Profile Editor's Choice

Omar S. Anwar: Sejak Dini Tetapkan Road Map Karier

Omar S. Anwar: Sejak Dini Tetapkan Road Map Karier

Selama 30 tahun perjalanan kariernya, Omar S. Anwar sudah 11 kali pindah kerja. Perusahaan tempatnya bekerja beragam, mulai dari BUMN, swasta nasional, hingga multinasional. Sektor bisnis yang digeluti pun bervariasi, dari pertambangan, perbankan, telekomunikasi, migas, hingga investasi (sekuritas).

Omar S. Anwar

Omar S. Anwar

Sejak dini Omar pun sudah menetapkan road map kariernya. Prinsip ini diterapkan setelah dia mengambil program dan pelatihan perencanaan karier semasa kuliah S-1 di Amerika Serikat. Dengan perencanaan karier yang matang, maka dia bisa menyiapkan diri untuk tahapan karier yang ditargetkan. Contoh, posisi apa yang ingin dicapai pada usia tertentu, apa saja kompetensi yang dibutuhkan untuk mencapai jabatan itu, dan benchmark atau mentoring pada senior atau orang-orang yang sudah sukses di posisi itu.

Apa pun karier yang dijalaninya, menurut Omar, tidak akan jauh dari bidang akuntansi. Gelar MBA Omar pun di bidang keuangan. Mengapa begitu? Rupanya ini terkait dengan pesan sang ayah. “Dulu ayah saya menekankan bahwa akuntansi adalah bidang yang cerah untuk masa depan. Agar sukses berbisnis harus paham bahasanya. Dan bahasa bisnis adalah akuntansi,” Omar mengenang wejangan ayahnya.

Omar meniti karier setelah menamatkan kuliah MBA dari Universitas George Washington, AS. “Biaya MBA saya berasal dari beasiswa Huffco Indonesia yang berbasis di Houston, AS. Mulai dari uang sekolah, buku, dan uang saku jumlahnya sekitar US$ 1.000,” ujar pria kelahiran Jakarta tahun 1960 ini. Lantaran beasiswa itu dari Huffco, maka Omar pun bekerja di perusahaan migas itu selama dua tahun, setelah lulus tes wawancara.

Omar S. Anwar

Omar S. Anwar

Selepas dari Huffco, Omar pindah bekerja di Citibank Indonesia. Di bank asing itu, posisi awalnya sebagai manajer quality assurance. Karena sesuai dengan latar belakang pendidikannya, dia enjoy bekerja, sehingga 9 tahun dia berkarier di bank asing itu dengan posisi terakhir sebagai vice president. “Saya juga sempat merasakan jabatan sebagai manajer cabang. Juga, meluncurkan produk Citi Reksadana,” eksekutif yang murah senyum ini mengklaim.

Setelah 9 tahun di Citibank, Omar merasa kariernya sudah mentok. Maka, saat usianya 35 tahun, dia mulai memikirkan berpetualang di perusahaan lain. “Karena, untuk mencapai posisi direktur Citibank, usianya sekitar 40 tahun,” ujar pehobi olah raga ini. Nah, di umur 37 tahun dia betul-betul merealisasikan niatnya keluar dari Citibank. Alasannya, dia ditawari head-hunter dan dibujuk koleganya untuk pindah ke perusahaan lain. Tawaran itu tidak sekadar hubungan baik, melainkan, “Berdasarkan performance, achievement, networking saya. Citibank termasuk tempat belajar terbaik,” ungkapnya.

Lalu, Omar pindah ke Grup Bimantara Citra tahun 1998. Jabatannya saat itu Deputi Direktur PT Satelindo, anak perusahaan Bimantara. Namun belum genap setahun, Omar keluar karena perusahaan yang dimiliki Bambang Trihatmodjo itu mulai goyang, dan bergabung ke ABN Amro.

Setelah 8 bulan di ABN Amro, Omar dihubungi oleh seniornya yang pernah bekerja di Citibank, yaitu Robby Djohan dan Edwin Gerungan, agar bergabung di Bank Mandiri untuk membangun jaringan cabang bank pemerintah itu. Bertemu Robby April 1999, wawancara pagi hanya satu jam, sorenya dia sudah ditelepon untuk bekerja di bank BUMN ini. Akhirnya, dia tercatat sebagai karyawan Bank Mandiri pada Agustus 1999.

Omar S. Anwar

Omar S. Anwar

Langkah awal Omar menginjakkan kaki di Bank Mandiri dengan target menjadi kepala divisi. Toh seiring berjalannya waktu, prestasinya kian menanjak, sehingga tahun 2003 dia berhasil mencapai jabatan direktur yang diidamkannya saat umurnya 43 tahun.

Selama 9 tahun di Bank Mandiri, Omar merasa puas dengan pencapaian yang diraihnya. Dia telah membangun bisnis commercial banking, bank syariah, AXA Mandiri, Mandiri Management Investasi, semuanya dari nol. “Saya lalu berpikir, what next? Berarti next position adalah CEO. Jadi usia 45 tahun harus jadi CEO. I have to make a turn in my carrier untuk posisi berikutnya,” ia menuturkan. Setelah membangun sesuatu harus terlihat perusahaan itu tumbuh dengan baik. Menurut Omar, kontribusinya di Bank Mandiri sudah cukup.

Nah, untuk menjadi CEO bisa dari industri yang berbeda. Tidak dinyana, ada peluang di pertambangan, karena tahun 2007 industri tambang sedang booming. Kebetulan, PT Rio Tinto Indonesia sedang mencari CEO yang asli orang Indonesia, karena CEO sebelumnya orang asing. Akhirnya setelah sekali wawancara singkat, dia terbang ke Inggris untuk wawancara langsung dengan CEO Rio Tinto di kantor pusat London. Dan, dia berlabuh di Rio Tinto pada Juni 2008.

Tidak lama di Rio Tinto, Omar ditawari Menneg BUMN untuk ikut fit and proper test menjadi Dirut Pertamina (Persero). Namun akhirnya dia dipilih sebagai Wadirut Pertamina. “Saya kalau diminta negara tidak bisa menolak, perusahaan besar, tantangannya besar, security of supply jadi masalah di sana,” ujar bos yang kini sedang kuliah S-3 bidang manajemen strategisdi Universitas Indonesia ini.

Dari Pertamina, Omar pindah ke PT Trimegah Securities Tbk. “Saya bertemu dengan pemegang saham Trimegah pada Maret 2010. Wawancara sebentar dan lulus fit and proper test pasar modal,” ujarnya seraya menambahkan, dirinya harus melakukan adjustment luar biasa setiap pindah kerja.

Untuk meningkatkan skill dan knowledge, Omar banyak sharing dengan para atasan, lalu belajar. Dia bersyukur, jejaring yang selama ini dibangun sangat membantunya. “Saya punya pola 6-6-6, artinya 6 bulan belajar, 6 bulan menguasai materi, 6 bulan menerapkan dan menghasilkan kontribusi,” ujarnya memaparkan rahasia suksesnya.

Omar menolak dijuluki kutu loncat. “Saya sempat ditugaskan di BUMN,” katanya berkilah. Dari 11 perusahaan yang disinggahi, Omar mengaku, yang paling berkesan adalah saat berkarier di Bank Mandiri. Sebab, dia bekerja di bank itu dari nol, awal merger, dan setelah dia keluar justru Bank Mandiri makin berjaya. “Bagi saya, bekerja itu yang utama chemistry. Bukan uang yang utama,” katanya mengelak saat ditanya soal gaji dan bonus. “Gaji tidak pernah puas, maunya selalu lebih,” ujarnya seraya terbahak. Dan setelah pensiun, dia bertekad menjadi entrepreneur.

Eva Martha Rahayu & Herning Banirestu / Riset: Adinda Khalil

Kiat Sukses Pindah-pindah Kerja


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved