Editor's Choice Youngster Inc. Entrepreneur

Lewat Flux Design, Yohanes Auri Bermimpi Menembus Pasar Internasional

Lewat Flux Design, Yohanes Auri Bermimpi Menembus Pasar Internasional

Flux Design, kini menjelma menjadi salah satu agensi desain grafis terbesar di Indonesia. Dengan omzet mencapai angka lebih dari Rp 10 miliar, siapa sangka perusahaan yang dimulai dari sebuah kamar pribadi ini dipimpin oleh seorang sosok muda bernama Yohanes Auri.

Yohanes Auri, pria kelahiran Jakarta 8 Februari 1985, ini sukses membawa Flux Design menjadi salah satu agensi desain grafis paling dicari di kota-kota besar di Indonesia, terutama Jakarta.

Yohanes Auri, Flux Design

Yohanes Auri

Auri, begitu pria ini akrab disapa, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Lulus dari Universitas Bina Nusantara jurusan Desain Komunikasi Visual atau yang dahulu lebih dikenal dengan sebutan desain grafis, pada tahun 2006.

Pria yang hobi melakukan travelling, baca buku desain, dan menyelam ini meluangkan waktu nya untuk kemudian berbagi pengalamannya dalam membesarkan Flux Design kepada tim liputan dari SWA.

Ditemui di kantornya yang bertempat di sebuah rumah di komplek elit di kawasan Jakarta Barat, Auri yang berpenampilan cukup enerjik, mempersilakan tim SWA untuk masuk ke ruang kerjanya yang tidak terlalu besar namun terpancar suasana yang cukup nyaman di dalamnya dan melakukan proses wawancara.

Berikut adalah wawancara Radito Wicaksono dengan Yohanes Auri:

Apa latar belakang Anda menekuni bisnis ini?

Yang pertama, dari saat masih sekolah, saya sudah senang dengan dunia seni. Jadi, ketika lulus SMA, saya sudah tahu minat dan jurusan yang akan saya tuju ketika di dunia perkuliahan kelak. Maka dari itu, ketika kuliah, saya ambil jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) di Bina Nusantara (Binus). Saya memang merasa ada panggilan jiwa di dunia ini. Ketika itu, saya masuk kuliah di Binus ada tahun 2002 dan berhasil merampungkan studi pada 2006.

Kemudian, latar belakang berikutnya mengapa saya memilih untuk berprofesi seperti saat ini adalah mimpi saya ketika kuliah dahulu. Saat di masa-masa kuliah, saya memiliki mimpi suatu saat nanti bisa mendirikan sebuah perusahaan desain milik saya sendiri. Jujur, saya tidak tahu dari mana mimpi itu berasal, yang pasti saya ingin sekali untuk mewujudkannya.

Dari mimpi tersebut, saya berusaha sekeras mungkin untuk mewujudkannya. Saya ini tipikal orang yang sebisa mungkin meraih sesuatu yang sudah saya inginkan. Jadi, ketika dari zaman kuliah itu, saya sudah mengatur otak saya untuk mewujudkan mimpi untuk mendirikan dan memiliki sebuah perusahaan desain atau graphic design agency.

Jadi, karena saya punya bakat, skill, dan mimpi di dunia desain inilah yang kemudian mendorong saya untuk mendirikan sebuah perusahaan graphic design agency, yang saat ini bernama Flux Design.

Bagaimana ide untuk memiliki usaha tersebut bisa lahir? Apa ide seperti itu datang dari lingkungan keluarga? Apakah keluarga Anda memiliki latar belakang pengusaha?

Memang di keluarga sendiri, menjadi pengusaha sudah dimulai oleh ayah saya. Ayah saya wirausahawan. Dia membuka sebuah toko onderdil otomotif. Tapi, itu pun sangat jauh dengan apa yang saya lakukan saat ini. Dunia otomotif dengan dunia desain saja sudah jauh sekali bedanya.

Namun, dari itu semua, yang menjadi dasar mengapa saya memiliki mimpi untuk menjadi seorang pengusaha saat kuliah dulu adalah kondisi. Saya berasal dari keluarga menengah. Dibilang hidup susah banget, ya tidak juga, namun dibilang serba berkecukupan, juga tidak.

Ketika kuliah itu, saya merasakan kondisi yang tidak begitu menguntungkan bagi seseorang seumur saya waktu itu. Saya ingat, ketika teman-teman sekolah sudah punya handphone, saya tidak punya. Yang paling teringat adalah ketika saya kuliah dahulu, ada sesuatu yang harus saya dapatkan ketika itu, laptop! Saya ingin sekali punya laptop, bukan hanya untuk mau-mauan saja, tapi laptop itu memang saya butuhkan untuk mendukung kuliah saya.

Saat itu, saya merasa benar-benar harus mendapatkan laptop tersebut. Tapi, di sisi lain, saya tidak tega ingin minta ke orang tua. Saya tidak mau minta laptop ke orang tua, saya harus bisa meraihnya sendiri. Maka dari itu, saat itu saya sudah mulai berjuang untuk mendapatkan proyek-proyek yang bisa saya kerjakan.

Ada satu kejadian yang saya ingat sampai sekarang. Ketika saya ingin memiliki sebuah laptop, orang tua saya tahu akan hal tersebut. Hingga suatu hari, saya mendapatkan Ibu saya sedang membuka lemari dan mengambil kotak perhiasan yang dia miliki. Dikeluarkan beberapa perhiasan yang ia miliki. Saya tanya, untuk apa ia mengeluarkan perhiasannya. Ternyata, ia ingin menjual perhiasannya supaya bisa belikan saya laptop.

Saya peluk dia, dan saya bilang tidak usah. Saya bilang ke Ibu saya bahwa saya akan usaha sendiri untuk mendapatkan sebuah laptop yang saya inginkan. Suasana menjadi haru saat itu. Dan, itu menjadi turning point bagi saya. Dari, kejadian itu saya memiliki pikiran bahwa saya harus kerja keras dan harus mampu fight. Dan, memang benar, akhirnya saya mampu menabung dari hasil kerja saya dan membeli laptop yang saya inginkan.

Tapi yang pasti, dari semua kejadian itu, saya tidak pernah dipaksa untuk menjadi seorang wirausahawan oleh orang tua saya. Bahkan, ketika dahulu kala, jauh sebelum saya memiliki mimpi untuk menjadi wirausahawan, saya tidak tahu mimpi dan tujuan hidup saya yang sebenarnya apa. Hingga saya bisa menemukan itu semua ketika di gereja. Saya menemukan tujuan hidup saya ketika saya beribadah di gereja.

Bagaimana lika-liku merintisnya, suka dukanya, jatuh bangunnya sampai bisnis Anda berkembang seperti sekarang?

Dengan mimpi seperti itu, saya sudah mulai merintis usaha saya ini sejak mimpi tersebut muncul di benak saya. Sejak saya masih kuliah, saya sudah mulai merintis bisnis ini. Saat itu bisa dibilang bahwa saya benar-benar single fighter. Saya berperan sebagai boss, sebagai marketing, finance, bahkan kurir, semua tugas saya jalankan sendiri.

Saat itu, saya merasa punya sedikit keahlian lain yang bisa dimanfaatkan, yaitu keahlian dalam menjual sesuatu, jadi saat itu, puji Tuhan, saya sering mendapatkan permintaan untuk membantu membuatkan desain-desain tertentu.

Ketika masih kuliah dulu, saya beberapa kali mendapatkan permintaan untuk mendesain sesuatu. Kadang, dalam waktu berdekatan, ada lebih dari satu permintaan. Saat itu kan saya masih sendiri, jadi saya mesti cari cara agar mampu mengerjakan semua peluang yang datang ke saya saat itu, namun dengan kondisi yang terbatas seperti saat itu.

Cara yang saya gunakan saat seperti itu adalah, dengan mengajak teman-teman atau pun kakak kelas di kampus untuk membantu saya mengerjakan permintaan yang ada. Saya cari orang-orang yang pintar di kampus, lalu saya ajak dia untuk membantu saya mengerjakan permintaan dari klien. Nanti, saya bayar teman saya tersebut dari hasil yang saya dapatkan dari klien, tentu dengan perhitungan yang sudah saya lakukan.

Hingga akhirnya tahun 2006, saya berhasil merampungkan kuliah saya. Tapi, ketika saya lulus, justru saya tidak langsung mendapatkan proyek atau kerjaan dari orang lain. Padahal, ketika kuliah saya sudah terbiasa untuk bekerja dan sibuk menggarap proyek pesanan dari orang. Dua atau tiga bulan dari lulus kuliah, saya masih menganggur. Sementara, teman-teman saya sudah banyak yang bekerja.

Saking mulai frustasinya, saya sampai berujar dalam doa saya, kalau sampai akhir bulan ini saya tidak mendapat proyek, saya akan kerja dengan orang lain saja. Saya membatalkan mimpi saya untuk memiliki sebuah graphic design agency. Dan, doa saya didengar Tuhan.

Tepat di akhir bulan tersebut, saya mendapatkan proyek pertama saya setelah lulus kuliah, dan proyek ini tidak kecil. Ketika itu, saya masih ingat, proyek yang saya kerjakan merupakan permintaan dari sebuah asosiasi perbankan, CWMA (Certified Wealth Managers’ Association).

Jawaban dari Tuhan itu juga saya dapatkan melalui gereja. Kebetulan, salah satu dari penggagas asosiasi tersebut merupakan jamaah di gereja yang sama dengan saya. Saya dekat dengan beliau. Ketika di gereja, saya sering memberikan pelayanan di sana dengan membuat dan memberikan majalah gereja secara gratis. Dari situ, orang tersebut memberikan pekerjaan kepada saya. Dengan sendirinya pekerjaan seperti datang ke saya. Puji Tuhan.

Saat itu saya masih bekerja sendiri. Nah, dari pekerjaan saat itulah saya mulai mendapatkan koneksi dengan beberapa pihak. Pada acara asosiasi perbankan tersebut, peserta yang datang adalah petinggi-petinggi beserta jajaran dari perusahaan tersebut. Karena saya merasa saya memiliki sedikit keahlian dalam menjual, saya beranikan diri untuk mendekatkan diri ke mereka, peserta yang hadir saat itu. Dari situlah saya mulai mendapatkan beberapa proyek ke depan.

Saya benar-benar menjadi single fighter saat itu. Peran seperti itu kira-kira saya jalankan hingga tahun 2007-an. Baru, dari situ saya mulai berani membentuk sebuah tim dan mengajak dan mempekerjakan beberapa orang, meski dengan pertentangan saat itu. Orang tua sempat menanyakan kembali ke saya, apakah saya yakin mempekerjakan orang? Karena, kata mereka, nanti kalau saya sudah mempekerjakan orang, ada ataupun tidak ada proyek, saya harus mampu membayar mereka.

Dengan niat untuk megembangkan bisnis yang sudah saya rintis, maka saya beranikan diri untuk mengajak beberapa orang untuk bekerja dengan saya. Sejak saat itu, bahkan dari sebelumnya, saya sudah memberikan nama kepada usaha saya, yang hingga kini masih saya pergunakan, Flux.

Sebelum saya merekrut orang, seperti yang saya sempat ceritakan tadi, saya berperan menjadi seorang single fighter sejati. Semua peran dalam pekerjaan saya jalankan, sampai urusan menghubungi calon klien, saya juga yang menjalankan. Saat itu saya masih ingat, ada 40 perusahaan yang saya telepon dan saya kirimkan fax, dan itu semua saya lakukan sendiri.

Ada satu kejadian yang tidak akan pernah saya lupakan. Ketika menghubungi calon-calon klien, perusahaan yang saya hubungi pertama kali, langsung memberikan kesan yang tidak terlupakan. Ketika saya baru menyampaikan maksud dan tujuan saya menghubungi kantor tersebut, saya langsung ditolak. Tidak hanya itu, orang yang mengangkat telepon di sana pun membanting teleponnya. Seketika saya benar-benar terdiam. Saya shock dan down. Padahal, itu baru perusahaan pertama yang saya hubungi.

Lantas, beberapa hari setelah itu, saya kembali beraktivitas di gereja. Saya berdoa lagi, tentu dengan kondisi yang lumayan down saat itu. Dari situ, saya mendapatkan semangat lagi. Saya kemudian mendapatkan petunjuk untuk kembali berusaha. Dan saya pun bertekad untuk berusaha lebih maksimal lagi.

Hingga pada akhirnya, dari 40-an perusahaan yang saya hubungi tersebut, ada satu perusahaan yang tertarik dengan tawaran saya. Saya masih ingat, klien pertama saya ketika itu adalah Adi Realty. Ketika itu kira-kira masih di tahun 2007. Dari situ, saya sudah mulai berani menarik seorang desainer untuk membantu di usaha saya.

Pada saat itu, padahal portofolio saya tidak begitu banyak dan masih terhitung abal-abal. Padahal, sejak awal saya sudah menargetkan segmentasi pasar saya adalah sektor korporasi. Sedangkan korporasi dikenal memiliki klasifikasi yang cukup berat dalam memilih partner–nya. Di sini, saya juga tidak ingin memungkiri, selain doa dan usaha, saya juga diliput oleh faktor keberuntungan.

Dari semua itu, bisnis ini mengalami perkembangan. Terlihat, dari jumlah klien dan jumlah pekerja yang bekerja di sini. Dari yang awalnya saya hanya sendiri, kemudian bertambah satu orang, disusul oleh orang-orang baru lainnya yang jumlahnya bertambah dari tiga orang, enam orang di tahun 2008-2009, hingga saat ini total yang pegawai di sini sudah mencapai 16 orang.

Memang, tidak mudah dalam menjalankan bisnis seperti ini. Seperti yang lainnya, saya juga sempat mengalami kesulitan dan jatuh-bangun dalam menjalankan bisnis ini. Namun, puji Tuhan, saya tidak terlalu mendapatkan kondisi buruk yang cukup memprihatinkan bagi saya.

Mungkin jika berbicara mengenai jatuh-bangun, saya akan berbicara mengenai kesulitan-kesulitan yang saya alami ketika itu. Saat di masa-masa awal saya menjalankan bisnis ini, saya sedikit menemukan kesulitan perihal manajemen perusahaan. Seperti bagaimana cara mengatur cash flow yang baik, sumber daya manusia, dan beberapa hal lainnya.

Efek yang paling terasa adalah, untuk urusan keuangan perusahaan, saya sering merasakan bahwa banyak uang yang masuk, namun tidak ada terasa hasilnya. Seperti tidak terpegang uang nya, hanya lewat saja. Kemudian, di urusan manajemen SDM, saya sempat mengalami proses turn over yang begitu tinggi di perusahaan. Tentu dengan begitu akan berpengaruh terhadap performance perusahaan.

Namun, beruntungnya, saya berhasil menang di kompetisi Wirausahawan Muda Mandiri pada tahun 2010. Pada ajang tersebut, saya mendapatkan banyak pelajaran, terutama mengenai cara manajemen perusahaan yang baik. Saya banyak mendapatkan pelatihan mengenai manajemen perusahaan yang baik di sana.

Hingga menginjak tahun 2008, Flux mulai mendapatkan banyak klien. Tahun tersebut menjadi tahun lepas landas bagi kami. Di situ saya dan rekan-rekan benar-benar fight untuk mendapatkan klien. Dan, kami pun terus berkembang. Padahal awalnya, Flux ini berawal dari kamar tidur saya. Namun, seiring berkembangnya Flux, kami pindah kantor ke sebuah ruko, dan kini menempati tempat baru di rumah yang baru saya beli tahun lalu. Dan, di tahun tersebut juga, saya berhasil membeli sebuah mobil, dan saya beli mobil tersebut secara cash. Sangat senang saya saat itu. Meskipun setelah itu uang saya langsung habis.

Bagaimana terus meningkatkan kompetensi? Apa terobosan pemasarannya? Apa kelebihan jasanya? Bagaimana bersaingnya?

Dalam meraih kesuksesan, saya punya “rumus” tersendiri. “Rumus” bagi seseorang untuk sukses adalah “2D”, yang maksudnya adalah “Ditertawakan” dan “Diremehkan”. Saya sudah mengalami kedua hal tersebut sejak lama. Dan, bagi saya, orang yang sukses pasti pernah melewati hal tersebut. Dengan kedua hal tersebut, saya menjadi lebih termotivasi untuk meraih mimpi-mimpi saya.

Selain itu, saya selalu berprinsip untuk memaksimalkan apapun yang saya miliki. Ketika Flux berawal dari kamar saya, semua dimaksimalkan saat itu. Walaupun hanya ada kamar yang tidak begitu luas, kemudian komputer yang tidak canggih sama sekali, tapi, menurut saya, semua itu harus mampu dimaksimalkan.

Dan, bagi seorang desainer, hal yang tak kalah penting adalah selalu menambah wawasan dalam menggeluti dunia desain grafis ini. Saya selalu menekankan diri untuk menambah wawasan seni grafis saya ini. Saya selalu mengusahakan untuk membeli buku, sebulan dua kali. Dan, saya menargetkan harus mampu menyelesaikan membaca buku-buku tersebut.

Untuk membesarkan usaha ini, selain memaksimalkan semua yang dimiliki, saya juga selalu melibatkan ide dari semua tim di sini. Bagaimanapun, semua yang bekerja di sini merupakan bagian yang tidak bisa terpisahkan.

Dan, yang tidak kalah penting adalah passion. Saya berprofesi seperti ini sesuai dengan passion saya. Tim yang bekerja disini pun bekerja dengan passion mereka. Dengan begitu usaha yang kami jalankan bisa sesuai dengan apa yang sudah direncanakan. Passion adalah intinya.

Dalam usaha bersaing di tengah kompetisi industri ini, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan “pemain” lainnya. Salah satu strategi terpenting kami adalah meningkatkan brand awareness masyarakat terhadap Flux Design. Kami sering memasukan portofolio kami ke berbagai ajang lomba desain, baik di tingkat nasional maupun internasional. Dengan begitu, nantinya akan banyak orang mengetahui apa itu Flux Design.

Hal tersebut sesuai dengan cita-cita kami untuk menjadi graphic design agency yang dapat dibanggakan, baik oleh masyarakat nasional maupun internasional, dan kebanggaan tersendiri bagi kami yang bekerja di sini. Untuk itu, saat ini kami sedang sering mengikutisertakan karya-karya kami di berbagai perlombaan maupun penghargaan desain, terutama di tingkat internasional. Karena salah satu target kami adalah mampu menembus pasar internasional.

Strategi lain dalam meningkatkan brand awareness kami adalah dengan menggunakan media sosial untuk memperkenalkan karya-karya kami. Itu pun kami tetap menjadikan pasar korporasi menjadi target pasar terbesar kami. Kami pun tetap selektif dalam memilih klien. Korporasi menjadi target utama kami.

Sejauh ini, kelebihan yang kami berikan kepada klien, berdasarkan komentar-komentar mereka adalah, kemampuan kami dalam mewujudkan keinginan maupun ide-ide dari klien cukup mendapatkan apresiasi yang besar. Rata-rata dari klien kami selalu memberikan komentar yang sama terkait kemampuan kami membaca dan merealisasikan keinginan klien kami.

Kami dianggap cepat mengerti keinginan mereka. Dan, pada tahap implementasi, kami pun dianggap selalu sesuai dengan keinginan mereka. Sejauh ini kami selalu mengandalkan imajinasi maupun ide kepada klien-klien kami. Karena, berdasarkan komentar mereka, tidak banyak agensi desain di Jakarta yang mampu melakukan hal yang sama dengan kami.

Bagaimana peningkatan bisnis dari tahun ke tahun?

Sejauh ini berjalan sesuai dengan rencana. Peningkatan tentu terus terjadi terhadap bisnis Flux Design. Dari yang awalnya kami hanya memiliki klien berjumlah puluhan, saat ini tercatat sudah 200 lebih perusahaan yang mempercayakan kemampuan kami untuk membuat sesuatu yang mereka inginkan. Sekitar 50% dari klien-klien kami tersebut berasal dari industri perbankan. Sisanya berasal dari berbagai macam industri. Mulai dari pertambangan, perminyakan, retail, properti, dan lain-lain.

Pendapatan bisnis kami pun bertambah dari waktu ke waktu. Tahun 2009, kami berhasil mendapatkan omzet sekitar Rp 4 miliar, hingga akhir tahun 2012 kemarin, kami mampu meraih omzet mencapai lebih dari Rp 10 miliar. Terget kami, di bulan Agustus tahun ini, omzet mencapai Rp 20 miliar. Target tersebut sudah kami canangkan setahun yang lalu, tepatnya di bulan Agustus tahun 2012.

Apa target dan rencana ke depan?

Ke depan, target kami untuk menembus pasar internasional tercapai. Untuk itu, kami sedang memperbanyak keikutsertaan karya-karya kami di berbagai ajang di luar negeri. Selain itu, target omzet Rp 20 miliar bisa tercapai di Agustus 2013 ini.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved