Editor's Choice

Uniland Targetkan Semua Kamar Pakai Produknya

Uniland Targetkan Semua Kamar Pakai Produknya

PT Quantum Tosan International, yang memproduksi spring bed Uniland, bertekad untuk semakin mengembangkan merek dan produknya di masa depan. Sehingga produk yang mulai ada di Indonesia sejak 13 tahun lalu ini akan tetap eksis, bahkan terus bertahan dalam waktu yang lebih lama lagi. Uniland memang menjadi salah satu brand lokal yang mendapatkan penghargaan Indonesia Original Brand (IOB) 2013 dari Majalah SWA. Direktur Utama PT Quantum Tosan Internasional, Yufardis Yusuf, cukup optimis memasang targetnya di masa depan yakni semua kamar di Indonesia harus memakai produk Uniland.

“Setelah 13 tahun kami bangun, agen-agen kami sudah cukup tersebar di Indonesia, dan harapan kami untuk tahun-tahun mendatang bahwa semua keluarga di Indonesia di kamarnya itu harus memakai spring bed Uniland,” ungkapnya, ketika memberikan presentasi dalam acara penghargaan Indonesia Original Brand (IOB) 2013 Majalah Swa, beberapa waktu lalu.

Direktur Utama PT Quantum Tosan Internasional, Yufardis Yusuf, ketika menerima penghargaan IOB 2013, dari Pemimpin Redaksi Majalah Swa, Kemal Effendi Gani

Direktur Utama PT Quantum Tosan Internasional, Yufardis Yusuf, ketika menerima penghargaan IOB 2013, dari Pemimpin Redaksi Majalah Swa, Kemal Effendi Gani

Yufardis menceritakan kalau dia mulai membangun usahanya ini dari industri rumahan pada tahun 2000 lalu. Pada waktu itu, luas tempat usahanya hanya 600 meter persegi (m2). Ketika 13 tahun berlalu, pabrik mereka sekarang sudah berada pada tanah seluas delapan hektar (ha).

“Perlu diketahui bahwa merek spring bed sekarang sudah ratusan, kalau kita kurang kuat me-manage merek ini, maka kita akan kolaps. Yang kita mulai pada tahun 2000 itu adalah positioning merek itu sendiri, karena ini penting, yaitu kita akan launch yang orang lain tidak launch. Sehingga kita ambil pasar di posisi ini sudah cukup baik (sejak saat itu),” katanya.

Brand positioning yang mereka lakukan tidak hanya untuk Uniland saja, tapi juga Quantum. Yufardis menjelaskan kalau brand yang dimiliki perusahaannya sebenarnya lebih dari satu, yakni Uniland, Quantum, dan in-house brand yang seperti banyak perusahaan lain buat. “Brand kami di pasar ada dua, yaitu Uniland untuk positioning middle low dan Quantum untuk posisi middle up. Produk kita sekarang juga sudah tersebar di seluruh Indonesia, kecuali di Papua dan Maluku,” imbuhnya.

Menurutnya, kalau sebuah perusahaan atau seseorang ingin membangun mereknya, maka harus dimulai dari internal dulu. Yaitu dia harus bisa memposisikan apa yang ingin diluncurkan ke masyarakat. Kalau sampai dia salah memposisikan, maka perkembangan mereknya ke depan juga akan salah.

“Yang utama dari proses di internal adalah kerja sama tim (team-work). Setelah itu baru kita buat analisis SWOT, jadi tahu di mana kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman kita. Untuk promosi, kita bantu juga dengan beberapa promosi outdoor, kemudian menjalin kerjasama dengan beberapa dealer, agen, dan sebagainya. Dan mereka (agen) juga kita berikan insentif, misalnya jalan-jalan ke luar negeri, jika dia berhasil menjual produk Uniland sesuai targetnya di tahun tersebut,” tuturnya.

Selain dari upaya perusahaan itu sendiri untuk membangun mereknya agar diterima masyarakat, perlu juga adanya bantuan dari pemerintah, baik pusat maupun daerah. Yufardis mencontohkan apa yang terjadi di Korea Selatan (Korsel), di mana pemerintah dan lingkungannya sangat mendukung pemakaian barang-barang produksi dalam negeri.

“Misal di Korsel, kalau tetangganya pakai mobil merek lain, maka akan diacuhkan, dibilang tidak nasionalis. Tapi di sini malah bangga, ‘Wah, saya pakai merek luar negeri’. Padahal merek produk lokal juga cukup bagus. Saya ingat bahwa dulu ada salah satu Menteri pada zaman Pak Harto, yaitu Soesilo Soedarman, yang sudah mencanangkan bahwa rakyat Indonesia harus memakai produk dalam negeri. Coba kalau sekarang Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, juga Kementerian Koperasi dan UKM, menggelorakan (pemakaian) produksi Indonesia, pasti kita akan tumbuh (semakin bagus),” paparnya.

Walaupun produk sudah diterima masyarakat dengan baik, namun itu tetap harus dijaga dengan mengedepankan kualitas dan menawarkan harga yang bersaing di pasaran. Kalau harganya bersaing dan kualitasnya bisa diterima masyarakat, ucap dia, konsumen pasti akan cari produk itu lagi, dan bahkan akan mereka rekomendasikan ke orang lain.

“Pada bagian marketing kami, mereka diminta tumbuh sesuai dengan kapasitas yang ada. Untuk spring bed atau matras sendiri, pertumbuhannya di Indonesia sudah mencapai 30%-40% per tahun. Kalau kita bisa ambil 10%-20% saja (market share) dari itu sudah luar biasa pertumbuhannya. Lalu, ciri khas brand harus dipertahankan atau tidak boleh berubah, kalau sudah Uniland ya Uniland. Kita ambil contoh seperti Fuji, dia di mana-mana warna mereknya tetap hijau, dan itu suatu tanda yang tidak berubah,” ujarnya.

Lalu, dia juga menerangkan kalau dalam membuat suatu merek, sebaiknya namanya terdiri dari satu kata saja, supaya mudah diingat oleh konsumen. Seperti nama produknya, Uniland, yang hanya satu kata, jadi orang akan selalu ingat. Dia juga berharap bahwa produknya akan bisa dipakai orang dengan rasa bangga, seperti halnya orang yang hiking bangga menggunakan produk Eager.

“Kalau saya cenderung fokus kepada kualitas dulu daripada harga. Karena kalau kualitas kita sudah kena kepada target pasar, maka mereka tidak akan lupa (terhadap produk). Contohnya, Alga Spring Bed, yang mana orang Indonesia tahunya spring bed itu Alga. Sampai sekarang juga sering ada yang bilang ‘Oh, itu Alga ya?’ Padahal itu merek lain. Sehingga itu menunjukkan branding mereka cukup kuat. Jadi kita memang harus konsisten dengan brand kita. Tapi kalau brand kita sudah 10 tahun ke atas, maka perlu re-branding, karena masyarakat harus tetap diingatkan soal produk kita. Tapi itu harus tepat sasaran juga,” pungkasnya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved