Editor's Choice

Dua Srikandi di Bisnis Properti PT Jade Global Development

Dua Srikandi di Bisnis Properti PT Jade Global Development

Dua bersaudara Kumala, yakni Jennifer dan Juliana, membangkitkan kembali reputasi dan imperium bisnis Kaestindo Group. Mereka melakukan rebrandring Kaestindo Group dengan nama baru PT Jade Global Development.

Mereka tampil kembali setelah sekian lama vakum. Inilah saat terbaik untuk mewarnai sektor properti Indonesia yang tengah dalam masa booming, dengan karya-karya khas dan berbeda.

Untuk diketahui, Kaestindo merupakan salah satu anggota konsorsium Grup Bimantara yang membesut pengembangan kota baru seluas 30.000 hektare (ha) di Jonggol, Kabupaten Bogor. Dahulu kota baru ini bernama Bukit Jonggol Asri.

JUliana Kumala

Selain itu, perusahaan ini juga tercatat sebagai pengembang berbagai proyek di pusat kota Jakarta. Proyek tersebut antara lain adalah Golden Boutique Melawai, Golden Angkasa Kemayoran, properti multifungsi (mixed use project) Central 88 dan yang sekarang sedang dipasarkan Gayanti City di bilangan Gatot Subroto.

Kaestindo sendiri didirikan ayah dua wanita muda ini, Kwee Haryadi Kumala (A Sie) dan pamannya Cahyadi Kumala (Sui Teng). Keduanya di tengah era 1990-an tenar sebagai salah satu pendiri Sentul City (dahulu Bukit Sentul).

Dengan nama baru ini, mereka akan berkonsentrasi pada boutique property yang menyasar kelas atas. Saat ini, PT Jade Global Development memiliki bank lahan yang tersebar di berbagai lokasi dengan rencana pengembangan masa depan ada di Bali. Di Pulau Dewata tersebut, mereka akan membangun Marriott Hotel sebanyak 200 kamar dan 99 unit Marriott Residence yang dilengkapi dengan 11 vila. Luas lahan yang dikembangkan berdimensi 4,2 ha.

Proyek selanjutnya adalah hotel dan vila dengan klasifikasi bintang empat dan lima di atas lahan seluas hampir 5 ha di daerah Canggu, Bali.Sedangkan proyek perdana yang tengah mereka kerjakan saat ini adalah Jade Residence sebanyak 16 unit dan Novotel Resort Sentul City sebanyak 230 kamar dan 16 vila. Berikut penuturan Jennafer dan Juliana Kumala kepada Herning Banirestu:

Jennifer Kumala yang belajar finance di Boston University, Amerika, sempat jadi profesional di Singapura selepas kuliah sekitar 8 tahun lalu. Selama dua tahun ia bekerja di Philips Securities di Singapura sebagai Financial Advisor Consultant.

Ayahnya memanggil pulang, selain itu ia merasa bekerja dengan orang lain, rasa memilikinya kurang, sedang bisnis ayahnya membutuhkan tongkat estafet kepemimpinan. Sulung dari empat bersaudara ini berpikir mengapa energi dan waktunya tidak diberikan untuk perusahaan keluarga? Apalagi pasar dan ekonomi Indonesia sedang bagus saat itu. Kebetulan ayahnya baru setahun membuka sebuah hotel yaitu Golden Boutique Hotel di Melawai, Blok M, Jakarta. Ia diminta belajar di sini.

Kumala2

Alih-alih belajar, sambil bekerja sebagai owner representatif, Jennifer tidak mau terlalu ngebos di sana. Terlebih ayahnya mencium banyak masalah di hotel yang didirikan itu. Jennifer pun ingin banyak tahu apa masalahnya, maka itu penting baginya terjun langsung ke bawah. Setiap hari Jennifer mengikuti rapat-rapat di bawah. Bekerja mulai dari jam 9 pagi hingga 6 sore, ia bergaul dengan banyak lapisan di sana. Agar tidak ada jarak antara Jen – panggilan akrabnya — dengan karyawan di sana, karena jika berjarak mereka tidak mau memberi infomasi yang dibutuhkannya.

Memosisikan sebagai karyawan biasa itulah, ia paham masalah hotelnya itu. Seperti positioning hotel yang tidak tepat sebagai entertainment hotel karena adanya fasilitas KTV di dalam hotel itu. Mengembalikan hotel sebagai tempat menginap yang nyaman dengan benefit fasilitas hiburan yang bagus di dalamnya inilah yang kemudian dilakukan Jen. Justru inilah yang mendulang sukses perbaikannya.

Jen berhasil meningkatkan revenue hotel, peningkatan yang sangat signifikan. Tingkat okupansi pun melonjak yang tadinya di bawah 80%, menjadi hotel yang selalu penuh. “Saya dengarkan, kami satu tim lakukan improvement dalam bisnis hotel tersebut,” kenang wanita kelahiran 29 tahun lalu itu. Selama dua tahunan ia di hotel tersebut.

Lalu Jen ditarik oleh ayahnya ke kantor pusat, melihat prestasi yang sudah diukirnya. Menurutnya, sebagai keluarga yang seluruh anaknya perempuan (empat anak), bisnis hospitality (hotel) sangat cocok buat mereka kelak. Prospeknya bagus juga.

“Grup bisnis ayah kan semula banyak di properti, office, perumahan, tidak banyak di hotel, penjualan lah intinya. Kalau properti kan harus punya land bank yang besar, setelah jual, ya habis, sedang hotel selama terus dijalankan dengan baik, akan terus ada income,” jelas wanita yang sedang mengandung anak pertama ini.

Berbeda dengan Jen, Juliana yang lahir setahun setelah Jen, justru selepas kuliah sudah mendirikan bisnis sendiri yang hingga sekarang ia menjadi direktur pengelolanya. Juliana memang mengambil jurusan manajemen bisnis dan entrepreneurship di Babson College, Amerika. Ia mendirikan PT City Vision, sebuah perusahaan outdoor advertising bersama teman-temannya.

“Sejak kecil saya memang mengidolakan papi, sebagai entrepreneur, dan saya ingin punya bisnis sendiri suatu saat nanti begitu mimpi saya kecil,” ujar lajang yang menyukai desain ini.

Namun sebelum mendirikan usaha sendiri sepulang dari Amerika, sebenarnya ia sempat bekerja di PT Colliers International Indonesia di Jakarta sebagai Marketing Executive pada 2008 hingga 2009. Baru pada 2009 ia mendirikan usaha sendiri itu. “Saya memang menyukai properti juga sih,” imbuhnya.

Setelah bisnisnya berjalan setahun, ayahnya ingin Juliana membantu kakaknya mulai bertahap menerima tongkat estafet bisnis keluarga tersebut. Meski kembali ke bisnis keluarga, Juliana tetap menjalankan bisnis sendirinya di bidang outdoor advertising itu.

“Papi banyak mengajarkan kami, sekarang pun kami sedang belajar,” tutur Juliana.

Jen menambahkan belajarnya mereka justru dari nol dengan membangun proyek properti baru. Jadi mereka berdua diberi kewenangan dalam penunjukan konsultan dan arsitek. “Papi banyak memberikan kebebasan, pilihan tanah untuk membangun apa di atasnya pun kami yang tentukan, bahkan pemilihan operator (untuk bisnis hotel) yang akan kami ajak kerja sama, papi serahkan itu pada kami,” jelas Juliana.

Ayahnya sangat percaya untuk mereka menunjukan kapabilitas dan kemampuan mereka membangun grup bisnis keluarga tersebut. “Papi sangat logis, namun beliau tetap memberi masukan buat kami belajar. Sehari-hari sih, papi hanya menerima laporan apa saja progres dan update project yang kami kerjakan, karena sudah sibuk juga dengan pekerjaan beliau,” tutur Jen.

Karena menjalankan bisnis berdua, Jennifer dan Juliana sangat kompak berbagi peran. Jennifer yang kuat dalam bidang keuangan, digunakan untuk mengontrol budget setiap projek. Sedang Juliana yang memiliki minat dan taste tinggi di bidang desain, artistic, dan arsitektur berpengaruh pada desain setiap projek yang mereka bangun.

“Kekuatan kami pada komunikasi, kami harus jadi satu tim. Setiap hari kami ada waktu bicara bersama, yang kalau tidak kala kami tidak sepakat, jangan di depan orang,” tutur Juliana.

Juliana juga merasa senang bekerjasama dengan kakaknya, karena merasa ada dua kepala dalam memikirkan pengembangan bisnis keluarga ini untuk lebih baik. Ia merasa tanggung jawab dan beban pengelolaan projek atau perusahaan bisa ditanggung bersama. “Jadi kalau Juliana yang memang suka desain, lalu dia memutuskan sebuah rancangan yang over design, saya kontrol wah jangan begini, ini berlebih budget-nya,” kata Jen sambil terbahak.

Proyek pertama yang mereka berdua garap adalah Novotel Hotel dan Jade Residence, Sentul, yang lokasinya di kaki Gunung Pantjar seluas hampir 5 ha. Menariknya dua bersaudara ini fokus membangun proyek yang sangat prestisius atau kelas atas. Seperti Jade Residence yang hanya 16 unit ini, setiap unit adalah resort mewah yang masing-masing dilengkapi dengan saluran air panas yang langsung sumbernya dari Gunung Pantjar.

Pilihan pada kelas atas ini, menurut Jen karena setiap produk yang mereka gagas disesuaikan dengan lokasinya. Lokasi tersebut menurut konsultan yang kami ajak kerjasama memang cocoknya untuk hotel bintang empat. “Kami lihat Novotel sukses di Bogor, saya pikir jika dibawa ke Sentul yang posisinya memang menarik. Jadi bagi yang enggan ke Puncak atau Bandung, konsumen bisa menikmati suasana dinginnya di Novotel Sentul,” jelas Juliana.

Suasananya dijelaskan Juliana justru bisa lebih bagus dari Bandung, udaranya segar, di kaki Gunung Pantjar. Ditambahkan Jen, untuk membantu cash flow hotel kami juga membangun perumahan premium. Karena lokasinya memang unik, maka itulah mereka putuskan untuk memaksimalkan pemandangan indah itu untuk harga dan produk yang luxury. “Kami sediakan hotspring waters di setiap unitnya, ini produk unik yang pertama di Indonesia,” tutur Juliana. Pemilik rumah memiliki keunggulan dan benefit menarik karena bisa dapat diskon di Hotel Novotel.

Untuk dua proyek hotel premium di Bali itu, dijelaskan Jen, mereka beruntung memiliki land bank menarik dengan keunggulan beach front. “Konsultan kami pun menyarankan agar hotel tersebut cocoknya dengan lokasinya memang untuk bintang lima,” ujarnya. Apalagi dengan fasilitas akses jalan yang bagus berupa tol yang baru membuat proyek ini menarik terutama dalam lima tahun ke depan. “Awalnya kami ingin membuat hotel bintang empat saja, tapi justru konsultan dan operator mendorong menjadi hotel bintang lima. Mereka meyakinkan kami untuk bisa jual dengan rate tinggi,” ujar Jen.

Rupanya melihat potensi ke depannya, mereka lalu memutuskan membangun apartemen atau residence di area 4,2 ha bersama Hotel Marriot yang mereka bangun. Tentu keputusan membangun apartemen menurut Jen merupakan upaya mereka mendorong cash flow projek tersebut juga. Sekitar 99 unit bisa menjadi residence atau hunian, atau bisa juga diserahkan manajemen untuk disewakan, sehingga pemilik bisa mendapat income.

“Di Bali belakangan banyaknya condotel, kami justru memberi option, inilah yang menarik dari projek ini sedang saat ini di sana tidak banyak ditawarkan,” ujar Juliana.

Sebagai generasi muda, mereka menyadari masih banyak yang harus dipelajari. Maka itu mereka berdua sangat mendengarkan anak buah ayahnya yang memang sudah lama bekerja di bisnis properti ini. Mereka yakin masukan mereka sangat penting mengingat pengalamannya yang panjang.

Dua bersaudara ini kini mengendalikan parent company PT Jade Global Development, yang tiap proyek yang kerjakan tersebut memiliki PT-PT sendiri.

Soal financing, dijelaskan Jen, untuk meyakinkan bank atau mendapat pendanaan itu bisa didapat kepercayaan itu melalui planning proyek yang jelas dan lengkap. “Untuk meyakinkan bank ya kami harus membuat business plan yang komplet, jangan setengah-setengah, kami harus profesional,” ujar Jen. Kepercayaan bank juga didapat karena mereka berhasil menarik konsultan dan operator kelas dunia.

“Itulah mengapa kami selalu memilih operator kelas internasional untuk meyakinkan bank juga plus tanah yang memiliki sertifikatnya juga sebagai jaminan yang menarik,” ujarnya.

Jen dan Juliana berharap seluruh proyek yang mereka garap berjalan dengan baik dan sukses. Itulah the best reward buat kerja keras mereka. “Saya sendiri masih ingin punya bisnis sendiri suatu saat kelak yang besar,” imbuh Juliana. Sedang Jen, memang saat ini fokus pada mengelola bisnis keluarga ini. Terlebih Jen sudah menikah, plus saat ini ia masih mengontrol dan mengawasi Golden Boutique Hotel hingga kini. “Saya kan tidak bisa lepaskan begitu saja,” ujar wanita yang sangat tertarik pada anak-anak ini. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved