Editor's Choice Youngster Inc. StartUp

Kisah Tinker Games Terobos Pasar Jepang

Kisah Tinker Games Terobos Pasar Jepang

Satu lagi pengembang game yang layak diperhitungkan terbit dari Bandung: Tinker Games. Game ini dibesut empat mahasiswa Institut Teknologi Bandung. Meski pendatang baru, salah satu game andalan mereka, Inheritage, sempat menduduki peringkat pertama Top Paid Apps di AppStore.

Muhammad Ajie Santika

Muhammad Ajie Santika, CEO PT Tinkerindo Interaktif

Muhammad Ajie Santika, CEO PT Tinkerindo Interaktif yang menaungi Tinker Games, mengaku, keberhasilan perusahaannya yang didirikan Juli 2012 berkat dedikasi para pendiri, karyawan dan sejumlah mitra. “Terutama, venture development bernama Systec yang akhirnya resmi membantu kami setelah melalui beberapa kali pitching.

Berkat kolaborasi intensif itulah hingga kini mereka sukses merilis lima mobile game yaitu Backyard Madness, Pig Rider, Soccer Girl Adventure, Paws!! Cat Attack, dan Inheritage: Boundary of Existence. Sejauh ini, game besutan Tinker Games mampu berjalan di berbagai sistem operasional seperti iOS, Android ataupun Ovi dan Windows. Selain lima game tersebut, ada pula sejumlah game lain yang sedang dalam tahap pengembangan.

Keseriusan mereka mendatangkan sejumlah penghargaan. Di antaranya The Best Prototype di ajang Prototype Award yang diselenggarakan Segitiga.Net pada Mei 2013 untuk game Inheritage. Selain itu, Tinker Games juga meraih juara tiga di ajang Nokia Game Developer War 3; juara tiga di Creative Industry Festival yang diadakan oleh Kementerian Perindustrian RI; dan juara dua pada Indonesia Game Show kategori Feature Phone. Mereka juga pernah memenangi Top 5 Aplication di ITB Workshop Windows Phone 7 Application Contest.

Kini Tinker Games memang patut diperhitungkan. Padahal awalnya perusahaan ini merupakan proyek yang dibesut para mahasiswa ITB. “Tinker Games terbentuk di November 2011 oleh tiga orang teman saya untuk mengikuti berbagai kompetisi pengembang ketika kami semua masih kuliah di ITB,” Ajie mengisahkan. Belakangan, Aji bergabung karena merasa bekal ilmu bisnis dan manajemen yang dimilikinya sebagai mahasiswa Jurusan Manajemen Pemasaran di ITB akan membawa nilai tambah bagi Tinker Games.

Berempat, mereka lantas bahu-membahu merogoh kocek dan memutar otak agar bisa menetaskan kreasi. Perihal investasi awalnya, Aji berujar, “Untuk angka tepatnya, kami tidak bisa memberitahukan. Tapi memang di awal kami memakai perangkat pribadi hingga akhirnya kami mendapat investasi dari Systec, perusahaan venture development di Indonesia.”

Game pertama yang dibesut pada 2012 adalah Pig Rider di Ovi Store, pasar aplikasi untuk ponsel Nokia. Tinker Games bisa menembus Ovi Store berkat partisipasinya di kompetisi Nokia Game Developer War. “Game yang kami buat secara otomatis diterbitkan di Ovi Store,” kata Aji. Hingga kini, lanjutnya, Pig Rider sudah diunduh lebih dari 70 ribu kali.

Sejak itulah Tinker Games kian giat membesut berbagai produknya, dan akhirnya merambah ke platform iOS untuk ponsel dan tablet keluaran Apple. “Kami menerbitkan game memang untuk pasar global. Akhir-akhir ini kami pun mulai aktif mengikuti acara game yang berskala internasional seperti Eurogamer Expo dan Tokyo Game Show,” papar Aji.

Game dari Tinker Games kerap menyasar anak-anak dan remaja, kecuali untuk produk flagship mereka, Inheritage: Boundary of Existence. “Inheritage kami buat untuk mereka yang ingin menikmati hardcore game dari smartphone mereka,” kata Aji. Berkat Inheritage ini pula, mereka akhirnya kian go international. Sebab, setelah peluncuran Inheritage pada Mei 2013, salah satu pengembang game di Jepang mengontak Tinker Games. “Kakehashi Games, studio pengembang game dari Jepang menghubungi kami. Mereka ingin melokalisasi game tersebut ke dalam bahasa Jepang.”

Kala itu, Kakehashi menjelaskan, gameplayShoot ‘Em Up seperti Inheritage sangat populer di Jepang. Sayangnya, sebagian besarpemain game di Jepang terkendala memahami bahasa asing, termasuk bahasa Inggris. “Melihat peluang itu, kami memutuskan bekerja sama dengan Kakehashi dalam pelokalisasian dan perilisan Inheritage untuk pasar Jepang. Kami sangat senang karena ternyata usaha tersebut mendatangkan banyak respons positif dari pengguna dan media Jepang,” papar Aji.

Inheritage memang nampak seperti perkawinan dua budaya, Jepang-Indonesia. Karakter Jepangnya sangat terasa dengan adanya gaya anime alias kartun Jepang dalam visualisasinya, sementara unsur Indonesianya terlihat dengan dimasukkannya berbagai nama jalan terkenal di Bandung dan musik yang ditingkahi denting gamelan dan pemunculan karakter antagonis dengan nama hantu Indonesia seperti Pocong dan Genderuwo.

Sejak Inheritage diluncurkan dalam bahasa Jepang, respons media dan gamer cukup baik. “Banyak media besar yang meliput game tersebut seperti Famitsu App. Kabar ini juga sempat menjadi headline news di Yahoo Jepang,” ujar Aji.

Tinker Games mulai menuai suskes. Karyawannya kini menjadi 15 orang. “Kalau dilihat secara keseluruhan, sekarang ini omset kami sudah mencapai angka ratusan juta rupiah,” kata Aji. Jumlah tersebut sebagian didapat dari hasil penjualan game-nya di AppStore milik Apple. Sebagai contoh, game Paws! Cat Attack dijual seharga US$ 0,99 di AppStore, sementara harga Inheritage dibanderol US$ 1,99 – juga di AppStore.

Di samping membuat dan menjual game di berbagai platform sistem operasional, Tinker Games juga membuat desain visual, animasi, musik latar dan efek suara, serta memberikan jasa pembuatan game untuk berbagai perusahaan. Selain itu, mereka pun merilis berbagai produk turunan game, seperti gantungan kunci dan pin.

Ke depan, Aji berencana merilis Inheritage di sistem operasional Android agar meraih pasar yang lebih luas, terutama pasar Indonesia. “Kami sedang merampungkan game terbaru yang akan segera rilis. Kami juga akan tetap fokus mengembangkan intellectual property, mudah-mudahan bisa berkontribusi pada kemajuan industri kreatif,” ungkapnya penuh harap.

Nimas Novi Dwi Arini dan Eddy Dwinanto Iskandar

Riset: Aini


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved