Editor's Choice Youngster Inc. Entrepreneur

Muhammad Adri Miswar, Sukses Mengguritakan Killiney Kopitiam

Muhammad Adri Miswar, Sukses Mengguritakan Killiney Kopitiam

Muhammad Adri Miswar

~~

Muhammad Adri Miswar bukanlah penggila kopi. Toh, ia justru melihat peluang di balik minuman yang berasal dari keluarga tanaman Rubiaceae ini. Lewat bendera PT Adri Utama Karya, kelahiran Medan 26 November 1983 ini menggelindingkan bisnis kedai kopi pada 2006. Mengusung merek Killiney Kopitiam, saat ini 36 gerai Killiney sudah hadir di Medan, Jakarta, Makassar, Bali, Surabaya, Batam dan kota-kota lainnya. Sampai akhir tahun ini, ia menargetkan bisa membuka 75 gerai baru dan pada 2014 total 200-an gerai Killiney membentang dari Aceh sampai Papua.

Killiney Kopitiam juga marak di Singapura, Kuala Lumpur, Australia, China dan Hong Kong. Maklum, Killiney adalah merek asal negeri jiran. Di Indonesia, Adri yang memegang hak waralabanya. Dari 36 gerai, sekitar 10 gerai milik Adri, sisanya subwaralaba. Jadi, investor yang ingin menggunakan merek Killiney di Indonesia harus membeli hak waralaba dari Adri. “Awalnya, saya tidak mengarahkan bisnis ini untuk membangun subwaralaba,” katanya. Peluang datang, ketika banyak permintaan kerja sama membuka Killiney. “Saya pikir, mereka punya lokasi, ya sudah saya subwaralabakan,” imbuh Adri yang baru setahunan ini menjalankan subwaralaba Killiney. Ditandaskannya, subwaralaba ini adalah bagian dari manajemen dan timnya di bawah payung PT Adri Utama Karya.

Ia tertarik mengambil hak master waralaba Killiney karena ia melihat peluang menganga di depan mata. Adri yang asli Medan melihat di kota kelahirannya itu tak banyak tempat kongko buat anak muda. “Padahal, orang Medan itu doyan nongkrong,” katanya. Tak menyiakan kesempatan, lulusan Manajemen Keuangan dari sebuah universitas di Kuala Lumpur ini terbang ke Singapura. Seminggu di Singapura, ia rupanya kepincut pada Killiney dan yakin produk ini bisa masuk Indonesia. Di samping menjual minuman kopi tarik, teh tarik, makanan andalan roti bakar dengan kaya mentega dan telur, laksa, Killiney juga punya beberapa makanan yang berciri khas Singapura.

Menurut suami Dita Marissa ini, orang Medan sangat memperhatikan citarasa dan harga. Karena itu, saat pertama kali membuka Killiney di Medan, ia sangat memperhatikan citarasa, jenis produk, sampai harga. “Supaya masyarakat Medan bisa menerima Killiney,” ungkap pehobi main golf dan basket ini. Variasi makanan pun ia sesuaikan agar bisa cocok dengan lidah orang Medan.

Diakuinya, proses negosiasi dengan Killiney Singapura tak terlalu njelimet. Ia berusaha meyakinkan mereka tentang peluang di Indonesia. Setelah deal, manajemen pihak prinsipal termasuk pemilik Killiney Kopitiam, Woon Tek Seng, menyambangi Medan. “Mereka menyurvei beberapa tempat yang potensial, baru setelah itu Killiney buka di Medan,” tutur Adri.

Muhammad Adri Miswar

~~

Saat ini, Killiney di Medan sudah lebih dari 10 gerai dengan penambahan lima gerai baru lagi sampai akhir tahun ini. Sayang, Adri tak mau menyebutkan berapa fee waralaba yang ia berikan untuk mengambil hak master waralaba Killiney. “Ya, lumayanlah,” katanya sembari terbahak. Yang pasti, untuk modal awal membuka gerai, selain dari kocek sendiri, juga mendapat pinjaman dari bank. “Rata-rata dalam dua tahun, saya sudah kembali modal. Demikian pula dengan subwaralaba di Indonesia,” imbuhnya.

Sementara untuk subwaralaba, Adri menetapkan fee yang besarannya tidak sampai Rp 1 miliar. “Bedanya, kami masih intens mendukung subwaralaba, apa pun yang terjadi di gerainya, baik untuk karyawan, penjualan, pemasaran, supaya mereka bisa berkembang,” tuturnya. Ia menambahkan, untuk pemegang subwaralaba ini ia mematok target penjualan. “Saya juga targetkan mereka harus bisa buka 2-3 gerai baru,” imbuhnya. Menurutnya, sejauh ini, bisnis sudah sampai ke tahap profit. Pertumbuhan dari tahun ke tahun 10%-15%.

Ayah tiga anak ini mengaku, selama menjalankan Killiney tak ada kendala berarti. “Masalah yang paling sering muncul berkaitan dengan produk. Kami memang harus lebih jeli menentukan produk di masing-masing daerah,” katanya. Produk dari Killiney Kopitiam Singapura sudah standar untuk seluruh Indonesia. “Tapi, di setiap daerah, saya tambahkan beberapa produk yang jadi ciri khas daerah itu. Contohnya, lebih banyak ke snack yang mudah dibuat. Tapi, tidak menjadi yang utama,” katanya.

Selama ini, Killiney tang menyasar kalangan usia 23-40 tahun, lebih memilih promosi word of mouth. “Bagi saya, inilah hal yang paling penting,” ungkapnya. Di samping itu, Killiney Indonesia juga memberikan dukungan untuk tim basket Universitas Sumatera Utara. Di tingkat mahasiswa, ia mem-branding Killiney Indonesia, salah satunya di lapangan basket mereka. “Tujuannya supaya konsumen lebih sadar akan citra merek Killiney,” ujar Adri yang mengaku tidak gentar dengan maraknya kopitiam belakangan ini. “Semua produk Killiney, mulai dari kopi, teh, susu, bumbu kari, bumbu laksa diimpor dari Singapura. Itu kami pertahankan karena kami pikir, itu salah satu kekhasan. Jadi, kopitiam lain tidak dapat mengikuti rasa kami,” papar Adri yang tengah ancang-ancang membuka restoran Indonesia dengan konsep cepat saji di Penang, Malaysia.

Di mata Utomo Njoto, Konsultan Waralaba Senior FT Consulting, perkembangan Killiney Indonesia terhitung cepat. Pasalnya, dalam waktu satu tahun bisa mengembangkan 20-an subwaralaba. Ia menambahkan, ekspansi di lingkup Jakarta masih bagus. Pasalnya, kebiasaan orang untuk rapat dan nongkrong di kafe, kopitiam, ataupun restoran sudah terbentuk. “Tapi berkembang ke luar Jakarta harus hati-hati. Kebiasaan rapat dan nongkrong belum mengakar kuat,” katanya.

Selain itu, penduduk luar Jakarta tergolong lebih sensitif soal harga. Ini termasuk tantangan yang perlu dijawab. “Meski saya melihat harga makanan dan minuman di Killiney relatif oke dibanding kafe yang terkenal high price,” ujar Utomo. Ia menilai kopi Killiney memang agak beda. Hanya saja, ia melihat faktor kebersihan harus lebih ditingkatkan. “Kalau boleh titip pesan untuk Killiney Indonesia, kebersihan sangat penting. Untuk menjaga kebersihan, sebaiknya gunakan sofa berbahan kulit saja,” katanya mengimbau. Pengalamannya, ia melihat dengan bahan kain yang dipakai Killiney di gerai Senayan City terlihat ada bercak-bercak bekas ketumpahan minuman atau makanan. “Kelihatannya, maintenance kurang diperhatikan. Untuk kelas Senayan City, kebersihan merupakan faktor vital.”

Henni T. Soelaeman

dan Rosa Sekar Mangalandum


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved