Editor's Choice Next Gen

Lalitya Sastrawinata Generasi Ketiga Dinasti Ciputra

Lalitya Sastrawinata Generasi Ketiga Dinasti Ciputra

Ciputra boleh bangga, sebagai “begawan properti” Indonesia, ia mulai melihat cucu-cucunya mulai berkiprah di bisnis properti yang dirintisnya beberapa dekade silam. Cucu Pak Ci dari putri pertamanya, Rina Ciputra (menikah dengan Budiarsa Sastrawinata), beberapa tahun terakhir mulai ikut berkiprah di Grup Ciputra.

Lalitya Sastrawinata

Lalitya Sastrawinata

Pasangan Rina-Budiarsa memiliki empat anak: Anindya Sastrawinata, Lalitya Sastrawinata, Nararya Sastrawinata, dan Aditya Sastrawinata. Si sulung Anindya, setelah ditempatkan di proyek Grup Ciputra di Palembang selama empat tahun, ditarik ke Citra Garden (Cengkareng). Lalitya bergabung dengan Citra Raya (Tangerang), dan Nararya sudah tiga tahun ditempatkan di proyek Grup Ciputra di China. Sementara itu, si bungsu Aditya baru menyelesaikan pendidikan pada Oktober tahun ini, dan sedang bekerja di bank.

“Kakak saya memang masuk duluan ke bisnis keluarga. Jadi, dia sudah enam tahun bergabung di bisnis keluarga. Tetapi, kami ditempatkannya di proyek yang berbeda-beda, memang sengaja tidak dijadikan satu,” kata Lalit, sapaan akrab Lalitya. Putri kedua Rina Ciputra ini baru bergabung dengan Grup Ciputra pada Maret 2011, sepulang dari Amerika Serikat. Sebelumnya, Lalit menempuh pendidikan di Wellesley College, Boston AS, dan lulus tahun 2007. Di Boston ia sempat bekerja di Palladium (perusahaan teknologi informasi) dan Atlantic-ACM (konsultan telekomunikasi).

Ketika menempuh pendidikan di bidang fisika, keluarga besarnya bingung dan bengong. Mau ditempatkan di mana nanti Lalit di bisnis real estate? Memang, sejak bocah Lalit sudah mengetahui bahwa bisnis keluarganya adalah bidang real estate. Maklum, ia kerap diajak dalam acara pembukaan proyek-proyek baru. Lalit ingat persis, pada 1994, ketika proyek Citra Raya dibuka pada 1994, ia diajak ke acara pembukaannya. ”Jadi, memang selalu diajak oleh orang tua ke proyek-proyek,” Lalit berujar. Jadi, meski secara formal tidak pernah diajari tentang bisnis keluarga, sejak kecil Lalit sudah menyadari, bisnis keluarganya memang di real estate.

Ketika diterjunkan di bisnis keluarga, Lalit pertama kali masuk sebagai Staf Pengembangan Bisnis disub holding 1 Grup Ciputra, yang membawahkan Citra Garden (Cengkareng) dan Citra Raya (Tangerang). Sub holding 1 dipimpin oleh ayahnya sendiri, Budiarsa. Ia juga pernah dirotasi ke bagian akuntansi dan keuangan, supaya tahu cara penjualan, treatment collection, dll. Ia pun tidak canggung bertanya kepada karyawan yang lebih senior mengenai cara presentasi, cara survei lahan untuk mengetahui cocok digunakan sebagai proyek apa, membuat busniness plan, dan melakukan feasibility study. “Kemudian, setelah ada proyek baru yang jalan, saya langsung ‘dilempar’ ke sana,” tutur Lalit.

Baru pada awal 2012 Lalit menduduki posisi Manajer Pengembangan Bisnis dan Manajer Marketing Communications (Marcomm) di Citra Raya. “Citra Raya ini proyek terbesar di sub holding kami, juga di Grup Ciputra, dari segi land bank,” Lalit menerangkan. Tadinya, Citra Raya tidak mengenal pengembangan bisnis. Padahal, perlu mencari proyek-proyek baru, sehingga dibentuklah departemen ini. ”Karena saya yang lebih tahu daripada teman-teman lain di sini, jadi akhirnya saya yang diberi tanggung jawab memegang jabatan itu,” tutur Lalit tentang jabatannya.

Adapun Marcommsemula di bawah Divisi Pemasaran. “Penjualan kami memang naik, tetapi tidak loncat,” ujarnya. Padahal, Citra Raya merupakan proyek berskala besar dan memiliki segudang fasilitas sehingga promosinya mesti diperkuat. “Penjualan kami tidak seimbang dengan jumlah fasilitas yang dimiliki. Jadi, diputuskan untuk memisahkan Marcomm dari Departemen Marketing, supaya mereka bisa fokus di penjualan, dan Marcomm bisa fokus dengan bagaimana bahasa kami (menjual) ke luar. Jadi, tugasnya seperti membuat iklan di berbagai media, serta melakukan pameran,” tutur Lalit panjang lebar.

Lalu, apa gebrakan yang dilakukan generasi ketiga Dinasti Ciputra ini? Menurut Lalit, dari segi penjualan, CitraRaya meningkat pesat sejak 2011. “Kami banyak tarik darah baru. Marketing office ini sudah kami renovasi total. Secara lingkungan pun, sejak peluncuran Eco Culture, sudah terlihat berbeda,” ujarnya. Konsumen mulai lebih banyak yang datang dan Citra Raya pun kian tenar. ”Cara kami jualan pun beda, karena kami sudah menggunakan broker di luar in-house. Jadi, nama Citra Raya sudah lebih ke luar. Kami juga sudah masuk ke social media, jadi sekarang Citra Raya sudah ada Facebook, Twitter, kemudian situsnya kami pastikan selalu update,” ia menandaskan. Selain itu, Citra Raya juga mulai masuk ke televisi dan radio. “Tetapi, belum sampai membuat satu program televisi sendiri.”

Pameran juga digarap kian intens. Ada Pameran Si Pengembang yang setiap tahun diadakan di JCC. Selain itu, juga pameran di sebuah mal di Karawaci, dan ini adalah salah satu yang tersukses. Mulai akhir 2012, pameran Citra Raya diperluas ke mal daerah Jakarta Selatan, seperti Senayan City. Ke Jakarta Utara, seperti Mal Artha Gading. Lalu, Jakarta Pusat, masuk ke Grand Indonesia. Namun, Jakarta Timur belum disentuh. “Jadi, kami coba pameran di lokasi-lokasi berbeda, supaya nama Citra Raya lebih dikenal,” ungkap Lalit.

Citra Raya mengandalkan konsep Eco Culture dalam pengembangan perumahannya. Apalagi, segmen menengah dan menengah-atas sudah lebih mengerti soal lingkungan. Jadi, EcoCulture sering diangkat ketika orang penjualan sedang menawarkan rumahnya. Mereka terangkan mengapa rumah di CitraRaya, yang termasuk dalam program EcoCulture, lebih mahal daripada yang lain, karena itu sudah mendapat pemanas air tenaga surya, ada biopori dan green wall. Lalu, sudah didesain agar cahaya masuk lebih banyak, sehingga tidak perlu banyak pakai lampu lagi. juga tidak perlu sering pakai kipas angin atau AC, karena ketika jendela dibuka akan ada aliran udara yang sehat.

Lalit mengakui, salah satu keunggulan menjadi bagian dari usaha keluarga, selain punya tanggung jawab yang melekat pada jabatannya, ia juga ditarik ke persoalan yang lebih ke korporat. Misalnya,sub holding 1 mau pinjam uang atau cari fund, ia juga terlibat di sana, walaupun itu bukan untuk di CitraRaya saja. “Dengan begitu, saya juga belajar tentang proyek-proyek lain yang ada di bawah sub holding kami,” ujar Lalit.(*)

Didin Abidin Masud


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved