Editor's Choice Entrepreneur

Ida Bagus Rai Budiarsa, Menantang Wine Asing dengan Buah Anggur Lokal

Ida Bagus Rai Budiarsa, Menantang Wine Asing dengan Buah Anggur Lokal

Mendengar kata wine, pikiran orang biasanya melayang ke negara-negara produsennya di benua Eropa seperti Prancis dan Italia. Namun, sejak hampir dua dekade silam, Indonesia sukses memproduksi wine menggunakan buah anggur lokal. Orang yang punya nyali menantang kemapanan wine asing itu adalah Ida Bagus Rai Budiarsa, seorang putra Bali. Mengusung merek Hatten Wines, Gus Rai, sapaannya, memproduksi wine lokal itu di Bali. Hingga kini, ia sukses melahirkan berbagai varian wine seperti rose wine, white wine, red wine dan sparkling wine.

Kisah Hatten Wines bermula saat Gus Rai usai merampungkan pendidikannya di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, 1990. Sebagai putra mahkota bisnis keluarga yang memproduksi minuman fermentasi arak beras atau lebih dikenal dengan nama brem Bali, ia langsung pulang kampung dan meneruskan usaha yang dirintis ayahnya sejak 1968 itu. “Tanggung jawab sebagai anak laki-laki tertua,” ujar anak kedua dari lima bersaudara ini kepada SWA.

Brem Bali bermerek Dewi Sri yang diproduksi keluarganya memang sukses dibesarkan ayahnya. Bahkan, ayahnya juga yang memodernisasi proses produksinya dengan menggunakan mesin pada 1974 seiring dengan permintaan pasar yang meningkat pesat.

Ida Bagus Rai Budiarsa, produsem wine lokal merek Hatten Wines

Tak ingin mengecewakan ayahnya, Gus Rai pun menyambut tongkat estafet bisnis keluarga. Meski demikian, sambil mengelola usaha keluarga, Gus Rai sempat mencoba peruntungannya di bisnis garmen hingga bisnis kontraktor. Sayang, diversifikasi usahanya tidak berjalan lancar. Hingga akhirnya seorang pengusaha Australia mengajaknya terjun ke bisnis wine pada 1992. Sayangnya, prosedur yang rumit dan bahan baku yang sulit didapatkan menyebabkan proses produksi baru bisa terealisasi pada 1994.

Gus Rai sadar, dirinya bersaing dengan produk-produk wine asing yang memang sudah lama jago di bidangnya. Karena itulah, ia menggandeng wine maker berkebangsaan Prancis yang sekaligus lulusan pembuat wine terkemuka di sana.

Tanpa mau menyebut modal awalnya, Gus Rai menceritakan ia membangun pabrik wine bersebelahan dengan pabrik brem milik keluarga. “Awalnya, semua masih sederhana, dilakukan secara manual, mesin pendinginnya saja yang modern,” katanya. Merek Hatten Wines dipilih sebagai bendera produknya. Hatten merupakan nama pemberian rekan bisnisnya yang diambil dari bahasa Jepang yang berarti “berkembang”.

Produk wine pertama yang diluncurkan adalah jenis rose wine, minuman anggur berwarna merah muda yang diproduksi karena bahan baku yang tersedia di Bali jenis Alphonse Lavalle yang di masyarakat umum dikenal sebagai anggur hitam Singaraja dan biasanya dikonsumsi langsung sebagai buah segar. Rose wine dari segi rasa juga mirip white wine yang banyak diminati pasar. Hingga tahun 2000, Hatten hanya memproduksi jenis rose. Gus Rai mengakui, selain bahan baku, persoalan izin juga menjadi salah satu kendala.

Respons positif yang ditunjukkan pasar menumbuhkan keinginan Gus Rai untuk memproduksi jenis white wine. Mimpi ini membawanya hingga ke Kediri, Jawa Timur, untuk mencari bibit yang sesuai. Ia lantas mengombinasikan bibit anggur lokal dan sukses menghasilkan Alexandria wine dan Aga white wine. Adapun dari anggur hijau jenis Probolinggo Biru dihasilkan jenis sparkling wine.

Tidak cukup dengan memproduksi wine dari buah segar, sejak 2006 Hatten mengusung merek baru, Two Island, yang berbahan baku jus yang diimpor langsung dari Australia yang menghasilkan empat jenis wine, yakni shiraz, chardonnay, cabernet merlot dan riesling. “Perbandingan produksinya 70:30 untuk merek Hatten,” kata Gus Rai.

Winery Hatten Wines terletak di kawasan Sanur, bersebelahan dengan pabrik brem milik keluarga. Dibangun di atas tanah seluas 1.300 m2, pabrik ini dilengkapi dengan peralatan baja tahan karat yang selalu terjaga kebersihannya, memiliki mesin tekan horisontal, 20 buah tangki wine yang besar, mesin untuk fermentasi, ruangan untuk pembotolan, dan laboratorium.

Kapasitas produksinya sebesar 60.000 liter per bulan yang dikemas dalam botol ukuran 750 mililiter dan 2 liter, serta dipasarkan ke 1.000 hotel dan restoran, serta 116 supermarket.

Proses produksi Hatten Wines hingga siap dipasarkan, menurut Gus Rai, paling sedikit memerlukan waktu 2,6 bulan untuk jenis rose dan white wine; sembilan bulan untuk red wine ; 12 bulan untuk sparkling wine, sedangkan jenis Pino membutuhkan waktu 2-3 tahun baru siap dipasarkan.

Pasar yang disasar tidak jauh-jauh. “Kami fokus menggarap pasar domestik saja,” kata Gus Rai. Hanya 10% produk Hatten didistribusikan ke Jakarta, Bandung, Lombok dan Papua. Walaupun sempat melakukan ekspor hingga ke Belanda, Inggris, Singapura, Maladewa, Australia, dan beberapa negara lain, akhirnya Gus Rai memutuskan untuk menghentikan ekspornya. “Kami ingin menguatkan posisi dulu,” ujarnya lagi.

Sekarang bahan baku tidak menjadi masalah lagi. Kebun miliknya seluas 15 hektare di kawasan Singaraja mampu memasok bahan baku white wine rata-rata 400 ton setahun. Selain itu, puluhan petani plasma binaannya juga secara rutin mampu memenuhi pasokan anggur hijau. Adapun bahan baku untuk red wine sepenuhnya diperolehnya dari petani lewat para pengepul. “Kami satu-satunya wine lokal yang menggunakan bahan baku dan SDM lokal, kecuali teknologi,” ungkapnya.

Ayah tiga anak kelahiran 26 Mei 1965 ini optimistis, wine produksi Hatten akan terus berkembang. “Saya melihat, makin banyak orang Indonesia yang mengonsumsi wine. Tidak itu saja, Hatten Wines juga mulai menjadi oleh-oleh wajib dari Bali,” tuturnya. Namun, Gus Rai juga mengakui gengsi Hatten Wines masih berada di bawah merek wine asing. Padahal, Hatten Wines telah banyak meraih penghargaan internasional, seperti Southeast Asia Wine Pioneer dan Wine Style Asia Award.

Bahkan, mimpinya tidak sekadar mengembangkan Hatten Wines. Dengan 100 karyawan, Gus Rai berangan-angan menyejajarkan Hatten Wines dengan merek wine asing.(*)

Iga Silawati/Eddy Dwinanto Iskandar


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved