Editor's Choice

Mulyono Berobsesi Meng-go public-kan Pelindo II

Mulyono Berobsesi Meng-go public-kan Pelindo II

Mulyono, Direktur Keuangan Pelindo II, Jakarta, mengawali kariernya dari bawah. Seusai menamatkan pendidikan di Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dia langsung bekerja sebagai staf Divisi Keuangan. Selain di bidang keuangan, Mulyono juga sempat bertugas di bidang operasional. Sempat 7 tahun menjadi Direktur Keuangan Pelindo IV, Makassar, dia ditarik kembali ke Pelindo II pada 2009 sebagai Direktur Sumber Daya Manusia. Kemudian sejak 2012 menjadi Direktur Keuangan Pelindo II? Apa saja terobosan yang dilakukan Mulyono sebagai CFO Pelindo II? Mulyono menuturkannya kepada Radito Wicaksono:

Bagaimana perjalanan karier Anda hingga menjadi seorang CFO? Dan apa background pendidikannya?

Saya lulus dari Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta tahun 1983. Awal 1984 langsung bekerja di Pelabuhan Tanjung Priok di Divisi Keuangan sebagai staf. Setelah itu masuk jabatan-jabatan seperti supervisor dan lain-lain. Kemudian, saya sempat juga dipindah ke operasional, menangani peti kemas hingga konvensional. Jadi, selama itu, saya tidak hanya berkecimpung di keuangan saja, tetapi juga di operasional.

Kemudian saya disekolahkan ke Belanda oleh perusahaan, Diploma on Port and Shipping jurusan Port Management, di Den Helder, tahun 1991. Kemudian saya lanjut ambil master di Belanda juga, yaitu di Maastricht, MBA Strategic Business pada tahun 1992. Dari situ saya kembali ke perusahaan dan menjabat sebagai kepala Divisi Keuangan. Setahun di sana, saya ditugaskan menjadi kepala Divisi Operasional. Di tahun 1996 akhir, saya ditarik ke kantor pusat menjadi staf sekaligus menyiapkan perusahaan untuk IPO/go public. Saat kami lagi antre, ternyata malah terjadi krisis keuangan pada tahun 1998. Akhirnya batal. Tapi setelah itu ada privatisasi, ada partnership peti kemas Jakarta dengan Hong Kong. Saat itu saya sebagai ketua tim. Kemudian selain itu, saya menjadi ketua tim untuk me-restruktrurarisasi utang.

Tahun 2002 saya menjadi Senior Manager Treasury hingga akhirnya saya diperbantukan di Pelabuhan Indonesia IV, Makassar, menjadi Direktur Keuangan. Selama 7 tahun saya bertugas di sana sebagai Direktur Keuangan. Kemudian di tahun 2009 saya dipindah ke Pelindo II dan menjabat sebagai Direktur Sumber Daya Manusia hingga tahun 2012. Dari tahun 2012 hingga sekarang, saya menjabat sebagai Direktur Keuangan di Pelindo II, Jakarta.

Mulyono, CFO Pelindo II

Sejauh ini prestasi apa yang dia raih sebagai CFO? Apa saja terobosan-terobosan yang telah dilakukannya sebagai CFO?

Sebenarnya saya lebih banyak menjadi integrator ketika menjadi CFO. Jadi, di keuangan merupakan muara dari transaksi dan juga perencanaan seperti menyusun budget. Untuk itu, perlu melibatkan semua direktorat. Di situ saya berperan sebagai integrator dan business partner. Jadi, kadang-kadang orang-orang berpandangan bahwa orang keuangan itu kaku-kaku. Nah, disitu saya mencoba untuk mengubah semua itu dengan membantu semua pihak. Mungkin saya dianggap sukses mengintegrasikan pihak-pihak yang ada di perusahaan.

Dalam proses sebagai business partner, maka kita harus menghayati sasaran kita dan kendala yang akan kita hadapi. Salah satunya, saya selalu kasih feedback ke pihak-pihak yang ada di perusahaan, seperti contohnya ke setiap Kepala Cabang, saya selalu berikan feedeback seperti rapor untuk mereka setiap bulannya. Supaya mereka tahu posisi mereka masing-masing.

Penghargaan-penghargaan yang sempat saya terima antara lain Penghargaan sebagai Tim Privatisasi PT JICT di tahun 1999 dan di tahun yang sama Penghargaan penyusunan buku pondasi korporasi Meneg BUMN. Kemudian di tahun 2005, saya mendapat penghargaan Satya Lencana Wira Karya.

Apa dampak signifikan dari terobosan yang dilakukannya itu terhadap kinerja perusahaan?

Antara lain di tahun 2012 ini, dari sisi revenue, kami naik kurang lebih 30%, laba bersih naik 31% dibanding tahun 2011. Laba bersih kami di tahun 2012 mencapai Rp 1.930 miliar dari sebelumnya Rp 1.460 miliar. Jadi naik sekitar Rp 500 miliar. Sehingga dengan diberikannya rapor tersebut, dapat memberi tahu ke semua penanggung jawab anggaran, posisi bagian mereka masing-masing.

Seperti apa saja tantangan yang dihadapi dalam mengelola keuangan perusahaan, dan bagaimana solusinya?

Tantangan yang saya hadapai adalah menghadapi orang-orang yang berpikiran silo. Mereka itu sering berpikiran untuk kepentingan mereka sendiri-sendiri. Padahal kan semestinya mereka bisa berpikir untuk kepentingan perusahaan secara keseluruhan. Intinya, menghadapi orang-orang atau pihak-pihak yang tidak memiliki kesamaan visi demi perusahaan.

Tantangan lainnya adalah urusan pendanaan. Karena kami butuh dana pengembangan yang cukup besar, sedangkan dana internal yang kami miliki tidak terlalu besar. Untuk itu, kami harus cari dana eksternal dengan cost of fund yang kompetitif. Langkah alternatif yang kami lakukan adalah dengan mencari pendanaan dari bank, obligasi, dan menyiapkan beberapa anak perusahaan untuk IPO ke depannya.

Sebagai CFO, bagaimana kontribusi dia untuk turut serta mendorong perusahaan mampu memberikan nilai tambah kekayaan kepada para pemegang saham/investor?

Kontribusinya adalah, kami menjaga sebelum penyusunan RKAP. Dari pemegang saham itu kan ada “Aspirasi Pemegang Saham” terkait dengan pertumbuhan pendapatan, laba, aset, dan lain-lain, kami harus menjaga itu. Sejauh ini, kami selalu memberikan yang lebih baik dari yang mereka harapkan.

Menurut dia, ke depan apa yang seharusnya dilakukan para CFO agar mampu membuat kinerja perusahaannya kinclong terus?

Kalau saya percaya bahwa perusahaan yang go public itu akan lebih bagus. Saya mendorong perusahaan ini untuk go public. Dengan begitu, nanti akan ada yang mengawasi. Kalau sudah ada yang mengawasi mestinya akan berjalan dengan baik perusahaan tersebut.

Untuk itu, seorang CFO harus memperbaiki proses manajemennya. Kemudian dari sisi aset, kepemilikan aset, dan tentu kinerjanya harus selalu lebih bagus, antara lain, dengan membuat KPI yang mendorong para pengelola, masing-masing menjadi lebih bagus. GCG dan risk management pun juga harus dijalankan.

Apa obsesi dan cita-cita ke depannya?

Saya ingin membuat perusahaan ini menjadi perusahaan publik.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved