Editor's Choice Next Gen

Putri Rahayu Soedarjo Masuk MRA Setelah Menimba Pengalaman di Bisnis Finansial

Putri Rahayu Soedarjo Masuk MRA Setelah Menimba Pengalaman di Bisnis Finansial

Putri Rahayu Soedarjo

~~

Eyangnya, Kartini Muljadi, pendiri firma hukum terkemuka Kartini Muljadi & Rekan. Ibunya, Dian Muljadi, beserta ayahnya, Sutikno Soedarjo, bersama Adiguna Sutowo adalah pendiri Grup Mugi Rekso Abadi (MRA), yang membidangi penerbitan (antara lain Cosmopolitan, Harper’s Bazaar, Autocar, FHM dan Men’s Health), resto/kafe (Hard Rock Cafe dan Haagen Dazs), otomotif (Harley-Davidson, Ferrari dan Maserati), hotel (Bvlgari Hotel & Resort), broadcast (Hard Rock FM dan Trax FM), serta ritel dan gaya hidup (Bvlgari, Bang & Olufsen).

Jika melihat bibit, bebet, dan bobotnya, tentu tidak susah bagi Putri Rahayu Soedarjo untuk masuk ke bisnis keluarganya. Namun, ayahnya, Sutikno, saat itu termasuk keras padanya. Kalau Putri belum bisa memberikan nilai tambah bagi perusahaan, buat apa langsung bekerja di bisnis yang dibangun sang ayah. Kalau dilihat, dari ketiga anak Sutikno, tidak ada yang bekerja di grup bisnisnya selepas kuliah. Adiknya sempat bekerja di Mindshare.

Maka, seusai menamatkan kuliah S-1 di bidang keuangan-pemasaran dan master di bidang manajemen komunikasi di Universitas Southern California, Amerika Serikat, Putri memutuskan berkarier di bidang investasi dan keuangan. “Biasalah waktu masih kuliah, kebanyakan yang kuliah keuangan kan dream-nya bekerja di perusahaan kuangan besar,” ujar kelahiran Jakarta 22 Desember 1984 ini.

Meski begitu, cita-cita awalnya sebelum kuliah adalah membantu membesarkan bisnis keluarga. “Kami kan terbiasa mendengarkan orang tua bercerita, we did this, we did that… Saat kuliah itulah yang membuat saya agak berubah. Apalagi, setelah mengetahui bonus bekerja di dunia keuangan sangat besar,” ujarnya mengenang. Niatnya, supaya cepat mandiri.

Masuklah Putri sebagai Analyst Intern for Corporate Advisory Group UBS Wealth Management, setelah menyelesaikan gelar masternya selama enam bulan di Singapura. Kemudian, ia kembali ke Indonesia, bergabung dengan Northstar Pacific sebagai analis juga. Setelah selama 2,5 tahun menjalani karier sebagai analis, anak pertama dari tiga bersaudara ini dipercaya sebagai associate selama hampir dua tahun.

Menemukan pasangan hidup ternyata membuatnya berganti haluan. Menjelang pernikahannya pada 2013, meski ia menikmati kariernya itu, Putri memutuskan keluar. “Waktu itu saya kerja total sekali, sangat bersemangat, hingga pulangnya sampai pagi,” ujarnya. Apalagi, saat itu banyak proyek yang diakuisisi dan ia harus menangani perusahaan yang di-turnarround. Ia mengaku mendapat banyak pengalaman, belajar bahwa tanpa bekerja keras, tidak mudah mendapatkan sesuatu. Wanita yang lulus magna cum laude di S-1 dan S-2 ini memang kemudian berpikir, tidak mungkin ia menjalani kerja hingga dini hari setelah berkeluarga.

Ia pun memutuskan keluar dari Northstar pada 2013. Lalu, ia mendirikan perusahaan bersama dua temannya yang juga profesional di bawah bendera PT Pesona Indah Nusa Kirana. Usahanya membidangi perawatan wanita seperti waxing, meni-pedi dan nail art dengan nama gerai Pink Parlour yang merupakan waralaba dari Singapura. Memiliki tiga gerai (Pacific Place, Kemang Village dan Grand Indonesia), dengan dibantu 30 karyawan, Putri dan teman-temannya mengembangkan bisnis “cantik” ini. Bisnis ini dibangun saat ia mempersiapkan pernikahan. Meski belum balik modal, ia mengaku bisnis ini sangat prospektif. Karena, selalu saja ada wanita yang membutuhkan perawatan. Tahun ini ditargetkan ada dua gerai lagi yang dibuka di dua mal di Jakarta.

Berbisnis membuat Putri belajar banyak, langsung mengurusi karyawan serta mengelola pemasaran, promosi dan keuangannya. “Saya dulu mengurus sendiri print poster ke Benhil, semua dikerjakan sendiri perintilan-perintilannya,” ujarnya. Cabang yang di Pacific Place, menurutnya, lumayan pemasukannya. Sayang, ia enggan menyebutkan berapa omset gerai Pink Parlournya itu.

“Saat ini saya tidak lagi ikut mengurusi daily di bisnis itu, karena Papa ingin saya fokus di bisnisnya jika saya bergabung dengannya,” ungkap wanita yang hobi menonton TV shows ini.

Putri lalu didaulat memegang Divisi Ritel dan Gaya Hidup Grup MRA. Ia mau memegang divisi ini, juga membenahinya, karena divisi ini dua tahun vakum tanpa kepala divisi. Karena baru enam bulan benar-benar bergabung di grup bisnis ayahnya, ia pun merasa belum banyak yang dilakukan di dalam.

Yang jelas, ia ingin bisnis ini lebih baik dari sebelumnya. Di bisnis ritel ini ayahnya percaya putrinya ini bisa mengelola dengan baik, apalagi baru dua merek besar yang bergabung di bawah divisi ini, yaitu Bvlgari dan Bang & Olufsen. “Saya masih baru, apalagi saya mau cuti lagi karena sedang hamil delapan bulan, jadi belum banyak gebrakan,” kata wanita yang hobi lari 12 km ini. Putri mengakui, ayahnya memberikan bimbingan kepadanya. “Tetapi, saya akui pressure dari orang tua lebih besar daripada pressure kala kita bekerja profesional,” ujar Putri sambil tertawa. Ia mengakui ini karena ia ingin membuat ayahnya bangga.

“Apa yang harus difokuskan dalam bisnis ritel adalah top line growth-nya. Apalagi, bisnis ritel di Indonesia sedang berkembang pesat,” tutur wanita yang mengaku termasuk pekerja keras seperti orang tua dan eyangnya. Selama top line growth-nya terus menanjak dengan bagus, ia yakin bisnis yang dikelolanya akan berkembang dengan baik.(*)

Herning Banirestu & Didin Abidin Masud/Riset: Armiadi


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved