Editor's Choice

Grup Gunung Sewu Bidik Pasar Buah Premium dan Tradisional

Grup Gunung Sewu Bidik Pasar Buah Premium dan Tradisional

Grup Gunung Sewu (GGS) adalah pemain besar di bisnis buah-buahan. Produknya, dengan merek Sunpride dan Sweety menggarap pasar modern. Sedangkan Sunfresh membidik pasar tradisional. Bagaimana lika-liku GGS menggarap pasar buah-buahan? Martin M. Widjaja, Managing Director PT Sewu Segar Nusantara (anak usaha Grup Gunung Sewu) menuturkannya kepada Rangga Wiraspati:

Sejak kapan Grup Gunung Sewu main di bisnis agro? Apa alasan dan targetnya terjun ke bisnis ini?

Sejak kurang lebih 38 tahun lalu, Grup Gunung Sewu (GGS) memiliki anak perusahaan yang bergerak di agrobisnis yang bernama PT Great Giant Pineapple (GGP). Setelah mendirikan GGP, GGS mendirikan PT Nusantara Tropical Fruit (NTF) di tahun 1993. Alasan kami terjun ke bisnis agro adalah karena kami mempunyai latar belakang dan budaya yang baik di bidang agrikultura/hortikultura. Melalui dua perusahaan itu GGS memproduksi nanas dan juga pisang. GGS melihat dua komoditas tersebut diperdagangkan secara signifikan di dunia, dan kebutuhannya akan bertambah terus. Sejak awal berdirinya, NTF merupakan perusahaan hasil joint venture antara GGS dengan Del Monte Fresh. Perusahaan ini dibentuk dengan tujuan menanam pisang untuk pasar ekspor. Del Monte memiliki teknologi, sedangkan GGS memiliki pengetahuan dan budaya, sehingga NTF dibentuk dengan pembagian saham 50%-50%.

Saat itu kami menanam pisang 2.000-an hektare (ha) di Lampung. Setelah berjalan dua tahun, kami mulai ekspor ke Jepang dan Hong Kong. Tapi, tanaman kami pernah terkena hama, yang namanya Fusarium. Seluruh tanaman rusak. Dari yang ditanam 2.000 ha itu, hanya tersisa 300-400 ha saja yang masih bagus. Produk lahan sisa tersebut tidak layak lagi untuk diekspor. Padahal saat itu 100% produknya kami ekspor. Melihat keadaan itu, Del Monte mengundurkan diri dari kerja sama joint venture dengan GGS. Di tahun 1996 GGS mengambil penuh saham NTF. Karena itu, di tahun 1995 dibentuklah perusahaan PT Sewu Segar Nusantara (SSN) yang khusus menjual buah sisa tersebut untuk pasar lokal. Saat itu, kami tidak menyangka potensi pasar Indonesia akan menjadi demikian besar seperti sekarang. Kebetulan juga, supermarket seperti Hero mulai tumbuh di masa itu.

Market share produk SSN di pasar lokal masih sebesar 2,5%, artinya pasarnya masih luas sekali. Karena tidak ada perusahaan lokal di Indonesia yang menyuplai dengan baik kebutuhan lokal akan buah-buahan, akhirnya banyak buah impor masuk. Melihat keadaan itu kami berfokus untuk memenuhi terlebih dulu kebutuhan lokal. Jika sudah tertutupi, baru kami berencana untuk mengekspor. Dari awal berdirinya SSN sudah ada visi ini. Bisa dilihat dari kata ‘Nusantara’ yang secara implisit berarti fokus pada Indonesia.

Sunpride-Gudang

Untuk komoditi apa saja? Apa bentuk operasional bisnisnya di sini? Berapa besar investasinya dan berapa luas arealnya? Apakah juga terjun ke pengolahan hasil pertaniannya?

Saya tidak cukup ingat pada awalnya berapa besar investasinya, yang jelas cukup signifikan karena sejak awal tanah yang dibeli di Lampung adalah seluas 3.570 ha. Selain itu, untuk menggarap perkebunan pisang di tanah seluas itu setahu saya dibutuhkan sekitar 2.000-an orang pada awalnya. Standar internasional pun harus diikuti, dengan membangun cable way dan packing house.

SSN sendiri tidak bercocok tanam, kami hanya melakukan sourcing dan spesialisasi kami adalah pemasaran dan distribusi. Kami mengambil hasil perkebunan yang sudah jadi. Sumbernya ada yang dari NTF, GGP, dan impor. Kami perlu impor karena ada beberapa produk kami yang tidak bisa ditanam di Indonesia, yaitu buah-buahan subtropis seperti kiwi dan apel. Kami juga melakukan kemitraan dengan petani lokal.

Saat ini kami memasarkan 20 jenis buah, mulai dari jambu biji, pepaya, nanas, mangga, pisang, anggur, jeruk, apel, melon, kiwi, hingga pir. Dari kebun grup sendiri kami menghasilkan tiga jenis buah, yaitu pisang cavendish, jambu biji, dan nanas honi. Yang merupakan hasil impor adalah produk kiwi, apel, dan anggur. Kami memiliki jaringan distribusi yang luas, dan konsumen yang tetap baik pasar moderen maupun tradisional, sehingga kami dipercaya untuk memasarkan kiwi Zespri asal Selandia Baru dan pir Truval asal Belgia dalam merek Sunpride di Indonesia. Komposisi produk Sunpride adalah 20% impor, 15% buah lokal dari petani dan pengusaha kecil, sisanya berasal dari perkebunan grup.

Karena penanganan buah pasca panen berbeda satu dengan yang lainnya, kami tidak pernah menyimpan produk dan harus mendistribusikan produk secepatnya ke kurang lebih 3.000-an toko moderen dan pasar tradisional di Indonesia. Tantangan untuk kami adalah membangun sistem logistik yang rapi agar pendistribusian produk tepat waktu. Saat ini sistem logistik kami masih menggunakan transportasi darat, dengan penggunaan feri hanya di Selat Sunda dan Selat Bali. Akhir tahun ini kami akan merambah Makassar dan Balikpapan.

Karena kompleksnya sistem logistik SSN, maka kami menggunakan perangkat lunak routing system. Perangkat itu mengatur waktu kedatangan pengiriman produk, volume produk yang dikirim, jenis produk yang dikirim, dan data truk pengangkut produk. Saat ini kami memakai 85 truk yang dilengkapi pendingin, baik yang besar maupun yang kecil. SSN harus mengantar produk ke 20 kota di Jawa dan Sumatera. Buah yang diambil dari Lampung dan sejumlah kota di Jawa Barat dan Jawa Timur harus tetap segar ketika tiba di tangan pengecer. Agar kesegaran produk tetap terjaga, kami berusaha untuk sedekat mungkin dengan konsumen. Caranya, kami membangun cabang, depo, maupun subdistributor di berbagai kota. Dengan begitu kami bisa mengirim barang setiap hari.

Martin-SunprideBagaimana prinsip mekanisme bisnisnya? Apakah ada pola kemitraan inti-plasma dengan petani (kalau ada seperti apa)?

Pola kemitraan dengan petani bisa disebut sebagai pembinaan. Jadi para petani dikumpulkan ke dalam kelompok, yang kemudian diajarkan cara menanam, merawat tanaman, sampai penanganan pasca panen oleh tenaga ahli lapangan dari SSN. Kami menerapkan contract farming, yaitu bibit dan teknologi kami sediakan sementara petani menyiapkan lahan. Tidak jarang kami membangun packing house di area lahan para petani agar hasil panen dapat segera ditampung dan dikirimkan ke cabang terdekat. Sejak tahun 2004 pembinaan petani terus kami lakukan pada operasional harian, sehingga saat ini sudah ada 500-an petani yang kami bina. Kami mengelompokkan para petani karena pembinaan lebih efisien dan mereka bisa saling menguatkan. Maksudnya, kalau petani bergerak sendirian, maka ketika gagal panen ia akan cepat menyerah. Sementara, dalam grup mereka bisa sharing dan saling menyemangati.

Para petani mitra SSN tersebar di beberapa wilayah Jawa dan Sumatera, mulai dari Medan, Lumajang, Banyuwangi, Cilegon, dsb. Pola kemitraannya tidak bisa dibilang inti-plasma, tetapi ada prakteknya yang mirip, seperti ada petani yang menjadi pengepul, yang menampung hasil-hasil kebun. Namun praktek itu tidak bisa kami terapkan rata bagi semua petani di setiap daerah. Kami tidak bisa memaksakan budaya bercocok tanam di suatu daerah, karena cara bercocok tanam di Medan tentu berbeda dengan di Jawa Timur. Seperti di Medan, ada sistem kasta di masyarakat taninya, sehingga kami menunjuk kelompok kasta yang tertinggi sebagai kelompok tani binaan agar mereka dapat memimpin petani yang kastanya di bawah mereka. Kunci suksesnya adalah kemampuan kami untuk beradaptasi dengan kultur cocok tanam para petani. Tetapi, kami tidak kompromi dengan spesifikasi produk yang kami minta, karena hasilnya di mana pun harus sama sehingga bisa diterima di semua jaringan distribusi kami. Oleh karena itu, SSN tidak sembarang meminta petani menanam buah. Ada klasterisasi buah yang disesuaikan iklim dan kondisi tempat petani berada. Di Lumajang, misalnya, yang ditanam mitra SSN Kelompok Tani Sumber Jambe adalah pisang mas. Sementara petani mitra di Sukabumi diarahkan untuk menanam pepaya Hawaii dan California.

Bisnis model SSN adalah mengagregasi hasil kebun dari para mitra dan supplier, dan kami memberi tahu mereka apa yang harus ditanam. Kami menerapkan sistem itu karena kami tahu betul spesifikasi produk yang diharapkan konsumen maupun customer. Produk yang bernilai tinggi akan mampu kami distribusikan dengan baik ke pasar. Kriteria produk yang kami minta kepada mitra atau supplier adalah nilai yang tinggi, volume yang tinggi, dan availability sepanjang tahun. Selama ini SSN menyuplai produk ke tiga jenis pasar, yaitu moderen, hotel-resto-kafe, dan tradisional. Sekitar 80% bisnis kami datang dari pasar moderen. Pasar moderen yang dimaksud adalah supermarket, hypermarket, minimarket, dan toko-toko buah convenient.

Martin (utama)

Untuk menggarap tiga jalur pasar itu, SSN membuat tiga merek, yaitu Sunpride, Sweety, dan Sunfresh. Merek Sunpride ditujukan bagi konsumen menengah atas yang menginginkan produk buah premium, sehingga dipasarkan di supermarket, hypermarket, serta hotel-resto-kafe. Sweety juga dipasarkan di pasar moderen, namun diperuntukkan bagi konsumen yang menginginkan buah berharga murah (value-for-money). Bagi konsumen yang ingin berbelanja buah di pasar tradisional, SSN melayani dengan merek Sunfresh.

Sudahkah memperoleh keuntungan dari bisnis ini? Apa lagi rencana ke depannya?

Sejak saya bergabung dengan GGS di tahun 2000, perusahaan SSN sudah profit. Saat ini pertumbuhan penjualan kami 40% per tahun. Begitu pula ke depannya, kami targetkan lima tahun ke depan pertumbuhan kami minimal 40%. Sampai akhir 2015, kami ingin berada di 53 lokasi di Indonesia, saat ini kami baru berada di 20 lokasi di Jawa dan Sumatera. Sampai akhir tahun itu pula, kami berencana menambah tujuh kantor cabang serta 20 depo (penjemputan barang). Suatu hari kami juga ingin merambah pasar regional, namun setelah kebutuhan buah di Indonesia terpenuhi dan bisnis model kami lebih solid. Kami akan mengincar pasar Asia Pasifik terlebih dulu, seperti Malaysia dan RRC, baru setelah itu Timur Tengah. Menurut kami, SSN bisa menunjukkan performa di negara-negara tersebut seperti di Indonesia. Untuk eskpansi tersebut, kami akan melakukan strategi aliansi dengan pihak lokal yang mengerti pasar. Bisa dengan cara joint venture.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved