Management Editor's Choice Strategy

Kiat Garuda Merombak Layanan Frontliners

Kiat Garuda Merombak Layanan Frontliners

Garuda Indonesia terus berbenah. Meski sudah menyabet predikat sebagai airline dengan layanan terbaik di dunia, toh Garuda masih terus berupaya memperbaiki diri. Salah satunya adalah layanan frontliner. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk perbaikan layanan frontliner ini? M. Riza Perdana Kusuma, Senior Manager Pre & Post Journey Services PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) memaparkannya kepada Nimas Novi Dwi Arini dari SWA Online:

Apa sebenarnaya masalah di Garuda dari pandangan Anda?

Kalau di ground Garuda masih memiliki masalah soal Sumber Daya Manusia (SDM). Namun, dengan desain yang kita rancang ini SDM akan diperbaiki. Ini kasus banyak perusahaan ya front liner itu turn over-nya tinggi. Nah yang tertinggal adalah orang-orang yang no choice yang pura-pura loyal. Konsep bagi kami ke depan front liner sesuatu yang fresh dan tidak bisa bekerja secara lemah, karena memang sengaja dibentuk seperti itu. Jadi ketika mereka bekerja dengan Garuda dalam jangka terpendek pun dia harus optimal. Jadi sama-sama optimal, apa yang Garuda berikan kepada mereka dan apa yang mereka berikan untuk perusahaan.

Riza (utama)

Apa yang unik dari desain ini?

Jadi dalam desain ini monitoring dan controlling sebagai kunci sukses, yang lain akan dijalankan oleh mereka sendiri karena motivasi dari dalam pribadi mereka masing-masing. Benchmarking kami dengan perusahaan lain adalah monitoring dan controlling dilakukan oleh head office atau silent shopper setiap saat. Sedangkan pada desain baru kami ini, hal-hal tersebut tidak perlu lagi. Ini akan berjalan dengan sendirinya jadi kami membuat sistem di mana orang yang bekerja sebagai front liner bisa menghitung revenue saat itu juga. Apa yang kita dapatkan di situ adalah para front liner ini akan senang melihat berapa orang yang repeat dan ada banyak orang baru yang pesan. Mereka akan berlomba-lomba dengan sendirinya untuk meningkatakan dan ini diperluas dengan startegi yang bahwa kita menciptakan jalur karier fungsional.

Boleh dijelaskan mengenai fungsional career path ini?

Jadi memang sistemnya yang kami rombak, fungsional career path walaupun dia ini outsource dia harus ada career path yang fungsional. Nanti ada perubahan di organisasi dari mulai fungsi kontrolnya, fungsi help desk, fungsi manajerial. Setalah dua tahun ada evualasi dan jika hasilnya memuaskan maka dengan sendirinya akan naik ke level berikutnya. Kemudian ada juga cross assignment.

Apa yang dimaksud dengan cross assignment ini?

Jadi dalam cross assignment ini misalnya ada seorang frontliner terbaik di sebuah kantor cabang ke depannya dia akan kami beri tanggung jawab untuk bagaimana caranya dia ini menerapkan hal-hal baik yang dia lakukan ke kantor cabang yang kami nilai performance-nya kurang baik. Jadi di sini front liner bisa dikatakan sebagai duta sehingga ia bisa memberikan energi positif di kantor cabang yang dinilai kurang baik. Ini salah satu bentuk dari career path.

Apa ada lagi yang ingin dilakukan?

Konsep baru yang coba kita jalankan adalah kepuasaan pelanggan ini tidak hanya keluar saja tapi ada juga office, internal customer itu adalah lembaga yang harus kita perhatikan. Jadi experience juga akan di internal. Jadi kalau untuk customer yang di luar kita konsep dari layanan mereka, tapi gini bagaimana ia melayani dengan baik itu kita menciptakan sebuah game khusus tertentu yang akan kita implemtasikan, carier path adalah sebuah experience dan berkompetensi dengan sesama rekan kerja ada experience tersendiri. Belum lagi pengalaman yang akan didapatkan dari training-training yang akan kita lakukan.

Training-nya akan seperti apa?

Training yang akan dijalankan silabusnya kita ciptakan sendiri berdasarkan hal-hal urgent yang ingin dirombak. Seperti empowerment, biasanya empowerment itu hanya ada di batas visi saja tapi ternyata praktek di menengah dan bawah tidak pernah terjadi karena banyak birokrasi menjadikan empowerment itu tidak muncul. Kami di tim ini berjuang untuk menghilangkan hal-hal tersbut sehingga nanti ada desain yang disebut OCR (One Complain Resolution), di mana dengan Garuda yang begitu kompleks produk dan servisnya itu nanti ada sebuah komitmen yang akan menyederhanakan birokrasi itu. Perombakan yang ada ini juga akan merombak struktur orrganisasi yang besar dan BOD menyetujuinya.

Kami sudah menyiapakan workshop empowerment, problem solving jadi kita kumpulkan complain yang selama ini ada dan kita workshop-kan kita akan link kasusnya apa dan apa yang bisa kita potong yang terkait dengan berbagai departemen. Keberadaan departemen kami ini akan menyetir hampir seluruh departemen di Garuda.

Apa background-nya, sehingga Anda dan tim terpikir untuk melakukan perubahan ini?

Garuda ini bisa dikatakan perubahannya sangat dinamik jadi perubahan yang terjadi itu di sini memang dalam konsep kekinian. Pastinya apa yang kami lakukan masih pada batasan-batasan itu ya, batasan itu adalah kita lompat ke posisi yang lebih tinggi yaitu perbaikan dari sisi manajemen. Bisa dibilang perubahan yang akan dilakukan nanti ini bisa menjadi trigger atau pijakan untuk nantinya berubah. Dari manajemen juga ada 28 touch point setiap touch point ada owner-nya, nah selama ini ground tidak punya owner-nya.

Jadi selama ini untuk ground bagaimana?

Jadi memang sudah ada data dari riset internal mengenai kepuasaan pelanggan ini. Ada hal-hal yang semakin menurun dan ada yang naik. Kami di dalam juga punya survei mengenai indeks kepuasaan pelanggan, bulan lalu ini ada servis telepon, servis di airport, call center, dan website. Call center misalnya mereka membutuhkannya tapi malah kepuasannya turun. Website juga sama seperti itu, kalau untuk layanan yang ada di office mereka ini puas tapi sekarang ini sudah tidak terlalu dibutuhkan apalagi dengan perkembangan saat ini. Kami di departemen ini sudah berpikir detail ya sampai nanti pada akhirnya, kalau kita menciptakan desain ada sesuatu hal yang menarik sehingga kepuasaan pelanggan ini meningkat dan orang ingin datang terus makanya departemen ini disebut pre and post journey. Kami memikirkan dari awal orang angkat telepon, beli tiket, sampai ke bandara ini yang pre journey. Sedangkan untuk post kami menyentuh dari mulai orang ambil bagasi sampai keluar bagasi ini juga masih bagian dari kerjaan kami. Bagaimana kita menarik mereka untuk menggunakan channel kita kembali. Ini sudah ada konspenya, kita akan membuat channel kita jadi dinamis.

Riza gaya

Tim ini kan sebagaian pernah ada di first class dan sudah mendapatkan pujian, sekarang ingin menerapkan hal-hal baru untuk di ground kita bicara secara umum konsep kepuasaan pelanggan itu dipandang seperti apa?

Pelanggan itu sebenarnya kalau kita bertemu dengan pelayan atau pelayan jasa kadang-kadang melihat lebih rendah. Nanti di Garuda kami akan membuat konsep pelayanan professional meet professional. Jadi bukan serving semata melainkan consulting. Jadi kami mengubah kalau selama ini servis hanya punya 4 cabang tapi kalau assist adalah apart of consulting yang punya banyak cabang. Kita merumusakna ini dengan cara workshop 3 bulan kita godog dengan tim dan FGD di 7 tempat. Selain itu, kita juga pelajari data-data internal dan complain-nya.

Berarti ada perubahan ya dari service to assist?

Ya betul jadi sebenarnya kita ini salah, selama ini kita mencipatakn pelayan. Pelayan itu kan proses servis — jadi kalau ini hanya sebagai bagian saja. Dia bukan pelaku atau key person yang wah. Helping hanya membantu saja. Tapi kalau assist ada persamaan makna dengan consulting, dia melihat bahwa dia ini bekerja bukan melayani. Lalu attend to pada saat dia mengerjakan itu dia ini fokus ini untuk involve ya service merupakan komunikasi yang berkelas. Jadi kami di sini tidak menciptakan robot, kami membuat para front liner ini bekerja karena memang menyenangi proses yang terjadi dan berpikir mengenai pelanggan yang akan repeat order.

Apa strateginya?

Memang ada orang-orang yang mempunyai passion ke arah sini dan ada juga yang tidak, saya rasa di setiap perusahaan pasti ada orang-orang yang seperti ini. Tapi yang harus diciptakan adalah perusahaan yang sadar untuk menciptakan.

Kegagalan dari banyak perusahaan adalah passion itu tidak bisa diciptakan tetapi bagaimana perusahaan yang menciptakan servis, bahwa oke ada orang yang tidak punya passion tapi dengan gayanya sendiri kita berikan semacam training, kita ciptakan sebuah sistem yang nanti dia akan menempatkan dirinya berakting dengan tujuan menyenangkan konsumen.

Apa ada sistem yang membantu?

Ada sistem yang bisa membantu kalau di kami ada langkah-langkahnya. Kita punya beberapa kelemahanya kemudian ada ide melakukan konsep baru yaitu to service to assist. Implementasinya adalah kami menciptakan beberapa tools untuk menuju goal kita tadi. Contohnya ya desain terbaru kami adalah kami mengubah nama ticketing officer menjadi travel consultant. Perubahan nama ini kan bisa membuat orang bersangkutan itu naik kelas ya dan kedepan customer juga pride-nya bisa lebih baik lagi.

Kapan konsep baru ini akan dijalankan?

November ini ya kami baru mau jalankan dan BOD yakin juga dengan presentasi kami. Mereka meminta kami untuk coba dulu di Jakarta. Walau baru 3 bulan kami di sini sudah siapakan semua ya dari working construction, dan yang lainnya.

Kenapa kami mengubah konsep layanan ini karena frame work servis klasifikasi ini adalah standar.

Sebenarnya bagaiamana posisi Garuda saat ini?

Kami menganalogikan seperti ini ada suster dan psychotherapy sama-sama berada di bagian paling depan, tapi suster melakukan hal-hal yang standar dan hampir sama semuanya. Tapi kalau psychotherapist dia menganalisis tiap orang itu pasti beda-beda. Kalau mau dianalogikan Garuda itu sekarang ini seperti suster saja jadi umum, jadi kami ingin naik kelas menjadi psychotherapy. Jadi nanti penumpang yang datang akan diciptakan sebuah kenyamanan dulu. Nantinya setiap staf mempunyai kemampuan menganalisis setiap customer.

Anda membayangkan hal ini bisa terwujud dalam jangka waktu berapa lama?

Empat bulan bisa jadi karena penerapan hal-hal besar yang mendukung perubahan itu sudah kami siapakan. Jadi perubahan ini juga akan bedampak langsung pada kesejahteraan si pelaku sendiri, kan mencipatakn passion tidak bisa. Tapi membuat orang berakting dari servis to assist bisa cepat kalau kita memberikan tools.Kita juga lengkapi dengan informasi tapi kita juga ciptakan KPA, organisasi juga kita rombak. Jadi ini bukan instan seperti yang perusahaan lain lakukan, ini kami kelola sistemnya dari mulai role play kemdian kita bantu dengan video guidance yang kita cipatakan.

Riza Garuda

Apa yang membuat yakin customer itu suka?

Kita lihat persaingan di era ini sudah banyak untuk Garuda memang full service tapi bukan market leader. Kita lihat trennya sama di setiap airlines, semuanya memberangkatkan penumpang dari destinasi ke origin. Semakin banyak lagi airlines yang masuk, kami melihat ini nanti lama kelamaan Garuda menjadi produk yang biasa saja.

Kami sudah melakukan riset terlebih dahulu. Dari sinilah kami muncul ide untuk membuat semua penumpang pasti suka. Kami punya brand personality yang tidak terlalu terekpsos yaitu positif, bright, warm, dan dynamic. Kami mengelola ini kenapa kami yakin? Sifat dinamis orang Garuda nanti, salah satunya Garuda bisa melakukan apapun dan bisa membantu. Pasti dong customer suka. Kedua nantinya kami melayani tidak setengah hati.

Kemudian warm, kita analogikan seperti orang tua yang memiliki anak di rumah, pasti mereka ingin terus menerus kembali ke rumah dong. Front linier Garuda nanti akan menciptakan suasana orang akan kembali lagi. Untuk fresh bahkan kita nanti akan satu step di depan semua perusahaan. Kalau sekarang kan front liner kerja dari jam 08.00-17.00 sekarang di kami nantinya berubah akan ada orang yang bekerja dari jam 08.00-12.00 dan 12.00-17.00 jadi fresh-nya kita jaga. Jadi dengan desain servis yang baru ini memang kita sangat atur agar semua bisa optimal jadi customer mendapatkan servis terbaik dari kami dan nantinya kepuasan dari servis itu akan balik ke revenue. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved