Editor's Choice Next Gen

Jurus Angelica Widjaja Membesarkan Warung Tinggi Coffee

Jurus Angelica Widjaja Membesarkan Warung Tinggi Coffee

Angelica Widjaja

Angelica Widjaja

Namanya PT Warung Tinggi Coffee. Usianya sudah lebih dari seabad, tepatnya 135 tahun. Pabrik penggorengan dan penggilingan kopi ini merupakan divisi consumer goods Grup Pintu Air Mas (PAM) sejak 2001, atau 123 tahun setelah Warung Tinggi berdiri di tangan generasi pertama. Tahun 1998, di tangan generasi keempat, yakni Rudy Widjaja, usaha sempat jatuh ke titik nadir akibat tragedi krisis ekonomi 1998. Namun pada 2013, Warung Tinggi sudah kembali ke kancah industri beverage di bawah pengelolaan generasi kelima, Angelica Widjaja.

Begitu panjang jejak sejarah Warung Tinggi Coffee. Bermula ketika pada 1878 Liauw Tek Soen mendirikan sebuah toko di Jl. Hayam Wuruk, Jakarta Pusat. Ketika itu, banyak penjaja biji kopi yang datang untuk menjual kopi kepada Liauw. Liauw pun kemudian membeli dan memanggang biji kopi itu dengan menggunakan penggorengan kecil dan dijualnya kepada tetangga atau orang terdekat saja. Ternyata, mereka menyukai kopi olahannya, sehingga akhirnya muncul ide untuk membuka satu toko kopi dengan merek namanya sendiri, yaitu Tek Soen Hoo.

Bisnis ini terus diwariskan secara turun-temurun. Sebelum sampai ke tangan Angelica, banyak perubahan yang telah dilakukan. Ayahnya, Rudy Widjaja alias Liauw Hiong Yen, memindahkan pabrik ke daerah Tangerang karena pabrik di Hayam Wuruk tidak memadai lagi untuk berproduksi yang kian meningkat.

Rudy juga mulai berekspansi dengan mengekspor kopi ke Jepang, Belanda dan Timur Tengah. Pasar lokal pun diperbesar, dengan masuk ke supermarket. Pada 2001, Rudy ingin memacu pertumbuhan Warung Tinggi supaya lebih besar lagi, lalu melakukan penggabungan usaha dengan Grup PAM, maka Warung Tinggi menjadi divisi consumer goods PAM.

Angelica memegang kendali Warung Tinggi pada 2004. Lulusan Jurusan Public Relation Universitas Pelita Harapan ini sebenarnya ingin berkarier di bidang PR atau media. Begitu lulus, Angelica bekerja di sebuah resto Jepang, Enoki, sebagai staf PR. Setelah setahun, Angelica pergi ke Taiwan untuk memperdalam bahasa Mandarin.

Pengelolaan Warung Tinggi sebenarnya mulai dialihkan dari ayahnya kepada kakak laki-laki Angelica. Hanya saja, karena sang kakak meninggal dalam kecelakaan lalu lintas, akhirnya Angelica dipanggil pulang untuk meneruskan bisnis keluarga. “Saya punya dua kakak lagi. Tapi, mereka sudah punya karier sendiri. Papa saya tidak mungkin memaksa mereka kembali ke sini,” wanita berusia 31 tahun ini menuturkan.

Angelica meresapi betul wejangan dari ayahnya untuk bertindak jujur dalam berbinis. “Jangan bilang kopi bagus, tapi di belakang yang kamu kasih kopi jelek,” tutur Angelica menirukan ucapan ayahnya. Selain kejujuran, dia juga mengajarkan, setiap kali membeli bahan baku, harus dites dulu. Tanpa perkecualian. Tidak boleh sampai tidak. Itu paling penting. Dan, proses tes kopi tidak pendek. “Padahal dalam sebulan, kami bisa memesan bahan baku beberapa kali,” kata Angelica.

Angelica Widjaj

~~

Kini Warung Tinggi memproduksi 25-30 ton kopi per bulan. Hasil produksinya sebagian besar dilempar ke industri kopi (dengan model maklun), dan disalurkan ke hotel restoran kafe (horeka). Setidaknya ada 10 hotel di Jakarta yang mendapat pasokan kopi dari Warung Tinggi. Adapun penjualan ritelnya hanya dilakukan di Warung Tinggi Coffee.

Selain pasar domestik, kopi Warung Tinggi juga sudah dilempar ke Jepang dan Amerika Serikat. Sekarang sedang bersiap-siap untuk mengekspor ke Korea Selatan. Angelica bertekad menggenjot kapasitas produksinya hingga mencapai 100 ton per bulan. “Masih jauh,” ujarnya.

Angelica mengakui, tantangan di bisnis kopi sangat banyak. Karena begitu banyak pemain yang terjun ke bisnis kopi. “Kompetitor ada sekian banyak. Mereka itu kreatif sekali. Kalau kami mau tetap ada di ‘dunia persilatan ini’, harus inovatif. Harus bikin inovasi baru juga,” ia menandaskan. Ia akan tetap bermain di bisnis B2B. Tidak masuk ke pasar ritel seperti Kopi Kapal Api atau Indocafe karena keterbatasan saluran distribusi.

Angelica yakin, bisnisnya bisa bertahan dan terus berkembang dengan mengandalkan kualitas kopi dan metode penggorengannya. Kiatnya untuk tetap bertahan hanya satu: menjaga kualitas. “Kami memilih biji kopi terbaik sesuai dengan kriteria Warung Tinggi. Kalau bukan kualitas yang dijaga, apa lagi?” katanya menggarisbawahi.

Ia akan terus mencari klien maklun, karena volume penjualannya besar, sehingga memberikan kontribusi yang besar terhadap penjualan Warung Tinggi. “Sebelum saya masuk, maklun belum berjalan,” ujarnya.

Rudy berharap, Warung Tinggi Coffee bisa berkembang lebih maju di tangan Angelica. Ia ingin anaknya itu tidak berpindah ke bisnis lain. Rudy mengatakan, Angelica sempat tidak mau berbisnis, padahal bisnis keluarga itu makin besar dan makin bagus. Ia mengaku sudah mengajarkan semuanya tentang kopi kepada Angelica, mulai dari biji mentah, mutu kopi, cara roasting dan blending-nya, sampai kemudian menyeduhnya. “Itu sudah ada pada Angel. Mungkin masih butuh beberapa proses. Tapi, itu akan didapat dari pengalaman. Kadang-kadang, dia bercerita juga kalau menemui kesulitan soal kopi,” ujar Rudy.

Pada akhirnya, “Saya mau Warung Tinggi bertahan sampai seterusnya, generasi ke-6, ke-7, ke-8. Karena kata orang China, kalau bisa mempertahankan usaha sampai keturunan ke-7, pengusaha itu sukses sekali,” ungkap Rudy.

Didin Abidin Masud & Rosa Sekar Mangalandum

Riset: Siti Sumariyati


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved