Management Editor's Choice Strategy

Strategi Kelola SDM Migas di Saat Krisis

Strategi Kelola SDM Migas di Saat Krisis

Perusahaan minyak dan gas (migas) perlu mengubah skema penilaian kinerja para eksekutif menjadi sistem matriks dalam menyikapi penurunan industri migas akibat merosotnya harga minyak. Dalam sistem itu, pencapaian target-target kinerja akan dibandingkan dengan perusahaan sejenis. Sistem penilaian matriks ini telah diterapkan oleh sedikitnya 12 perusahaan yang masuk Fortune 500, di antaranya Intel.

Ketua Ikatan SDM Profesional Indonesia (ISPI) Ivan Taufiza mengatakan, penurunan harga minyak membuat perusahaan migas memangkas anggaran sumber daya manusia (SDM) hingga 20-30%.

Kondisi ini tidak harus ditindaklanjuti dengan pemutusan hubungan kerja (PHK), masih banyak cara atau strategi untuk mengantisipasinya, bahkan ini bisa menjadi momentum untuk membenahi SDM agar perusahaan bisa jadi pemenang saat tsunami yang melindas industri migas usai.

“Salah satunya dengan menerapkan sistem appraisal baru, sistem matriks, orang dinilai dengan cara memetakan matriks targetnya,” katanya.

Ivan Taufizah1

Ivan menyarankan, perusahaan migas jangan lagi menggunakan metoda lama, metode appraisal tahunan. Metode appraisal tahunan hanya membuang energi, subjektif, dan karyawan cenderung tidak happy. Performance manajemen menjadi sangat rigid dan kaku. Kalau akhirnya target tercapai, bisa jadi bukan karena para eksekutif itu yang hebat, tapi karena pasar yang mendukung.

“Kalau kondisi sedang terpuruk, apakah target penjualan menjadi zero? Mereka dipinalti karena kondisi pasar sedang buruk? Tak begitu, dengan penilaian matriks, perusahaan bisa melakukan komparasi dengan perusahaan sejenis, berapa tumbuhnya, lalu masuk job dan profesi, bandingkan dengan posisi yang sama di perusahaan lain, jadi relevan. Perusahaan bayar berapa ya baiknya kalau dia hanya bisa jual satu unit?” ujar dia.

Menurut Ivan, perusahaan juga harus bisa menciptakan trully genuinely leader, nantinya begitu krisis lewat, SDM yang demikian akan dengan cepat menaikan kondisi perusahaan karena engagement dengan karyawannya kuat. Untukmenciptakan hal itu, perusahaan perlu melakukan training.

“Ketika bisnis sedang bagus, biasanya kesempatan training susah, orang sibuk mengejar bisnis. Kalau lagi turun seperti ini, justru kesempatan untuk melakukan training. Perusahaan harus pintar mencari bentuk training seperti apa yang tepat, tetap hemat, tapi participation rate-nya tetap tinggi,” ungkap dia.

Selain itu, sign up bonus juga harus tetap diberikan oleh perusahaan. Namun dengan kondisi industri migas yang sedang tidak menguntungkan, sign up bonus diberikan pada job dan individu tertentu saja.

“Begitu organisasi mengidentifikasi bahwa orangnya atau jobnya dirasa penting, dia akan diberi sign up bonus. Maka itu harus diikat. Dengan kondisi saat ini, angkanya memang menurun, dari 100 job hanya 10-14% yang dapat. Yang dapat seperti sales, management (board), dan human and resources (HR),” kata dia.

Strategi lainnya, kata Ivan, adalah memperkuat SDM bidang penjualan, menjangkau mitra dengan kapabilitas dan modal lebih kuat, me-recharge organisasi perusahaan, dan meletakkan landasan sustainable development. Akan lebih baik apabila langkah-langkah tersebut dilakukan secara terintegrasi.

“Dalam me-recharge organisasi misalnya, dilakukan dengan melakukan pembenahan manajerial, kontrak, dan outsources, tidak harus perampingan tapi bagaimana mengelola yang ada dengan lebih maksimal,” kata dia. (Reportase: Herning Banirestu)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved