Editor's Choice Corporate Action Corporate Action

Mantan Bankir Jadi Promotor

Oleh Admin
Mantan Bankir Jadi Promotor

Rencananya, awal Juni ini Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta bakal heboh. Lady Gaga, artis Amerika yang terkenal dengan pakaian seronoknya, bakal manggung di sana. Bagi Lady Gaga, penampilannya di Indonesia itu merupakan konsernya yang pertama di Asia. Namun pertunjukan akbar ini terancam batal karena pihak kepolisian dikabarkan menolak mengeluarkan izin konser Lady Gaga karena alasan akan membuat situasi Ibu Kota menjadi tidak kondusif. Sampai artikel ini ditulis para pemegang tiket konser masih berharap cemas nasib pertunjukan yang telah lama mereka nantikan itu.

Michael Rusli

Michael Rusli

Siapa orang dibalik sukses mendatangkan artis kontroversial itu? Ternyata, dia adalah seorang eksekutif muda top: Michael Rusli. Nama Michael memang belum sepopuler nama-nama promotor yang sudah malang melintang di dunia musik. Melalui Big Daddy Production, ia baru dua tahun menekuni bisnis ini. Namun, prestasinya mendatangkan Lady Gaga menunjukkan bahwa mantan Presdir PT ABN AMRO Finance Indonesia ini memang luar biasa.

Tengoklah kinerja Big Daddy yang berada di bawah payung PT Prima Java Kreasi dan berdiri pada Februari 2010 dalam setahun terakhir. Sepanjang tahun lalu, pendapatannya sebesar Rp 30 miliar. Bandingkan dengan triwulan I/2012 ini, omsetnya melebihi tahun lalu, yaitu Rp 50 miliar.

Komisaris independen PT Cipta Marga Nushapala Persada ini mengatakan bahwa bisnis hiburan merupakan salah satu sektor investasi yang dimasukinya selain batu bara, minyak dan infrastruktur di bawah naungan Terra Capital. Ide awal terjun ke bisnis pertunjukan (event organization/EO) ini dipicu oleh tawaran Disney Indonesia pada 2010 untuk meneruskan penyelenggaraan Disney on Ice di Tanah Air yang telah berjalan sekitar dua tahun. Rupanya kerja sama Disney dengan beberapa promotor tidak begitu berhasil. “Setelah melihat kinerja kami, mereka langsung mengontrak kami hingga tujuh tahun ke depan,” ujar pria kelahiran kelahiran Jakarta, 2 November 1975, yang besar di Singapura dan Australia ini.

Selain itu, keberanian komisaris PT Trisurya Lintas Elektrikal dan Chief Financial Officer PT Trisurya Lintas Energi ini muncul karena ia bermitra dengan Arifin Wiguna, pendiri Indika yang memahami bisnis hiburan ini. Ia mengungkapkan, tiap tahun Big Daddy menyelenggarakan dua pertunjukan Disney. “Pertumbuhannya bagus. Walaupun ada krisis pada 2008-09, bisnis Big Daddy stabil. Tahun ini kira-kira naik 25%-30% dibanding 2011. Ini seperti fixed income kami,” ujarnya. Alhasil, dari sini ia berani terjun ke usaha lain, di antaranya konser musik dan sekolah sepak bola.

Penyandang gelar Bachelor of Commerce-Marketing (1995) dan Diploma in Banking & Finance (1996) dari Curtin University of Technology Perth, Australia; serta Master of Commerce, Banking & Finance dari Monash University, Melbourne, Australia (1997) ini mengungkapkan, bisnis ini merupakan investasi jangka panjang. “Dari awal saya meminimalkan risiko. Yang penting dalam bisnis adalah cash flow. Penjualan tiketnya nyambung terus. Setiap saat pasti ada tiga event yang dijual,” ujarnya.

Michael melihat ada dua sumber risiko dalam bisnis ini, yaitu sumber konten pertunjukan (dalam hal ini artis) dan infrastruktur. Menurutnya, infrastruktur (gedung konser/venue dan sound system) yang tidak memenuhi standar internasional merupakan salah satu kendala bisnis ini di Tanah Air. Untuk menyiasati risiko ini, ia melakukan kontrak panjang dengan agensi artis seperti dengan Disney selama tujuh tahun, Livenation (agensi artis luar negeri), dan akademi sepak bola Liverpool selama sembilan tahun. Dengan adanya kontrak jangka panjang, ia berani investasi ke bisnis pendukung (infrastruktur) pertunjukan seperti gedung konser, peralatan sound system, dan ticketing.

Ia punya pengalaman tentang infrastruktur. Ketika konser Linkin Park beberapa waktu lalu, ternyata spesifikasi sound system lokal tak memenuhi standar mereka. Mereka tidak mau. Akhirnya, ia membeli sound system dari Kanada sekitar 2 ton. Sebelum Linkin Park, konser terbesar di Tanah Air hanya berdaya listrik 400 ribu watt, tetapi Linkin Park mencapai 1,2 juta watt. Ia meyakini, di seluruh Asia tidak ada yang mempunyai sound system ini.Dampak positifnya banyak, ketika agen luar tahu tentang investasi ini, mereka menambah jadwal show. ”Nah, dari situ kami dapat artis-artis itu,” tuturnya.

Secara umum bisnis EO mengalami fragmentasi, banyak pemain kecil yang menopangnya, seperti pemilik gedung konser, sound system, ticketing, dan media iklan yang berbeda-beda pemiliknya. Berbeda dengan Big Daddy, hampir semua kegiatan sudah dilakukannya dalam satu payung. “Produksi, ticketing, media sebagian kami yang melakukan, bahkan sound system, venue kami sedang bangun,” ujar Michael bangga. Menurutnya, Big Daddy merupakan promotor pertama yang berinvestasi di infrastruktur.Saat ini ia berencana membangun gedung konser di tiga lokasi, yaitu di Cileungsi, Jakarta dan Bali dalam tiga tahun ke depan. Tahun ini, multipurpose venue concert hall selesai dibangun di Jakarta. “Kalau kami sudah punya concert hall sendiri, alat-alat kami sudah ada di sana dan kami kontrol, show bisa dilakukan 2-3 kali seminggu,” katanya optimistis.

Tahun ini, Michael berencana mengadakan 8-10 konser dengan Livenation. Namun, ia tidak mau memberikan bocoran target pendapatan tahun ini. Ia hanya mengungkapkan, nilai belanja modal (capital expenditure) Big Daddy dalam dua tahun ke depan sebesar Rp 250 miliar. Adapun target pendapatan, ia hanya berkomentar bahwa semua tergantung pada infrastruktur. “Kalau infrastruktur cepat jadi, pendapatan kami bisa genjot,” ia menandaskan.

Menurut Suseno M. Hardjo, Direktur Yayasan Anugerah Musik Indonesia dan Senior Publicist Independen, Big Daddy sebaiknya tidak mengkhususkan diri menampilkan konser megah musisi luar negeri, tetapi juga menjadi pemikir dan pelaksana konser besar musisi dalam negeri. ”Rasanya itu perlu mulai dicanangkan,” ujarnya. Meski demikian, ia mengapresiasi kemampuan Michael menghadirkan Lady Gaga ke sini. ”Beberapa tahun lalu, jarang sekali pemusik yang sedang berada di puncak hadir di sini,” kata Suseno.

Mengenai sekolah sepak bola, Michael bekerja sama dengan klub Liverpool akan mendirikan elite academy di Indonesia yang merupakan elite academy Liverpool pertama di luar Eropa. “Nantinya akan ditempatkan di Cileungsi, begitu juga sekolah film di Cileungsi,” ujarnya sambil menambahkan, dari sejumlah bisnisnya, kontribusi Big Daddy cukup besar, tetapi bukan yang terbesar.(*)

Yuyun Manopol & Denoan Rinaldi


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved