CEO Interview Editor's Choice

Dwi Soetjipto, Nomor Satu bagi Pemimpin Adalah Integritas

Dwi Soetjipto, Nomor Satu bagi Pemimpin Adalah Integritas

Dwi Soetjipto, Dirut PT Semen Indonesoa (Persero) Tbk, tidak bisa dipisahkan dari sejarah restrukturisasi perusahaan ini, yang mulanya PT Semen Gresik (Persero). Sebagai pemimpin sebuah institusi BUMN besar, Dwi sadar, perubahan adalah suatu keharusan menjaga sustainabilitas pertumbuhan perusahaan.

“Nomor satu bagi pemimpin adalah integritas,” ungkapnya. Kalau integritas pada perusahaan, benar “duduknya” maka ia yakini, pikiran yang diambil itu benar-benar diarahkan untuk apapun yang terbaik bagi perusahaan. Untuk itu adalah harus “firm” pada konsep integritas itu, maka harus tahan pada intervensi atau hambatan dari luar. Kala melakukan perubahan yang lebih baik, di dalam perjalanannya pasti ada resistensi, maka itu harus dipahami bagaimana menghadapinya.

“Saya selalu sampaikan kepada semua orang, jangan pernah takut kalau ada yang tidak setuju, ada resistensi, karena itulah maknanya yang dalam kelompok transformasi organisasi,” katanya kepada Herning Banirestu. Karena dalam sebuah langkah yang semua orang itu setuju, artinya itu hanyalah kurva normal saja.

Dwi Soetjipto, Dirut PT Semen Indonesia Tbk.

Kurva yang bukan normal, dalam konsep perubahan Dwi, ada konsep life cycle, sebelum tiba di puncak, ia sudah mulai “melakukan gerakan”. Kalau melihat kurva life cycle, awalnya dari bawah, menuju puncak, kala sedang menanjak, sebelum puncak, biasannya Dwi akan melakukan berbagai perubahan untuk membuat kurva life cycle yang baru. “Jika sudah sampai puncak dalam kurva life cycle dia akan turun, jangan sampai organisasi itu di titik puncak itu, akan turun,” ujarnya.

Proses perubahan inilah yang disebutnya sebagai transformasi. Ia pahami dengan proses itu dalam kurva life cycle seperti itu, organisasi dijaga untuk terus melakukan perubahan. Dengan proses itu, akan muncul mereka yang “ready” untuk berubah dan “not ready” untuk berubah. “Akan banyak yang bertanya, mengapa harus berubah, kita sedang naik terus kok, selalu ada yang resisten. Saya akan sampaikan kala naik dan sampai ke puncak, akan lebih sulit lagi berubah, karena ada masalah mind set problem, orang merasa hebat kala itu, perubahan akan lebih sulit lagi,” paparnya.

Dalam kepemimpinan yang harus dijaga adalah sense of crisis, awareness of problem harus ada, menurut Dwi, karena dengan begitu ia akan terus melakukan perubahan dalam organisasinya menuju ke arah yang lebih baik. “Pernah ada yang tanya, bawahan saya, “Pak, ini kan perusahaan kinerja sedang baik, kok bapak buat ‘ribut’ terus?’, saya jawab, saya tidak akan ‘ribut’ kalau Anda sudah ‘ribut’, kalau terlalu tenang berbahaya,” katanya. Ia tidak peduli apa komentar bawahannya, itulah integritasnya, yang selalu mengusik zona nyaman anak buahnya.

Dwi selalu memegang filosofi Ki Hajar Dewantara, juga mempraktikannya, sebagai pemimpin harus Ingarso Sungtulodo Ing Madyo Mangunkarso, Tutwurihandayani. Ketika anak buah tidak tahu harus bergerak kemana, maka saat itulah pemimpin berada di depan, Ingarso Sungtulodo, berupa: membentuk visi. “Berteriak soal efisiensi, maka pemimpin harus menunjukan gaya hidupnya di perushaaan juga efisien, ini baru jalan,” jelasnya.

Kala anak buah terlalu tenang, tidak bergerak, orang merasa memiliki kepuasan, maka saat itulah pemimpin memberikan contoh dan inspirasi untuk bergerak. Konsep atau believe ini dipegangnya dengan selalu masuk ke dalam “tentara” perusahaannya dalam perubahan, untuk membangun semangat. Kala sudah bergerak kencang, saat itulah posisinya Tutwurihandayani dengna banyak memberi apresiasi. “Saya beri inovasi award, kala ingin menumbuhkan semangat anak buah,” ia mencontohkan.

Maka itulah Dwi selalu konsern pada SDM perusahaan. Menurutnya kala perusahaan memiliki SDM yang integritas bagus, karakter bagus, kompetensi juga bagus, dia inovatif, maka akan maju perusahaan. “Tidak pernah berhenti bergerak,” imbuhnya.

Sekali lagi Dwi menegaskan bahwa pemimpin itu utamanya integritas yang firm. “Kala dilakukan perubahan biasanya ada kenaikan kinerja, efeknya biasanya, ada tuntutan kesejahteraan, bonus dan lain-lain juga naik. Maka kami harus firm, komunikasi dengan serikat pekerja, apa memang harus selalu demikian,” katanya. Ketika serikat menekan manajemen (di masa lalu kala awal perubahan sebelum menjadi Semen Indonesia), ia sampaikan apa yang baik hari ini bukanlah semua hasil mereka, juga kontribusi generasi sebelum mereka. Maka apa yang dilakukan mereka hari ini, juga untuk generasi depan (anak cucu) karena ini perusahaan BUMN. “Saya tidak akan mengambil keputusan yang populer, saya akan hadapi kasus apapun hingga kemana pun, itu saya sampaikan ke anak buah, sebagai leader harus teguh dan berani ambil risiko dan tidak bicara popularitas,” ujarnya.

Ia menceritakan kala proses transformasi menata kembali membangun sinergi proses bisnis BUMN Semen ini yang di bawahnya ada Semen Gresek (sebagai induk), Semen Tonasa, dan Semen Padang, agar arahnya jelas. Semula gerak perusahaan ke sana kemari, menuju ditata untuk lebih efisien di bawah satu induk. “Saya tidak peduli orang bicara apa, saya tegaskan pada anak buah jalankan saja, tidak usah pikirkan saya seperti apa, saya selalu jaga integritas untuk semua kemajuan perusahaan,” ujarnya.

Ia sadari dalam banyak perubahan akan menghadapi readiness to change (yang merupakan disertasi S3 Dwi juga). Bicara proses readiness to change ini, pada awal perubahan pada 2005-2006, Dwi sengaja saat itu tidak bicara bahwa induk tiga entitas besar perushaaan semen itu adalah PT Semen Indonesia, tapi masih dengan Semen Gresik sebagai induk grup ini. “Walau saya sebenarnya sudah memikirkan akan menjadi Semen Indonesia nantinya, tapi awalnya saya tidak berbicara itu, tapi saya tekankan bicara tentang sinergi. Saya menghindari debat keras, menghindari bicara konsep, tapi saya masuk ke aplikasi maka itu saya bicara sinergi,” katanya.

Bicara sinergi, ia berpendapat, tidak akan ada yang bilang tidak bagus, pasti bagus. Walau kemudian akan ada pertanyaan, “Saya akan dapat apa”. Terlebih mereka yang berada dibawah Semen Gresik, dibandingkan Semen Tonasa dan Semen Padang, kinerjanya lebih baik. “Saya jelaskan, dengan sinergi 1+1 harus bisa jadi 5, bagi semua bagian perusahaan,” ujarnya. Ketika sekarang ia bicara tentang sinergi di Semen Indonesia saat ini, pun didukung orang pemegang saham dengan dukungan penuh. Proses sinergi ini terus berjalan meski saat ini sudah berdiri Semen Indonesia.

Semua sinergi dicapai dibawah satu induk maka ada satu engineering, satu R & D. Itu salah satu sinergi saja sehingga tercapai optimasi dan efisiensi di grup ini. “SDM juga berpacu memperbaiki diri sebaik-baiknya,” imbuhnya.

Dalam sepanjang perjalannya, Dwi memang tidak pernah diam hanya bekerja “biasa saja” di perusahaan yang sudah 20 tahun lebih ia bekerja. “Saya tidak pernah peduli pada SK perusahaan, saya akan lakukan banyak untuk perusahaan,” imbuhnya. Setiap menjadi kepala di satu bagian, menurut cerita Dwi, ia selalu menggunakan sebagian waktunya untuk memberikan sumbangan tenaga dan waktunya untuk kemajuan bagian lain yang bisa dilakukannya. “Saya akan serahkan 50 persen waktu saya di bagian saya, lalu saya serahkan sisa lainnya untuk memajukan yang lain. Bukan berarti saya tidak fokus, saya delegasikan ke anak buah di bagian saya setelah siap, baru saya memikirkan bagian lain,” jelasnya.

Ia selalu pikirkan berapa lama ia menghabiskan waktu di perusahaan. “Saya akan menghabiskan waktu lebih lama di perushaan dibanding orang lain, saya datang paling duluan dan pulang belakangan, ini jadi permainan bagi saya,” ujarnya. Maka itu kala bekerja ia larut dalam bekerja di unitnya, lalu mempersiapkan percepatan kebutuhan unit itu pada dirinya, agar bisa didelegasikan ke oranglain, agar ia bisa mengerjakan sisa waktu kerjanya untuk melakukan sesuatu di unit lain. Tegasnya, ia selalu memberikan lebih ke perusahaan, bukan saja memikirkan unit dibawahnya tapi juga unit lain di perusahaan.

“Ini jadi contoh ke anak buah, saya sudah kerja keras, tidak, kita bisa lebih keras lagi kok,” ujarnya. Dalam melakukan perubahan, janganlah nunggu kala kita sudah di posisi atas, kita harus sudah mulai dari unit terkecil sekalipun yang dipegang.

Tentang kinerja grup bisnisnya saat ini, ia mengatakan, kalau tadinya pemasaran berfikir hanya untuk Semen Tonasa sendiri, Semen Padang sendiri, Semen Gresik sendiri. “Kalau sekarang, insentif kinerja pemasaran 70% untuk induk. Jadi semuanya menikmati, kala suatu saat ada unit yang kurang meningkat, seperti ada problem pabrik, unit itu tetap dapat insentif. Contoh saat Sumbar Gempa, Semen Padang menurun kinerjanya, mereka tetap dapat insentif saat ini,” ujarnya. Unit yang kinerjanya bagus, tentu mendapat insentif kinerja yang lebih besar. Distribusi produksi pun dijaga, tidak ada lagi semua menyerbu Jawa, Semen Padang dan Semen Tonasa ada wilayah sendiri.

“Kami masih menuntaskan sinergi Semen Indonesia saat ini, setelah ini selesai, baru kami pikirkan pengembangan,” ujarnya.

Kalau dilihat potensi saat ini, secara makro Asia Tengga akan menjadi pusat pertumbuhan, khususnya Indonesia. Kapasitas produksi grup bisnis ini tahun 2004 baru mencapai 15 juta ton, sedang tahun ini sudah mencapai 29-30 juta ton. “Target kami grup ini mensuplai 44 persen kebutuhan nasional, targetnya tahun 2030 kami mencapai 75 juta ton kapasitas produksi untuk domestik, “ ujarnya. Ia berpikir kalau melihat dari 2005 hingga saat ini peningkatannya 15 juta ton dalam 7-8 tahun, maka itulah target hingga 2030 menjadi 75 juta ton adalah target yang bisa tercapai.

“Target kedua adalah kami harus menjadi perusahaan “multinasional” yaitu sebagai pemain regional, diharapkan kami di regional bisa mencapai 10-15 juta ton suplainya,” katanya. Ia berharap saat itu (2030) Semen Indonesia sudah mulai melangkah investasi di luar Asia Tenggara. Saat ini Semen Indonesia sudah mulai menjadi pemain regional dengan membuka kantor cabang di Vietnam. Target lain Dwi adalah membuat riset center yang kuat, yang diharapkan Semen Indonesia bukan saja memproduksi semen, tapi sudah menghasilkan produk-produk jadi semen yang lebih advance, engineering dan masuk ke industri energi. Maka itulah ia harus menyiapkan mind set SDM termasuk menyiapkan mereka untuk bisa bekerja di regional, saat ini sudah jalan yang di Vietnam.(***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved