di Indonesia dalam pembuatan pakaian dalam. Perusahaan yang pabriknya ada di Tangerang dan Bantul (Yogyakarta) ini sangat dipercaya membuat pakaian dalam kelas dunia, terutama untuk pasar menengah atas.

Merek-merek dunia seperti H&M memesan ke BRA untuk dibuatkan produk pakaian dalam mereka. Produk BRA sudah diekspor ke 39 negara dengan 30 merek dengan revenue sekitar Rp 680 miliar tahun lalu. Rata-rata pekerja 97% adalah wanita, dari total karyawan 5.400 orang. Ada 4.000 mesin yang dimiliki BRA saat ini. Produksi BRA 15% produksi di Tangerang dan 85% di Bantul.

BRA didirikan pada 1993 di Tangerang. Tahun 2002 pabrik di Bantul dibuka. Kala itu daerah Bantul bukan daerah populer untuk berinvestasi karena jauh dari bandara, teruttama untuk pabrik bertujuan ekspor. Karena semua dikirim melalui Tanjung Priok. Pada 2002 itu hampir setiap minggu dengan 10 armada truk BRA mengirim produk ekspornya melalui Tanjung Priok. Tahun 2005 BRA membangun pabrik ketiga di Bantul, dan setahun kemudian, pada 2006 BRA membuka pabrik keempat.

S.L. Uttam, pemilik & CEO dari PT Busana Remaja Agracipta (kiri) bersama tim

S.L. Uttam, pemilik & CEO dari PT Busana Remaja Agracipta (kiri) bersama tim

Pada 2007 BRA membuka pasar ekspor ke Australia. Jika semula BRA hanya memproduksi BH, mulai 2008 memperluas produknya dengan membuat suit ware. Pada 2009 membuat swim ware, dan setahun kemudian, pada 2010, memproduksi, bonded garment. Pada 2011 BRA mulai membuat foam cup, yang merupakan komponen paling mahal dalam pembuatan BH.

“Tahun 2013 kami mulai mengembangkan desain di dalam pabrik, in house, dengan banyak menggunakan material lokal. Kalau desain dari buyer banyak menggunakan material dari impor,” kata S.L. Uttam, pemilik dan CEO dari PT Busana Remaja Agracipta

Luas tanah seluruh pabrik sekitar 54 ribu m2, sekitar 25 ribu m2 luas bangunan pabrik. Pabrik Yogja akan ditambah lagi, tahun depan jadi total luas tanah pabrik termasuk di Tangerang menjadi 60 ribu m2. Kapasitas produksi 2 juta unit per bulan dan 350 ribu unit produk bonded garment. Pabrik dengan teknologi terbaru, dengan komputer, seperti mesin mesin pres untuk menggabungkan (bonding machine) cup bra dari Italia, agar tidak dijahit, yang harganya sangat tinggi satu mesin harganya 13 ribu Euro. Mereka memiliki 70 mesin.

“Pabrik kami sudah sangat modern, dengan dukungan mesin modern. Bahkan kami ada testing laboraturium, yang memungkinkan kami tidak perlu mengirim ke Hong Kong hasil produk kami,” ujarnya. Produk yang dihasilkan sangat memenuhi syarat produk dari buyer Amerika, Eropa, Australia dan Kanada.

“Kami akui tidak punya merek sendiri saat ini, fokus ke pemasaran merek sendiri belum ada, khawatir tidak berkembang nantinya,” imbuhnya.

Ekspor 2007 hingga 2013 meningkat drastic. “Kami punya label printing sendiri guna mendukung produksi kami,” imbuhnya. Pengembangan di dalam pabrik, seperti inhouse design, dipegang oleh orang lokal. Desain-desain itu bahkan diterima oleh pembeli internasional. Dengan adanya foam cup yang dibuat sendiri sehingga memangkas biaya bahan baku hingga 20%. Mulai tahun 2010 sudah ada 48 pemasok lokal yang digandeng, angkanya terus meningkat menjadi ada 54 pemasok pada 2011, dan naik lagi menjadi 77 pemasok pada 2012. “Sebelumnya kami menggunakan bahan dari Cina, ini memotong biaya cukup besar. Biaya foam sekitar 15-20 persen menyumbang seluruh biaya komponen pembuatan bra,” ujarnya.

Saat ini BRA mempekerjakan 90% karyawan berpendidikan SD hingga SMA. Hanya 2% yang sarjana dan D3. Maka itu pihaknya mendirikan BLK atau balai latihan kerja. Pihaknya menarik mereka yang sudah berusia 18 tahun untuk masuk ke BLK BRA, dididik dan dilatih untuk bekerja di sana. “Kami tarik rata-rata 80 orang untuk dilatih di BLK, sebulan mereka dididik di kelas, sejak 12 tahun lalu, setelah itu diserap sebagai karyawan,” katanya. Sampai sekarang sudah ada 9.000 lebih yang dilatih, yang 5.400 orang sudah menjadi karyawan, 3.800 yang direkrut sudah keluar dan beberapa sudah menjadi wirausaha.

Training leadership dan manajemen kami berikan bagi mreka yang di office,” katanya. Karyawan berprestasi mendapat apresiasi. Pihaknya pernah mendapat zero accident award dari Pemerintah karena berhasil menekan kecelakaan kerja di pabriknya. “Saat gempa di Jogyakarta, kami mengeluarkan dana Rp 1,2 miliar untuk karyawan membangun rumahnya kembali dna membangun sekolah-sekolah,” katanya.

“Penekanan energi, termasuk tidak menggunakan AC, dengan cooling pad, dengan lampu LED, serta solar panel digunakan. Ini menekan biaya energi kami,” katanya. BRA total menggunakan 1 Mega watt dari i.

Tentang kompetisi dengan produsen dari negara lain, terutama Cina yang dikenal dengan harga produknya yang murah, diakui oleh Uttam. Tapi pihaknya selalu percaya bisa mengalahkan mereka. “Kami memilih buyer kelas tinggi, buyer terbesar dan terbaik seperti H&M, Victoria Secret, dan sebagainya. Juga dengan menyediakan range produk yang lebih luas, merupakan keunggulan kami dibanding Cina,” tegasnya. Menjaga kualitas produk yang selalu berada di atas mendukung semua upaya tersebut dipenuhi, dengan didukung oleh teknologi tinggi.

“Kami buat foam cup sendiri itu pun menjadi keunggulan kami sehingga ada banyak keunggulan dari segi harga dan kualitas,” imbuhnya.

Tim marketing BRA yang keliling di dunia memang terpusat di kantor Jakarta. Itu memang tuntutan agar lebih mudah bertemu dengan para buyer. Ada 2 GM marketing internasional (orang India keduanya) dan 124 marchandising staff (semua Indonesia).

Pada 2012 ekspor BRA sempat turun karena buyer besar HPI mengalami masalah internal yang membuat mereka menurunkan pembelian dari 12 juta unit pada 2011, menjadi hanya 7 juta unit pada 2012i. “Kami sempat mencari buyer lain, tapi hanya bisa menaikan 1 juta unit penjualan produk pada 2012. HPI waktu itu memang mengalami penurunan omset karena ada masalah internal sehingga menurunkan pembelian,” katanya.

Dengan pengalaman tersebut pihaknya belajar banyak bahwa BRA tidak boleh bergantung pada satu buyer besar. Kalau buyer terjadi penurunan omset, pihaknya ikut turun omsetnya. “Buyer kami saat ini lebih seimbang, dengan tambah-tambah buyer lain menjadi 7 buyer setelah 2012, target kami pada tahun depan menjadi 22 juta unit produksinya,” katanya.

Pihaknya tidak membuat produk untuk melayani pasar kelas bawahHal ini dilakukan untuk menjaga citra BRA sebagai produsen produk kelas atas. Dan yang lebih penting lagi, pihaknya ingin membuat Indonesia dikenal sebagai produsen produk kelas atas juga. “Kami jaga itu melalui kualitas, layanan dan performance,” tegasnya.

Ini merupakan strategi korporat BRA dengan fokus pada produk kelas menengah atas. “Saya sendiri terlibat dalam pemasaran, setiap bulan saya ke luar negeri. Untuk melihat produk-produk baru, persaingan bagaimana, siapa kompetitor, apa teknologi terbaru, serta melihat seperti apa bahan-bahan baru,” jelasnya. Organisasi BRA sangat raph, mulai dari desain development yang ada 30 orang di bawah kepala yang seorang wanita lokal. Hingga tim pemasaran internasional yang berpengalaman.

“Desain ada yang disodorkan buyer, ada juga yang kami tawarkan sendiri,” tuturnya. Tiap hari ada desain baru yang dikeluarkan. Sampel yang dibuat dari desain baru itulah yang ditawarkan ke buyer. Ada juga desain yang merupakan hasil diskusi antara buyer dan pihaknya. Paling banyak ekspor BRA ke Amerika, Eropa dan Australia.

Potensi pasar di produk pakaian dalam (bra, panty, dan sebagainya) menurutnya masih sangat besar. Karena hampir 50% penduduk dunia menggunakannya. “Kami juga masuk ke Asia termasuk Asia, sekitar Cina juga kami masuk. Sekitar 80% Amerika, Eropa 15%, 5% Australia,’ ujarnya. Lima tahun terakhir pertumbuhan omsetnya meningkat sekitar 3,5 kali. Pada 2007, omsetnya baru mencapai Rp 300 miliar, dan melonjak hingga hampir mencapai Rp 700 miliar pada 2012.

BRA sudah memiliki laboratorium sendiri ini untuk menjaga kualitas. Sebelumnya pihaknya harus membawa ke Hong Kong untuk tes produk. “Dengan lab sendiri kami jadi lebih cepat, produk lebih terjamin kualitasnya. Kami berharap bisa lulus ISO tahun depan, pengakuan pembeli lebih kuat,” katanya.

Yang menarik dari menggarap pasar ekspor, dengan memiliki desain development sendiri, itulah tantangannya. Karena setiap negara memiliki ukuran pakaian dalam berbeda, disebabkan ukuran tubuh tiap negara berbeda. “Saya pikir tidak ada hal yang sulit, tidak ada yang gampang dalam menggarap pasar ekspor. Saya hanya yakin, kami pasti bisa. Memang tidak dalam waktu semalam, ada strategi, marketing dan upaya keras,” jelas pria yang sudah 40 tahun bergelut di bidang garment ini.

Uttam memang sebelumnya membuat produk garment, seperti kemeja, sejak 1993 barulah ia beralih ke produk pakaian dalam. Ia juga membuat pabrik di Bangladesh yang dipimpin oleh putranya yang produknya dikhususkan untuk produk kelas menengah ke bawah. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved