Editor's Choice

Ekspor Coffindo Melejit Ketika Ekonomi Global Menciut

Ekspor Coffindo Melejit Ketika Ekonomi Global Menciut

Kondisi ekonomi global yang loyo tidak menjadi halangan bagi PT Coffindo untuk menggenjot penjualan ekspor kopinya. Buktinya, pada 2012 nilai ekspor kopi Coffindo melonjak 70% menjadi US$ 7,4 juta. Tahun ini ditargetkan naik lagi menjadi US$ 10 juta. Bagaimana Coffindo menyiasati pasar yang lesu untuk mendongkrak ekspornya. Simak penuturan Taufik Hidayat, Brand Manager PT Coffindo, kepada Ria Efriani Pratiwi:

Bagaimana kondisi ekspor Coffindo di akhir tahun 2012? Seberapa besar pertumbuhannya dari akhir tahun sebelumnya (2011)?

Di 2012, kami tutup buku di angka US$7,4 juta. Itu naik sekitar 70% dari akhir 2011. Di 2010, kita juga sempat meningkat ekspornya di angka US$5,4 juta. Tapi di 2011, harga kopi mempengaruhi, jadi kita anjlok (nilai ekspor dan penjualannya).

CoffindoTaufik

Berapa target ekspor di tahun ini?

Di 2013 ini, yang kami targetkan malah tinggi banget. Bahkan di atas US$10 juta. Sampai semester pertama 2013, pencapaian ekspor kita sudah hampir 75% dari yang ditargetkan akan tercapai di akhir tahun ini. Jadi nilai ekspor di akhir tahun ini diperkirakan akan melebihi dari akhir tahun lalu.

Faktor apa yang menyebabkan nilai ekspor di tahun ini bisa lebih meningkat daripada tahun lalu?

Kalau dari harga, harga kopi malah lagi turun sekarang. Panen terakhir di tahun ini ada di bulan Agustus sampai September kemarin, dan harganya juga turun. Kebetulan nilai tukar US$ meningkat, jadi lagi bagus banget ya. Kemarin saja harga (kopi) Arabica itu adalah yang terendah selama empat tahun terakhir ini. Jadi, selain itu memang dari existing buyer kan ada kelanjutan kontrak, serta ada prospective buyer, yang kami tahu karena datang ke pameran. Seperti terakhir, seminggu lalu, kita ikut serta dalam pameran yang diadakan Specialty Coffe Association, di Tokyo Jepang. Jadi ini untuk menjaga hubungan sekaligus mencari prospective buyer yang baru.

Produksi kopi di Indonesia memang masih salah satu yang terbesar di dunia kan?

Ya, kita masuk lima besar kan di dunia. Jadi cukup bagus lah (kopi) Arabica kita.

Apa tantangan atau hambatan ekspor yang dirasakan selama ini, dan lebih berat (tantangan/hambatan) di tahun lalu atau tahun ini? Dan bagaimana cara perusahaan Anda mengatasinya?

Tahun lalu, tantangan kita paling cuma dalam hal mempromosikan kopi Indonesia. Memang banyak negara importir yang sudah kenal kopi Indonesia, tapi itu berpengaruh terhadap jenisnya apa saja sih. Jadi tahun ini kita mempromosikan (jenis) itu juga, bahwa ada (kopi) single origin dari Toraja atau Kalosi lho.. Sehingga memang banyak single origin yang kita perkenalkan lagi (kepada buyer). Dan trennya itu sekarang mereka lebih banyak ke produk organik, jadi seperti filtrate organic, dan Mandailing filtrate organic kita juga ada; jadi kita memperkenalkan itu juga. Setelah diperkenalkan, dan buyer jadi tahu bahwa kopi kita ada yang specialty, maka itu akan mempengaruhi harga yang mereka bandingkan dengan harga produsen lain, misalnya dari Kolombia. “Wah, ternyata mahal banget ya kopi Indonesia”. Jadi di situ kita harus mengedukasi buyer juga. Tapi sejauh ini, Kemendag melalui ATPC-nya kan juga cukup membantu mempromosikan. Lalu, mereka juga punya data para importir yang bisa kita pergunakan.

Kemudian, yang jadi tantangan juga adalah untuk memastikan bahwa processing yang kita lakukan memang baik. Karena ada beberapa importir yang strict terhadap kualitas. Misalnya ada beberapa prosedur kita yang missing, jadi tidak memenuhi standar mereka, sehingga akhirnya kami terus melakukan improvement di situ.

Memang negara mana yang paling strict dalam aturan soal kopi tersebut?

Sejauh ini masih Jepang yang paling strict ya. Selain mempersoalkan kualitas, yang mana sudah pasti, mereka juga memperhatikan soal shipment-nya seperti apa, di kontainer seperti apa, dan sebagainya.

Produksi specialty coffee di Indonesia juga besar kan. Apa Coffindo juga mengarah ke sana?

Ya, produk ritel kita memang mengarah ke sana, dan rata-rata produk Indonesia memang specialty coffee ya. Jadi memang harganya lebih meningkat daripada kopi Kolombia, dan lain-lain. Lalu, kalau kopi luwak itu produk ritel kita, tapi fokus bisnis kita tetap di kopi Arabica. Jadi memang 95%, kita ekspor kopi Arabica.

Ke mana saja negara tujuan ekspor dari Coffindo?

Yang tertinggi, sejauh ini, masih AS ya. Makanya kita punya kantor perwakilan di California, AS. Setelah itu ada juga Jepang yang terbesar (jumlah ekspor kita). Kalau ke Eropa, mungkin tidak besar impor kopi Arabica-nya, karena mereka lebih banyak menggunakan kopi Robusta ya. Tapi kita juga ada permintaan ekspor (kopi Arabica) ke sana, seperti yang dari Jerman dan Inggris.

Dalam sebulan, Coffindo bisa mengekspor berapa ton kopi?

Kalau dalam sebulan, kita bisa mengekspor berton-ton kopi ya. Kalau nilai ekspornya, maaf saya tidak bisa sebut. Tapi kalau per tahun, pada tahun-tahun sebelumnya kita bisa mengekspor sekitar 120 ribu ton per tahun. Ya, kalau dihitung per kontainer, satu kontainer itu bisa berisi 18 ton.

Bagaimana cara perusahaan Anda meningkatkan ekspor, sementara kondisi AS dan Eropa masih dalam krisis ekonomi sejak 2008?

Krisis itu memang mempengaruhi ekspor kita ke sana. Tapi kan mereka memang sudah habit-nya untuk minum kopi. Jadi konsumsi kopi itu tidak meningkat, tapi di posisi level stagnan/stabil. Kalau dibilang konsumsi kopi mereka tinggi, ya memang cukup tinggi. Jadi permintaan kopi di negara-negara yang kena krisis ekonomi tetap ada, tapi tidak sama seperti tahun-tahun sebelumnya, atau bisa dibilang menurun.

Persentase menurunnya itu berapa? Besar atau tidak?

Penurunannya itu kurang lebih sekitar 30%-40% dari permintaan sebelum krisis ekonomi.

Jadi bagaimana cara perusahaan Anda menyiasati adanya penurunan permintaan itu? Apakah mencari pasar baru?

Ya, kita cari pasar baru. Sekarang malah kita kembangkan di Asia, yakni salah satunya kita akan buka kantor perwakilan di Cina. Karena kita anggap Cina berpotensi besar dengan penduduknya yang berjumlah 1,3 miliar jiwa dan ada perubahan lifestyle. Jadi kita optimisnya pengembangannya seperti itu.

Terakhir masuk ke negara mana sebagai pasar yang baru?

Kalau ke Afrika, kita pernah (ekspor ke sana). Kemudian, Australia, mereka ini cukup strict juga ya dalam hal ekspor kopi luwak ke sana. Jadi bisa dibilang pasar baru kita mungkin Taiwan. Kemudian Korea; tapi jumlah permintaan mereka standar saja, walaupun ada terus permintaan dari sana. Lalu, kalau di ASEAN, kita kirim ke Malaysia, Filipina, dan Singapura. Kalau di Singapura, kita juga punya kantor perwakilan.

Biasanya sering ikut pameran apa saja di luar negeri?

Kami pernah ikut pameran Specialty Coffee of America di Houston, AS. Kemudian kita ikut London Coffee Week di London, Inggris. Kita juga pernah ikut pameran di Cina, Jepang, dan masih ada beberapa yang lainnya lagi.

Apa terobosan baru yang perusahaan Anda lakukan supaya nilai ekspor meningkat, atau minimal tidak menurun?

Pertama, yang pasti kita terus berhubungan dengan ATPC atau lembaga/asosiasi lainnya. Kemudian, yang kedua adalah promosi dalam event-event, yang tentu saja sudah kita lakukan. Ketiga, biasanya kita membuat sesuatu yang lebih interaktif di website. Karena biasanya banyak buyer yang tanya langsung ke kita melalui website. Lalu, kita juga ada beberapa marketing internasional yang khusus mencari ada apa di suatu negara, berapa potensi pasar di sana, berapa konsumsi kopi mereka, dan sebagainya.

Kemudian, bagaimana strategi Coffindo untuk memperbesar pasar ekspor yang sudah ada sekarang?

Kami pasti akan mengembangkan pasar yang sudah ada sekarang. Karena kita harus terus melakukan inovasi dan continuous improvement, serta menjaga kualitas yang merupakan suatu keharusan. Lalu, karena kita baru berusia 14 tahun, jadi masih banyak hal yang bisa kita lakukan lagi. Misalnya inovasi yang bisa dilakukan salah satunya adalah dari rasa, lalu bagaimana kita menawarkan produknya itu sendiri, dan yang terpenting adalah edukasi tentang kopinya sih.

Kan selama ini ekspor terbesar ke AS. Lalu, apa pendapat konsumen di sana terhadap kopi Indonesia?

Kopi Indonesia cukup baik di mata konsumen kita di sana. Makanya kita cukup percaya diri untuk membangun kantor perwakilan di sana. Dan sekarang kita memang harus terus melakukan improvement untuk membuat kualitas kopi itu menjadi lebih baik. Di sini, bukannya saya bicara standar kopi harus gimana, tapi bicara kopi itu bicara karakter atau rasanya seperti apa. Jadi di sini bagaimana kita mengembangkan (rasa) kopi itu lagi.

Kopi yang diekspor ke negara lain itu, nantinya di sana dijual dengan merek Coffindo, atau mereka jual lagi dengan mereknya sendiri?

Penyebaran atau distribusi produk kita itu biasanya lebih roaster, kafe, dan nanti ada juga produk ritel yang pengembangannya atas nama Coffindo.

CoffindoTaufik (tegak)

Untuk yang produk ritel itu, apakah memang untuk pasar ekspor saja atau menyasar pasar dalam negeri juga?

Kalau untuk di dalam negeri, kami ada rencana untuk memperbesar penjualan produk ritel juga. Sekarang lagi proses untuk membuat developing-nya.

Sejauh ini, berapa persen bisnis Coffindo yang di pasar ekspor, dan berapa persen yang di pasar dalam negeri?

Sejauh ini bisnis ekspor kami mencapai 95% ya. Jadi masih jauh lebih besar dari yang dipasarkan di dalam negeri.

Memang Coffindo ini sudah dari awalnya ya menyasar ke pasar ekspor?

Ya, memang dari awal kami berdiri, sasarannya sudah ke pasar ekspor. Sedangkan kalau untuk pasar dalam negeri, berarti kan yang dijual harus produk ritel, dan ini yang masih kiami siapkan product development-nya sekarang. Dan saya belum bisa infokan bagaimana hasilnya, tapi yang pasti kita harapkan produk ini bisa masuk ke pasar Indonesia.

Bagaimana pandangan Anda soal peluang ekspor ke depannya, khususnya komoditas kopi ini?

Saya rasa tantangannya masih seperti yang dulu. Pasti situasi ekonomi akan mempengaruhi juga, dari segi harga, dan lain-lain. Tapi kami masih cukup optimis untuk ke depannya.

Kalau permintaan kopi sendiri, kira-kira akan naik tidak ke depannya?

Demand akan stabil, cenderung naik, di beberapa negara yang konsumsi kopinya sudah menjadi kebiasaan sehari-hari, seperti di AS. Tapi untuk di beberapa negara Asia, demand itu (pasti) akan naik. Faktornya lebih karena perubahan lifestyle, seperti yang terjadi di Indonesia sendiri; sudah banyak banget kan warung kopi. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved