CEO Interview Editor's Choice

Mike Atkin: Bank Harus Perlakukan Nasabah sebagai Individu

Mike Atkin: Bank Harus Perlakukan Nasabah sebagai Individu

DEKA Consulting, beberapa waktu lalu, mengundang Mike Atkin, seorang pakar terkenal yang sangat dihargai dan dikenal oleh industri. Dia sudah berpengalaman lebih dari 25 tahun dalam Loyalty/Customer Management Market, dengan spesialisasi pengetahuan dalam segala aspek Loyalty Programmes, termasuk strategi dan operasionalnya. Pekerjaannya berhubungan dengan berbagai market, seperti Ritel, Finansial dan Bank, FMCG, Specialty Retailers, Penerbangan, Telekomunikasi, Ritel Bahan Bakar, dan Utilities.

Mike adalah CEO dari MJA Associates, Founder Member & CEO dari Customer Strategy Network, Editor Eropa untuk The Wise Marketer, dan Associate & Speaker di The Oxford Retail Futures Group (Saiid Business School-University of Oxford). Mari simak wawancara Reporter SWA, Ria E. Pratiwi, dengan Mike Atkin berikut ini, mengenai apa yang harus diperhatikan dalam hal customer loyalty.

Mike Atkin

Mike Atkin

Apa hal spesifik yang harus diperhatikan di industri perbankan untuk membangun loyalti nasabah dan pertumbuhan yang berkesinambungan?

Poin utamanya adalah untuk mengembangkan hubungan saling menguntungkan yang lebih kuat antara bank dengan nasabahnya, untuk mengidentifikasi apa yang dibutuhkan oleh nasabah, misalnya dalam hal layanan perbankan. Dan bank harus menyediakan kebutuhan itu sesuai dengan yang diinginkan nasabah, yaitu dengan mengumpulkan data para nasabah, mendengarkan mereka, memberikan kesempatan kepada mereka untuk berkomunikasi, serta merespon penawaran produk dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Caranya dengan mempunyai sebuah media untuk berkomunikasi, misalnya yang tradisional seperti kartu identitas di program loyalti, misal kartu debit, kredit, nomor akun, dan lain-lain.

Yang jelas bank harus mempunyai link kepada aktivitas transaksi para nasabahnya, misal nama, alamat, dan detail kontak lainnya. Dari sana, bank dapat merekam jejak dari perilaku nasabahnya. Kemudian, bank dapat menciptakan lingkungan yang memungkinkan nasabah untuk membagi informasi (perilaku transaksi) tersebut.

Bank harus tahu nasabah itu menghabiskan uangnya untuk apa saja, selain itu bank harus bisa mendapatkan informasi tentang gaya hidup, jumlah anak atau keluarganya, kepindahan kerja atau rumah si nasabah tersebut, dan sebagainya. Jadi bank harus membangun dialog dengan para nasabahnya. Pada saat yang sama, dengan mengetahui apa yang disukai dan tidak disukai nasabah, bank dapat membangun relasi yang baik dengannya. Dengan mereka mau membagi datanya, maka timbal baliknya, bank dapat memberikan reward yang sesuai gaya hidup nasabah tersebut. Ini cara sederhananya. Jadi, program loyalti itu membutuhkan program manajemen nasabah (customer management).

Apa tantangan yang dihadapi industri perbankan di Indonesia dalam menjaga loyalitas nasabahnya?

Saya rasa tantangannya tidak jauh berbeda dengan industri perbankan di negara-negara lainnya di dunia. Kecuali, keuntungan dari bank di Indonesia adalah bisa belajar dari kesalahan yang dilakukan bank-bank lain di dunia. Mereka (bank-bank lain di dunia) masuk ke program loyalti dengan mengumpulkan data para nasabahnya, namun mereka belum melakukannya dengan benar. Mungkin ada perbedaan budaya nasabah di antara bank-bank di setiap negara, tapi kalau diperhatikan dari sisi gaya hidup hampir sama, yakni mereka menggunakan internet, menonton televisi, serta menyukai segala sesuatu tentang selebritis dan olahraga.

Jadi dari tipe nasabah tidak terlampau berbeda, dalam arti, cara bank bisa berkomunikasi dengan mereka juga hampir sama. Sehingga yang menantang adalah belajar dari kesalahan bank-bank di negara lain, dan menciptakan lingkungan di mana bank kelihatan lebih “customer centric”, dibandingkan dengan pendekatan tradisional “product centric”. Bank (selama ini) lebih fokus dalam menambah jumlah nasabah baru, baik dari tabungan, kartu kredit, pinjaman, asuransi, dan sebagainya, tapi mereka tidak benar-benar mendengarkan nasabahnya, dan mengeluarkan sesuatu yang benar-benar dibutuhkan nasabah.

Apa perbedaan dalam hal loyalitas customer antara industri perbankan dengan industri lainnya?

Saya rasa tidak begitu banyak perbedaannya, kalau kita bicara soal customer. Memang customer bisa jadi lebih penting dalam hal akun bank atau finansial, tapi saya menyarankan cara kita pergi belanja, membeli kebutuhan sehari-hari, pakaian, atau mobil, akan berbeda apabila kita punya akun bank dengan yang tidak punya. Di sana, kita mencari nilai dari pelayanan, uang, kepercayaan, dan merek perusahaan yang bisa kita asosiasikan dengan solid, bisa dipercaya, serta punya bisnis yang dikenal (masyarakat).

Bank, saat ini, mempunyai posisi kuat dalam banyak kasus; mereka punya reputasi seperti ini, kalau tidak, mereka tidak akan disebut bank. Yang membuat mereka seringkali hampir gagal adalah mereka memperlakukan nasabah dengan arogan. Apalagi bank besar, dia “mencari” uang kita, tapi tidak melihat nasabah sebagai nasabah. Mereka lebih tertarik membuat si nasabah memakai kartunya lebih sering, menghabiskan uangnya serta berinvestasi dengan bank tersebut, namun dia tidak berlaku seperti supermarket, yang mana ketika customer selesai berbelanja, petugasnya sering mengatakan “Terima kasih sudah berbelanja di tempat kami”. Ini yang bisa menjadi tantangan untuk bank.

Jadi, poin yang ingin saya buat, jika bank atau perusahaan-perusahaan lainnya gagal adalah mereka lupa bahwa ada ribuan touch points ketika nasabah berinteraksi dengan mereka setiap harinya, misal ketika datang ke cabang, menggunakan ATM, dan menelepon customer service apabila ada masalah. Padahal ketika nasabah berinteraksi dengan bank, mereka berpikir apakah akan menjadi loyal atau tidak. Apabila mereka tidak mendapatkan pelayanan yang baik, dan tidak dihargai, maka program best loyalty tidak akan berjalan baik. Jadi ini harus menjadi pendekatan holistik, bahwa semua orang yang terlibat di dalam bank, baik dari posisi atas (Direksi) sampai ke teller, harus aware bahwa nasabah mereka itu bernilai untuk bisnisnya, dan memperlakukannya sesuai kesadaran itu.

Apa kunci sukses bagi perbankan dalam menciptakan program loyalti?

Kunci suksesnya adalah dengan mengidentifikasi dan menjaga best customer-nya, melalui hubungan yang interaktif dan sama-sama menguntungkan dalam jangka panjang. Hubungan saling menguntungkan itu ada dalam dua hal, yaitu jika nasabah mendapatkan servis yang baik, maka itu akan setimpal dengan uang yang dia simpan di bank, serta si nasabah merasa penting jika dia berhubungan dengan bank tersebut, misalnya mereka mengucapkan “terima kasih”, setelah nasabah bertransaksi apapun melalui bank. Kemudian, bank juga mengirimkan informasi yang sesuai dengan gaya hidup si nasabah tersebut, karena bank mendengarkan kebutuhan nasabahnya itu. Misalkan si nasabah punya anak, maka dia akan berharap dikasih informasi soal tabungan dan asuransi untuk anak-anak; sementara jika si nasabah sudah akan pensiun, maka dia akan senang jika tidak ditawari asuransi mobil. Sehingga bank memang harus memperlakukan masing-masing nasabahnya sebagai individu yang berbeda. Dengan adanya resesi global seperti sekarang, nasabah seringkali menganggap bank hanya mau mengambil uangnya saja, jadi bank memang harus memperlakukan nasabahnya secara berbeda dengan menghargai mereka sebagai individu.

Jadi bank mesti mengumpulkan informasi dari nasabahnya, dan bangun relasi yang baik dengan mereka. Jadi kalau nasabah punya kesempatan pergi ke bank lain karena mereka ditawarkan deal lebih baik, mereka akan berpikir dua kali soal itu, sebab hubungannya dengan banknya sangat baik, jadi mereka mau bertahan. Di Eropa, enam bulan lalu ada riset yang mengidentifikasi dengan pendekatan Eropa, bahwa 40% dari nasabah bank akan pergi dalam waktu 12 bulan. Itu adalah sebuah tantangan yang mungkin saja akan terjadi juga di Indonesia, karena nasabah belajar. Bank harus berbuat sesuatu untuk mengatasi itu. Kalau bank mempunyai hubungan baik dengan para nasabahnya, dia akan berusaha mengenali mereka, apakah nasabahnya itu mempunyai networking yang tinggi, ataukah fresh graduate yang baru akan membeli rumah pertama, karena hal seperti ini adalah cara untuk engage dengan nasabah, dan menjaga keberadaannya di bank tersebut. Jadi tantangannya adalah memperlakukan nasabah lebih daripada sekadar jumlah akun yang dipunyai bank. Harusnya bank bisa melihat apa yang nasabahnya lakukan dan beli setiap bulannya, sehingga bank bisa mengambil manfaat dari sana.

Apa tahapan-tahapan dalam strategi membangun loyalitas nasabah supaya berhasil dan efektif?

Loyalti adalah perjalanan, bukan destinasi. Ini berjalan seiring waktu. Hidup adalah analog, misal kita masuk universitas, berganti pekerjaan, membeli rumah, punya anak, pergi liburan, dan sebagainya. Pengetahuan tentang gaya hidup tersebut menjadi penting supaya kita tahu life cycles yang terjadi di setiap tahap (kehidupan) itu. Perusahaan yang melakukan cara terbaik untuk membuat customer-nya happy adalah yang melihat hal tersebut (gaya hidup customer) sebagai batu loncatan, sehingga mereka bisa mengategorikan customer ke dalam kelompok-kelompok berbeda. Dari sini, perusahaan harus mempunyai taktik dalam memperlakukan customer secara berbeda satu sama lain. Untuk bank, dia harus bisa membuat road map berisi apa saja yang harus nasabah lalui dalam life cycles tersebut, dan terus mendampinginya dengan membuat dialog seperti yang biasa dilakukan kepada saudara atau teman terdekat.

Yang membuat bank sering gagal dalam meraih loyalitas nasabahnya adalah karena mereka seringkali berbisnis dalam celah-celah, misal antara divisi credit card dan loan melakukan promosi sendiri-sendiri, dan mereka tidak berkomunikasi satu sama lain, sehingga di sini bank perlu memikirkan ulang struktur bisnisnya dan perlu melakukan pendekatan holistik kepada nasabahnya. Jadi kalau seseorang mempunyai akun tabungan HSBC, harusnya petugas bank juga tahu kalau-kalau dia juga punya akun kredit di bank yang sama, karena masih dalam satu bank. Jadi orang akan mempromosikan banknya kepada orang lain apabila dia memang bahagia dengan banknya. Apalagi saat ini orang juga lebih percaya kepada omongan orang terdekatnya tentang suatu produk bank, daripada hanya sekadar melihat iklan atau brosurnya.

Bagaimana menjaga loyalitas nasabah yang sudah lebih dari 10 atau 15 tahun menjadi nasabah di bank itu?

Bank harus memperlakukan mereka sesuai dengan yang mereka mau, karena tidak ada orang yang sama. Bisa saja si nasabah itu mempunyai akun pada lebih dari satu bank, atau nasabah A mempunyai gaji lebih besar daripada nasabah B. Sebab dari sinilah hubungan berawal. Simpelnya, bank bisa bertanya langsung kepada mereka. Walaupun si nasabah sudah bersama bank tersebut selama 10 tahun, bank tetap harus membuat portofolio dari bank tersebut. Jika bank belum membuat program seperti itu, saya sarankan bank membuat analisis tentang nasabahnya, jadi bank bisa tahu nasabah yang baik itu seperti apa, kemudian nasabah potensial seperti apa. Lalu, bank bisa menggunakan hasil analisis itu sebagai strategi berkomunikasi kepada nasabah yang bersangkutan. Memang ini bisa memakan waktu 12-18 bulan, dari membuat program survei sampai berkomunikasi dengan nasabah. Tapi tidak masalah, ini memang proses, karena nasabah tidak bisa dibombardir begitu saja. Jika bank bisa membangun lingkungan yang membuat nasabah nyaman untuk berbagi informasi, karena dia merasa aman dan percaya kepada banknya, tapi dia pasti meminta imbal baliknya, maka bank bisa memberinya poin reward.

Saya bisa bilang bahwa adanya program cash back dari bank, setelah nasabah menggunakan kartu kreditnya, itu bukanlah program loyalti, karena ini hanya berhubungan dengan diskon, bukan melihat perilaku nasabah yang sebenarnya. Sebaiknya malah bank membuat poin yang terkait dengan gaya hidup nasabahnya, misal ada diskon makan di suatu restoran atau menonton film di bioskop; inilah yang bisa dilakukan bank yang kreatif dalam mengelola poin-poin yang dikeluarkannya itu. Hal seperti ini juga cara bank berterima kasih kepada nasabahnya.

Apa Anda bisa memberikan contoh bank di Inggris yang melakukan program loyalitas nasabah terbaik?

Well, yang mungkin tersukses saat ini (dalam memberikan program loyalitas nasabah) mungkin Santander. Mereka mengenali nasabahnya dengan produk yang berbeda-beda. Jadi semakin banyak produk Santander yang nasabah punya, maka semakin baik pula penawaran loyalti yang dia dapat. Mereka memperlakukan nasabahnya satu-satu, jadi nasabah tidak perlu berbicara kepada lebih dari tiga orang dalam satu bank, karena satu orang (petugas) dapat berbicara kepada nasabah mengenai loan, mortgage, maupun credit card. Santander adalah bank asal Spanyol, tapi mereka mengembangkan cara (pendekatan kepada nasabah) seperti itu ke seluruh negara di Eropa (di mana ada cabangnya). Selain itu, program jasa keuangan yang mungkin paling berhasil American Express Membership Rewards. Di program tersebut, mereka mengumpulkan data nasabah, mendorong hubungan yang baik dan berinteraksi dengan nasabah, dan sebagainya.

Apa hal-hal yang bisa membuat program loyalitas nasabah gagal?

Mungkin karena program seperti itu bukan bagian dari kultur bank tersebut. Karena kulturnya mungkin hanya sekadar membuat produk, kemudian berusaha menarik nasabah membeli produknya, membuat nasabah menggunakan kartu kreditnya lebih sering; jadi mereka lebih fokus kepada transaksi dan akuisisi, mereka banyak menghabiskan dana untuk membuat nasabah berpindah dari satu kartu kredit ke kartu kredit lainnya, tapi mereka lupa menjaga nasabah yang sudah ada. Jadi strategi bisnis bank itu bukan ‘customer centric’.

Apa do’s and dont’s dalam program loyalitas nasabah di perbankan?

Yang pertama, dont’s yakni jangan melakukan apa yang sudah dilakukan bank lain di seluruh dunia. Kebanyakan program di jasa keuangan program reward, bukan loyalti. Loyalti, bagi saya, adalah jangka panjang; itu hidup dan interaktif. Sedangkan reward adalah “Anda lakukan ini, Kami (bank) akan berikan ini”, jadi tidak membangun hubungan atau relasi dengan nasabah. Contoh klasik yang mungkin adalah program terbaik di dunia yakni Tesco di Inggris Raya. CEO-nya pernah berkata dalam laporan finansialnya baru-baru ini bahwa tanpa Tesco Clubcard, perusahaannya seperti ‘flying blind’. Mereka menggunakan itu untuk memutuskan bagaimana menjalankan bisnisnya, yakni di mana mereka harus membuka toko, menjual dan men-display produknya, dan lain-lain, karena memang ‘customer centric’.

Perusahaan lain seperti Volkswagen dan Apple, yang mana mereka mendengarkan apa yang diinginkan customer-nya, dan memunculkan produk baru sesuai itu, bukan yang mereka pikir customer mau. Kemudian yang jadi dont’s juga adalah jangan membuat nasabah merasa kurang dihargai, lalu jangan investasikan dana untuk memperoleh nasabah baru setiap saat, tapi tetap jagalah nasabah yang lama. Karena nasabah yang direferensikan oleh nasabah lama biasanya adalah nasabah yang baik juga.

Dalam loyalti ada beberapa taktik yang bagus, salah satunya adalah program referral, yaitu seperti member dapat member, jika si nasabah ingin. Kesalahan terbesar (dalam program loyalti) adalah yang pernah dilakukan perusahaan kartu kredit di AS, jadi berdasarkan data riset bahwa nasabah di AS rata-rata mempunyai 14 kartu loyalti, yang mana lima sampai enamnya merupakan kartu kredit. Sehingga mereka bisa menggunakan kartu kredit A di sana, kartu kredit B di sini, jadi tidak ada loyalti kepada bank. Do’s adalah fokus kepada nasabah, menjaga nasabah, perlakukan nasabah dengan respek, dan buat mereka merasa dihargai.

Jadi apakah keloyalan nasabah itu bisa membuat sebuah bank bertahan sampai berpuluh-puluh tahun lamanya?

Absolutely, yes. Dunia berubah, dan ada generasi baru yang akan menghuninya ke depan, yang sudah tahu hak-haknya, dan jika dia tidak puas, maka akan memberitahukan kepada yang lain hanya dalam waktu beberapa detik saja, melalui sms, Twitter, atau Facebook. Bank harus mendengarkan (kebutuhan) mereka, karena mereka itu adalah “masa depan”. Bank harus yakin dengan produk yang dikeluarkan sesuai dengan mereka, karena mereka kurang sabar dibandingkan generasi saya. Misalnya jika jumlah ATM kurang, maka mereka akan komplain, dan memberitahukan temannya. Jadi bank perlu memahami itu.

Misalnya di Inggris Raya, Virgin baru akan membuka beberapa banknya, dan mereka ini adalah bisnis yang sangat fokus kepada customer-nya. Mereka sukses di segala hal yang mereka lakukan. Virgin itu atraktif untuk generasi muda, karena mereka relate kepada brand tersebut. Saya rasa kalau Apple membuka bank juga, mereka akan popular di kalangan anak muda. Jadi bank harus lebih dapat diakses atau fokus melayani nasabah, daripada hanya berharap hal berjalan apa adanya. Apalagi generasi mendatang akan jauh lebih demanding, dan mereka akan tidak terima kalau (layanan) bank begitu-begitu saja. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved