Editor's Choice

Novita Theresia Purnawidjaja, Nikmatnya Berbisnis “Es Campur” Taiwan

Novita Theresia Purnawidjaja, Nikmatnya Berbisnis “Es Campur” Taiwan

Taiwan mulai dikenal tak sebatas produk elektronik dan komputernya di Indonesia. Kini, minumannya juga mulai menjadi tren. Setelah bubble tea lebih dulu populer, kini cincau hitam asal Taiwan mulai naik daun dengan merek Blackball. Adalah Novita Theresia Purnawidjaja, anak muda yang giat memopulerkannya. Ya, dialah yang setahun lalu memboyong waralaba restoran khusus hidangan pencuci mulut alias dessert asal Taiwan itu ke Jakarta.

Novita Theresia Purnawidjaja

~~

Dibuka pertama kali pada 16 Januari 2013, gerai perdana Blackball dibuka di Mal Central Park, Jakarta Barat. Hanya dalam tempo setahun, di bawah kendali perempuan kelahiran Jakarta 30 tahun silam itu, gerainya berbiak menjadi 19. Mayoritas gerainya beroperasi di mal-mal besar di seputaran Jabodetabek seperti Mal Kota Kasablanka, Mal Puri Indah, Pantai Indah Kapuk, Central Park, Mal Alam Sutra, Living World, Lippo Karawaci, Mal Kelapa Gading dan Mal Artha Gading. Pastry chef lulusan sekolah perhotelan di Australia itu juga sukses mengembangkan bisnisnya ke luar Jabodetabek. Pertama kali merengkuh Semarang, berlanjut ke Surabaya, Kuta (Bali), Medan, Balikpapan, Pontianak dan Batam. Total, penduduk di delapan kawasan kota besar di Indonesia itu kini sudah bisa mencicipi kelezatan minuman yang penampakannya sekilas mirip es campur itu. Dalam mangkuk sajinya, Blackball dilengkapi gunungan es serut, cincau hitam, bola-bola mutiara, kacang merah dan ubi manis yang dibentuk bola-bola dan dadu mirip biji salak. Melihat peluang besar bakal digemari masyarakat, Novita pun memboyong Blackball ke Indonesia. Lisensinya dipegang PT Fresco yang didirikan Novita. Prosesnya, menurut dia, tak terlalu ribet. Kantor pusat Blackball di Taiwan hanya mensyaratkan untuk menggelar 20 gerai dalam rentang 2-5 tahun pertama. Syarat itu kini nyaris dicapai Novita meski belum genap setahun berdiri. Novita tidak bersedia menyebut angka pasti perihal nilai kontraknya. Ia hanya mengaku nilainya mencapai ratusan ribu dolar AS selama lima tahun pertama. Ia berani menggelontorkan dana sebesar itu karena telah melakukan riset pasar terlebih dulu. Dan, mal yang kini kian menjadi pusat aktivitas anak muda menjadi sasaran utamanya. Ia pun sudah menyiapkan strategi ekspansi dengan menargetkan pembukaan sejumlah gerai di satu kota. “Jika kota besar seperti Medan dan Surabaya, dalam beberapa tahun kami targetkan harus buka dua outlet. Jika kota kecil seperti Semarang, kami hanya butuh satu outlet.” Untuk menarik konsumen, ia menonjolkan kelebihan Blackball yang diklaimnya lebih sehat lantaran dibuat dari bahan tumbuhan yang segar dan diolah hingga matang. “Jadi, sebenarnya keunikannya itu bagus untuk tubuh, seperti labu kundur yang bagus untuk pencernaan. Kelebihan produk kami, semuanya fresh. Bahan-bahannya pun sampai di sini kami masak ulang dengan bumbu orisinal mereka dan kami tambahkan sedikit bumbu lagi,” paparnya seraya menyebutkan, seluruh bahan baku, kecuali air tentunya, didatangkan dari Taiwan. Salah satu contoh sehatnya Blackball ditunjukkan Novita dengan pemakaian gula murni yang berwarna agak kuning, bukan gula pasir putih. Juga, penggunaan gula jagung — yang bisa dikonsumsi penderita diabetes — untuk campuran minumannya. Dengan berbagai kelebihan itu, Blackball menyasar target lintas-usia dan keluarga. “Tetapi kebanyakan memang orang tua, karena orang tua mungkin lebih tahu khasiatnya,” urainya. Harga yang ditawarkan Blackball mulai dari Rp 18 ribu hingga Rp 40 ribu. Dalam sehari, setiap gerai bisa meraup omset hingga Rp 6 juta yang diperoleh dari penjualan 200 porsi hidangannya. Dari berbagai sajian yang ditawarkan, kata Novita, menu utama Blackball Signature A1 menjadi primadona. Novita tidak mengantongi keuntungannya sendiri. Pasalnya, ia membuka pola kemitraan dengan investor yang tertarik bekerja sama. Sejauh ini, sejumlah gerai Blackball di luar Jabodetabek dibuka dengan konsep waralaba. Bagi yang berminat, istri Alexander Widjaja ini menyediakan paket waralaba senilai Rp 250 juta untuk kontrak selama lima tahun. Selain itu, ada biaya pembelian material dan bahan baku senilai Rp 50 juta untuk dua minggu pertama. Adapun biaya pembangunan per gerai sekitar Rp 1 miliar. Meski kini terdapat sejumlah pesaing yang mulai muncul, Novita tetap optimistis bisnisnya terus berkembang. Buktinya, tahun ini ia punya target membuka 25 gerai baru. Sejumlah gerai yang akan dibuka dalam waktu dekat berada di Bay Walk, Green Bay Pluit, Center Point Medan, serta dua gerai lagi di Makassar dan Palembang. Pakar waralaba Utomo Njoto melihat, saat ini restoran khusus dessert sudah cukup menjamur di Jakarta. “Ini berarti potensi pasarnya cukup bagus,” katanya. Utomo mengakui tidak memiliki data khusus mengenai popularitas Blackball. Karena itu, ia cukup hati-hati memberikan penilaian. “Kami tidak punya data peminat Blackball. Kalau mereka dari kelompok peminat bubble tea, kehadiran Blackball bisa dibilang pas banget. Mereka datang saat bubble tea menjelang overcrowded,” ujarnya menyebut minuman asal Taiwan yang terlebih dulu populer di Indonesia itu. Utomo mewanti-wanti Blackball atas tantangan yang akan dihadapinya. “Jumlah mal yang oversupplied dengan biaya sewa yang makin melambung adalah tantangan besar bagi semua pebisnis restoran,” ungkapnya. Karena itu, ia mengingatkan Blackball agar meningkatkan kemampuannya dalam mengelola bisnis secara efektif dan efisien. Selain itu, ia juga melihat, sejumlah mal tidak mampu mendatangkan pengunjung yang besar di hari kerja. “Jadi, kemampuan menciptakan traffic, entah dengan social media atau cara lain, tentu menjadi sangat penting bagi Blackball,” Utomo menyarankan.(*)

Ferdi Julias Chandra dan Eddy Dwinanto Iskandar Riset: Dian Solihati


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved