Editor's Choice Entrepreneur

The Goods Dept 80% Menjajakan Produk Lokal

The Goods Dept 80% Menjajakan Produk Lokal

Anton Wirjono, Pemilik dan Pendiri The Goods Dept.,menuturkan, jaringan ritel yang dibangunnya itu sekitar 80% yang ditawarkan merupakan produk asli buatan produsen Indonesia. The Goods Dept. didirikan tigatahun lalu dan responsnya luar biasa bagus. Sudah ada 4 gerai The Goods Dept., dan rencananya akan menjadi 5 gerai tahun ini.

“Kalau kita ke mal yang dilihat barang dari luar kan kebanyakan, produk karya lokal yang tak kalah dengan mereka,” ujar pria yang dikenal juga sebagai DJ Anton (Disc Jockey) ini kepada Herning Banirestu.

The Goods Dept menyuguhkan alternatif lain dari gerai ritel produk lokal yang fokusnya bukan pada produk tradisional Indonesia. “Kami menyuguhkan karya yang desainnya lebih kontemporer,” ujarnya. Karena yang menyuguhkan desain tradisional khas Indonesia sudah diwakili oleh Alun-Alun Indonesia, Pasar Raya dan Sarinah.

GoodDept

Menurut ayah tiga anak ini pasar dengan desain kontemporer ini pasarnya lebih besar. Karena bisa dipakai semua orang tapi produk ini tidak kalah Indonesianya dengan batik, tenun atau produk khas Indonesia lain. Anton menuturkan, bahkan produk dengan desain kontemporer khas Indonesia bisa lebih besar impact-nya, karena barang ini akhirnya bisa dibeli atau dinikmati oleh lebih banyak kalangan. seluruh Indonesia, bahkan dunia.

“Jika produk kontemporer kita saja diterima pasar lokal, saya yakin dunia pun bisa menerima,” ujarnya. Pasar Indonesia yang besar dan diserbu merek-merek asing menurut Anton jangan disia-siakan untuk menjadi sasaran utama para produsen yang berjualan di The Goods Dept.

Sasaran The Goods Dept memang saat ini masih pasar lokal, katanya, karena belum ada cabang di luar Jakarta atau di luar negeri. Target Anton dalam 2-3 tahun ke depan pihaknya bisa membuka gerai di luar negeri, semisal Malaysia atau negara tetangga lain. Walau belum ada cabang di luar negeri, produk yang tersedia di The Goods Dept sudah bisa dibeli oleh pembeli di luar Jakarta dan di luar negeri. Yaitu melalui pembelian online. Anton menyediakan web khusus www.thegooddept.com , untuk mereka yang di luar Jakarta dan luar Indonesia bisa membeli produk-produk yang ada di The Goods Dept.

Diakui Anton, secara volume masih kecil penjualannya, tapi ini awal yang baik. Berarti produk kita tidak kalah dengan produk luar neger. Ia mencontohkan ada pembeli Amerika (orang sana asli, bukan orang Indonesia) yang membeli dua sepatu khas buatan Indonesia, yang biaya pengiriman ke New York saja sama dengan satu harga produknya. Selain sepatu, beberapa produk local yang kerap dibeli oleh konsumen luar negeri adalah perhiasan, jeans dan sebagainya.

“Mereka mau barang yang bisa dipakai sehari-hari, yang di negara dia tidak ada, tetap gaya, dan buatan Indonesia,” tuturnya. Berapa penjualannya, Anton tidak bisa bicara, selain menyebutkan responsnya cukup bagus hingga Amerika dan Eropa.

GoodsDept2

Visi dikembangkan Anton pada The Goods Dept, intinya orang datang ke gerainya karena konsumen melihat produk kita tidak kalah dengan merek dari luar negeri. Orang datang karena barang itu bagus. Ia juga ingin produk-produk tersebut bisa bersaing dengan merek lain dari luar negeri. Sejajar. Malah bagus konsumen bisa memadu padan produk lokal di The Goods Dept dengan produk bermerek dari luar negeri.

Selain The Goods Dept, Anton mengembangkan The Brightspot, ini sifatnya tidak menetap seperti The Goods Dept. Tapi diselenggarakan setahun dua kali, sebagai perhelatan pameran produk. Seperti The Goods Dept, The Brightspot juga lebih dominan produk karya lokal kontemporer. Menurut Anton di sini ia bisa menjadikannya sebagai ajang kurasi produk sebelum masuk menjadi pengisi produk di The Goods Dept. Pada perhelatan terakhir beberapa bulan lalu di Lotte Shopping Avenue, sekitar 80 ribu pengunjung hadir di The Brightspot. Jumlah ini meningkat lebih dari 4 kali lipat dibanding tahun sebelumnya.

“Kami memang sangat ketat melakukan kurasi bagi yang ingin masuk The Goods Dept, terutama dari segi kualitas,” ujarnya. Kalau produknya bagus, ditambahkan sentuhan lain, ia yakini belahan dunia manapun konsumennya bisa menerima. Ini terbukti dengan permintaan dari luar negeri sudah secara konsisten tiap bulan ada.

Apa yang dihadirkan di The Goods Dept bisa diterima di seluruh dunia. Orang-orang di belakang produk ini punya semangat dan perilaku yang mendukung produk ini berkembang lebih besar. Punya potensi yang luar biasa. Makanya success rate produk yang ada di The Goods Dept cukup besar. Kurasi produk yang dilakukan ketat gunanya untuk menjadi pembeda The Goods Dept dan juga menjadi senjata yang kuat agar konsumen percaya dengan apa yang ditawarkan The Goods Dept. Bahwa yang dihadirkan di The Goods Dept. sudah melalui seleksi yang ketat dan menghasilkan produk yang bagus.

Beberapa nama yang kini dikenal global yang di bawah The Goods Dept. dan dijual di luar negeri seperti Cotton Ink (produk wanita), Nikicio (produk aksesoris), Jewel Rocks (yang disukai konsumen Jepang) dan sebagainya. Menurut Anton semua memiliki potensi untuk disukai pasar luar negeri, terlebih desainnya kontemporer. Pasar ini menurut Anton, kapan saja dan siapa saja menyukai barang seperti itu, di negara manapun. “Desain seperti ini dinikmati semua kalangan. Karena menurut saya produk tradisional tidak semua orang tertarik, anak muda terutama,” ujarnya.

Saat ini ada 250 merek yang bergabung di The Goods Dept. Semula hanya 100-an merek saja. The Brightspots waktu pertama mulai 4 tahun lalu oleh Anton hanya 25 merek yang bergabung. Pada saat terakhir The Brightspot, beberapa bulan lalu selama 4 hari diadakan mencapai 150 merek yang bergabung, bahkan ada 150 merek yang waiting list. Semua konsep ritel itu menjual 80% merek atau produk lokal.

Anton berharap produk kontemporer yang ada di The Goods Dept. bisa mendunia. K-Pop atau Harajuku, menurutnya itu produk-produk kontemporer yang didukung pemerintahnya. Keduanya bisa mendunia tapi tetap menunjukkan kekhasan negara asalnya. “Sebenarnya pasar kita juga sudah besar, tapi kalau bisa mendunia mengapa tidak. Produk menarik, desain khas, harga juga lebih kompetitif,” ujarnya sambil menyebut harga produk lokal di The Goods Dept. sekitar Rp 100 ribuan hingga jutaan. Kekhasan produk yang dijual ini menjadi keunggulan, menjadi kuat dengan pakem-pakem Indonesia.

Anton Wirjono, Pemilik dan Pendiri The Goods Dept.,menuturkan, jaringan ritel yang dibangunnya itu sekitar 80% yang ditawarkan merupakan produk asli buatan produsen Indonesia. The Goods Dept. didirikan tigatahun lalu dan responsnya luar biasa bagus. Sudah ada 4 gerai The Goods Dept., dan rencananya akan menjadi 5 gerai tahun ini.

“Kalau kita ke mal yang dilihat barang dari luar kan kebanyakan, produk karya lokal yang tak kalah dengan mereka,” ujar pria yang dikenal juga sebagai DJ Anton (Disc Jockey) ini kepada Herning Banirestu.

The Goods Dept menyuguhkan alternatif lain dari gerai ritel produk lokal yang fokusnya bukan pada produk tradisional Indonesia. “Kami menyuguhkan karya yang desainnya lebih kontemporer,” ujarnya. Karena yang menyuguhkan desain tradisional khas Indonesia sudah diwakili oleh Alun-Alun Indonesia, Pasar Raya dan Sarinah.

Menurut ayah tiga anak ini pasar dengan desain kontemporer ini pasarnya lebih besar. Karena bisa dipakai semua orang tapi produk ini tidak kalah Indonesianya dengan batik, tenun atau produk khas Indonesia lain. Anton menuturkan, bahkan produk dengan desain kontemporer khas Indonesia bisa lebih besar impact-nya, karena barang ini akhirnya bisa dibeli atau dinikmati oleh lebih banyak kalangan. seluruh Indonesia, bahkan dunia.

“Jika produk kontemporer kita saja diterima pasar lokal, saya yakin dunia pun bisa menerima,” ujarnya. Pasar Indonesia yang besar dan diserbu merek-merek asing menurut Anton jangan disia-siakan untuk menjadi sasaran utama para produsen yang berjualan di The Goods Dept.

Sasaran The Goods Dept memang saat ini masih pasar lokal, katanya, karena belum ada cabang di luar Jakarta atau di luar negeri. Target Anton dalam 2-3 tahun ke depan pihaknya bisa membuka gerai di luar negeri, semisal Malaysia atau negara tetangga lain. Walau belum ada cabang di luar negeri, produk yang tersedia di The Goods Dept sudah bisa dibeli oleh pembeli di luar Jakarta dan di luar negeri. Yaitu melalui pembelian online. Anton menyediakan web khusus www.thegooddept.com , untuk mereka yang di luar Jakarta dan luar Indonesia bisa membeli produk-produk yang ada di The Goods Dept.

Diakui Anton, secara volume masih kecil penjualannya, tapi ini awal yang baik. Berarti produk kita tidak kalah dengan produk luar neger. Ia mencontohkan ada pembeli Amerika (orang sana asli, bukan orang Indonesia) yang membeli dua sepatu khas buatan Indonesia, yang biaya pengiriman ke New York saja sama dengan satu harga produknya. Selain sepatu, beberapa produk local yang kerap dibeli oleh konsumen luar negeri adalah perhiasan, jeans dan sebagainya.

“Mereka mau barang yang bisa dipakai sehari-hari, yang di negara dia tidak ada, tetap gaya, dan buatan Indonesia,” tuturnya. Berapa penjualannya, Anton tidak bisa bicara, selain menyebutkan responsnya cukup bagus hingga Amerika dan Eropa.

Visi dikembangkan Anton pada The Goods Dept, intinya orang datang ke gerainya karena konsumen melihat produk kita tidak kalah dengan merek dari luar negeri. Orang datang karena barang itu bagus. Ia juga ingin produk-produk tersebut bisa bersaing dengan merek lain dari luar negeri. Sejajar. Malah bagus konsumen bisa memadu padan produk lokal di The Goods Dept dengan produk bermerek dari luar negeri.

Selain The Goods Dept, Anton mengembangkan The Brightspot, ini sifatnya tidak menetap seperti The Goods Dept. Tapi diselenggarakan setahun dua kali, sebagai perhelatan pameran produk. Seperti The Goods Dept, The Brightspot juga lebih dominan produk karya lokal kontemporer. Menurut Anton di sini ia bisa menjadikannya sebagai ajang kurasi produk sebelum masuk menjadi pengisi produk di The Goods Dept. Pada perhelatan terakhir beberapa bulan lalu di Lotte Shopping Avenue, sekitar 80 ribu pengunjung hadir di The Brightspot. Jumlah ini meningkat lebih dari 4 kali lipat dibanding tahun sebelumnya.

“Kami memang sangat ketat melakukan kurasi bagi yang ingin masuk The Goods Dept, terutama dari segi kualitas,” ujarnya. Kalau produknya bagus, ditambahkan sentuhan lain, ia yakini belahan dunia manapun konsumennya bisa menerima. Ini terbukti dengan permintaan dari luar negeri sudah secara konsisten tiap bulan ada.

Apa yang dihadirkan di The Goods Dept bisa diterima di seluruh dunia. Orang-orang di belakang produk ini punya semangat dan perilaku yang mendukung produk ini berkembang lebih besar. Punya potensi yang luar biasa. Makanya success rate produk yang ada di The Goods Dept cukup besar. Kurasi produk yang dilakukan ketat gunanya untuk menjadi pembeda The Goods Dept dan juga menjadi senjata yang kuat agar konsumen percaya dengan apa yang ditawarkan The Goods Dept. Bahwa yang dihadirkan di The Goods Dept. sudah melalui seleksi yang ketat dan menghasilkan produk yang bagus.

Beberapa nama yang kini dikenal global yang di bawah The Goods Dept. dan dijual di luar negeri seperti Cotton Ink (produk wanita), Nikicio (produk aksesoris), Jewel Rocks (yang disukai konsumen Jepang) dan sebagainya. Menurut Anton semua memiliki potensi untuk disukai pasar luar negeri, terlebih desainnya kontemporer. Pasar ini menurut Anton, kapan saja dan siapa saja menyukai barang seperti itu, di negara manapun. “Desain seperti ini dinikmati semua kalangan. Karena menurut saya produk tradisional tidak semua orang tertarik, anak muda terutama,” ujarnya.

Saat ini ada 250 merek yang bergabung di The Goods Dept. Semula hanya 100-an merek saja. The Brightspots waktu pertama mulai 4 tahun lalu oleh Anton hanya 25 merek yang bergabung. Pada saat terakhir The Brightspot, beberapa bulan lalu selama 4 hari diadakan mencapai 150 merek yang bergabung, bahkan ada 150 merek yang waiting list. Semua konsep ritel itu menjual 80% merek atau produk lokal.

Anton berharap produk kontemporer yang ada di The Goods Dept. bisa mendunia. K-Pop atau Harajuku, menurutnya itu produk-produk kontemporer yang didukung pemerintahnya. Keduanya bisa mendunia tapi tetap menunjukkan kekhasan negara asalnya. “Sebenarnya pasar kita juga sudah besar, tapi kalau bisa mendunia mengapa tidak. Produk menarik, desain khas, harga juga lebih kompetitif,” ujarnya sambil menyebut harga produk lokal di The Goods Dept. sekitar Rp 100 ribuan hingga jutaan. Kekhasan produk yang dijual ini menjadi keunggulan, menjadi kuat dengan pakem-pakem Indonesia.

Meski potensinya besar, Anton melihat produk lokal kita masih belum bisa mengejar economic of scale yang bisa menjangkau pasar lebih luas di dunia. Kita juga dinilai masih rendah dalam hal branding, ini harus diperkuat. Ia akui, The Goods Dept. masih belum banyak upaya untuk promosi besar-besaran ke luar negeri. Tapi sarana online itu memungkinkan lebih luas pasar bisa dijangkau. Ia melihat potensi jejaring sosial bisa dimaksimalkan untuk menguatkan branding mereka. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved