CEO Interview Editor's Choice

Top Manajemen Motor Kreativitas JNE

Top Manajemen Motor Kreativitas JNE

JNE adalah perusahaan distribusi yang inovatif. Berbagai produk dan layanan yang diluncurkan, langsung digandrungi pelanggan, seperti “Pesona” (Pesanan Oleh-oleh Nusantara), yang berusaha mengangkat kuliner khas Indonesia. Semula, pemasok makanan khas daerah memberikan reaksi negatif. Setelah berjalan tiga tahun, para suplier kini antre untuk kerjasama dengan JNE dalam produk “Pesona”. Bagaimana JNE mengembangkan inovasi dan kreativitasnya? Siapa motor penggerak ide-ide bisnis baru? Berikut ini wawancara reporter SWA Denoan Rinaldi dengan Johari Zein, Direktur Pelaksana JNE:

JNE, Johari Zein, logistik, kurir, jasa

Johari Zein

Bagaimana visi anda di industri distribusi dan pengiriman ini terkait dengan pengembangan kreativitas dan inovasi yang dilakukan oleh JNE?

Contohnya kebijakan pemerintah tentang regulated agent. Kami bukan patah hati atau frustasi dengan apa yang dilakukan pemerintah selama ini. MP3EI bagus, peraturan tentang regulated agent bagus. Regulated agent, memang bagus untuk memastikan keamanan pesawat kiriman dan sebagainya. Tujuannya bagus. Tapi ketika pelaksanaannnya begitu banyak kepentingan, semua menjadi ribut. Padahal tujuannnya baik. Nah, kebijakan macam ini tidak visioner. Hanya berpikir jangka pendek. Itu contoh kasus yang harus diperhatikan jika kami mau dikatakan kreatif, maka kami harus visioner.

Bagaimana proses lahirnya setiap kreativitas – Gambarkan dengan beberapa contoh? Bagaimana melibatkan karyawan untuk berkreasi? Bagaimana menjaring ide-ide baru? Bagaimana mengimplementasikan ide-ide yang telah ditemukan? Bagaimana mengevaluasi setiap temuan yang telah dijalankan?

Saya beri modalnya dulu. Modalnya adalah core competence. Orang-orang di JNE harus memiliki core competence. Core competence pertama yang harus dimiliki orang-orang di JNE adalah integritas, jujur, harus bisa diandalkan. Integritas adalah nilai dari semua nilai. Kalau jujur dilanggar, maka orang itu harus keluar. Itu yang kami pegang tegas. Kedua, orang JNE harus costumer oriented, senang melayani. Itu modal yang harus dimiliki orang-orang JNE. Ketiga, orang JNE harus senang menang. Penting untuk bisa menang. Itu merupakan tiga nilai dasar yang harus dimiliki orang JNE. Kalau Anda termasuk orang yang tidak ulet, maka akan susah jika berada di JNE. Core competence ini merupakan modal bagi JNE untuk melakukan inovasi dan kreasi.

Yang saya bisa rekayasa dari atas, salah satunya, adalah semua karyawan JNE kami berikan training character building. Seseorang akan menjadi orang yang baik kalau dia tahu Tuhannya. Ujung-ujungnya, saya, melalui depertemen HRD ini, memastikan semua karyawan JNE mengalami penyadaran. ESQ training adalah salah satu pilihan kami karena di dalamnya terdapat penyadaran-penyadaran yang membuat keimanannya semakin membaik.

Selain itu, yang agak mahal sedikit modalnya, yaitu umroh bagi karyawan yang sudah bekerja selama 15 tahun di JNE. Sebenarnya ini merupakan training bagi karyawan. Jadi, ESQ harus diikuti oleh karyawan baru dan akan di-recharge lagi setelah sekian tahun bekerja melalui umroh. Secara mendasar, hal itu akan meningkatkan keimanan mereka. Hitungan spritualnya, kalau mereka imannya kuat, maka rezekinya akan bertambah. Kalau rezeki karyawannya bertambah, maka JNE-nya maju. Itu hitungan spiritualnya.

Namun, kembali lagi ke pertanyaan tadi. Dengan konsep seperti itu, tentu kami juga memiliki modal kompetensi lain, misalnya dengan konsep seperti itu harus bisa membuat para pemimpin untuk mengembangkan yang lain, anak buahnya. Jadi dalam job desk setiap manajer, salah satunya ada tuga untuk membina stafnya agar maju. Jadi, kami harus melakukan regenerasi. Jadi harus memiliki kemampuan leadership. Mereka juga harus berpikir kritis. Nah, ini mulai masuk ke inovasi.

Siapa yang menjadi motor kreativitas di perusahaan ini? Seperti apa passion dan komitmen pemilik perusahaan dalam mengembangkan kreativitas di JNE? Sebutkan contoh contohnya? Bagaimana mereka terus berkreasi?

Salah satunya contohnya, yang terkait juga dengan siapa pelopor dan motor kreativitas di perusahaan ini. Motornya pastilah top management karena mereka harus bisa mengambil keputusan. Tentu mereka akan jadi motor. Tapi kami memiliki dua kelompok pemikir yaitu business development dan product development. Grup business development mencari bisnis-bisnis baru yang bisa cocok dengan mesin uang yang kami miliki. Misalnya network atau karyawan dengan kemampuan tertentu. Business development harusnya bisa mencocokkan calon bisnis dengan network yang sudah ada. Misalnya, jaringan kami yang luas, ritel yang kuat, dan citra brand kami. Kemudian, product development fokus ke bagaimana mengembangkan produk yang sudah ada. Jadi ada dua pemikir yang selalu ada ke kami, terutama Board of Director, untuk memberi masukan. Itu jalur resmi yang ada untuk menyampaikan usulan, ide, atau inovasi.

Selain itu, karena karyawan JNE dituntut memiliki 3 core competence seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya, sumber usulan berasal dari tingkat kedua seperti technical advisor, regional, atau division head yang wajib memberikan usulan atau masukan inovasi. Ini merupakan jalur resmi yang bisa digunakan.

Namun, selain itu, banyak juga jalur tidak resmi yang bisa digunakan untuk memberikan ide inovasi. Banyak juga penyumbang ide yang sangat bagus. Kadang kami membuat kompetisi ide bisnis yang melibatkan karyawan di mana pengusul ide terbaik akan mendapatkan imbalan tertentu. Kami pernah bekerjasama dengan Universitas PPM untuk membuat kompetisi bisnis sebelum puasa lalu. Jadi dibuat kompetisi antar universitas dan hasilnya dipertandingkan dalam satu forum. Buat saya ini adalah investasi yang murah. Hadiah yang saya berikan cuma Rp 12 juta, tapi saya dapat sembilan ide bisnis.

Saya bisa mendapatkan sembilan ide, mungkin ada yang sama, tapi tidak masalah. Karena sebetulnya yang penting dalam membaca masukan adalah mendengarkan dengan hati dan jangan mendengarkan dengan telinga karena jika kami mendengar menggunakan telinga yang kami dapatkan plain saja. Kalau kami dengar dari hati, kami olah apa yang disampaikan sehingga nanti bisa menjadi ide yang luar biasa. Tentu kami juga harus memiliki ilmu dan pengalaman yang banyak. Oleh karena itu, direktur, terutama, dan para senior manager dan technical advisor, sangat disarankan untuk melakukan travelling untuk melihat suasana baru dan menambah wawasan baru.

Saya termasuk yang memberikan contoh. Dan mulai sekarang sudah diterapkan kepada karyawan yang keluar negeri, apakah untuk tugas atau hanya liburan saja, untuk menceritakan pengalaman perjalanannya. Lebih baik lagi jika membuat laporan perjalanan. Direksi, saat kantor tidak sibuk atau di musim liburan sekolah, biasanya melakukan perjalanan ke luar negeri dan ketika pulang membawa cerita. Kami dengarkan cerita itu dengan hati. Ini proses yang informal. Tapi proses yang seperti ini justru seru buat saya. Kalau yang formal, setelah proses perhitungan, survei, hingga presentasi, kadang hanya memperkuat saja. Namun ide yang nakal, justru dari proses yang informal. Saya dan direksi juga seperti itu.

Untuk kerjasama dengan PPM, apakah dilakukan tiap tahun atau baru tahun ini saja?

Kami baru mulai tahun ini dan sepertinya akan berlanjut. Itulah cara-cara yang kami lakukan.

Bisa cerita tentang munculnya produk “Pesona” (Pesanan Oleh-oleh Nusantara) dan “Pelikan” (Pengiriman Lintas Kawasan)?

Pesona, yang diluncurkan pada Agustus 2010, masih belum buat kejutan. Tapi nanti akan buat kejutan. Sebenarnya, kami buat Pesona untuk sekedar memuaskan kebutuhan pribadi. Baru kemudian setelah sharing, ternyata banyak pribadi yang merasa seperti saya, ketika kangen makanan daerah tertentu, maunya langsung ada di depan kami. Bisa dikatakan cukup sukses. Namun buat saya masih belum cukup. Ada target yang kami ingin capai lebih besar, setelah saya tantang pihak PPM, yaitu membantu meningkatkan pendapatan UKM sehingga mencapai Rp 1 triliun melalui produk Pesona ini. ternyata banyak masukan dan banyak ide. Salah satunya, bisa melakukan kerjasama dengan korporat, tidak hanya ke pelanggan pribadi. Bahkan hal ini bisa menjadi gerakan bangsa. Bisakah kami membuat orang Indonesia tersadarkan untuk cinta kuliner Indonesia? Potensi kuliner Indonesia harus kami angkat.

Jadi, saya juga punya usul ke Garuda Indonesia agar mengadakan brosur dalam penerbangannya untuk merekomendasikan makanan khas Indonesia. Misalnya, kalau kami naik pesawat ke Jepang, pasti ada brosur atau majalah berbahasa Jepang. Begitu juga ke China yang ada brosur atau majalah berbahasa Mandarin. Nah, mengapa tidak jika kami buat kompetisi atau melakukan survei makanan atau tempat-tempat makan di Indonesia? Itu menjadi layanan untuk masyarakat dan itu juga membantu UKM. Untuk kasus di Indonesia, misalnya dalam penerbangan menuju Medan, di dalam pesawatnya terdapat majalah atau brosur yang merekomendasi makanan khas Medan. Itu akan menarik sekali dan hal itu sudah bukan kepentingan JNE. Tapi sudah menjadi gerakan sosial.

Kami juga akan buat buku kuliner yang sifatnya nasional dan akan dibagi-bagi di bandara udara dan pelabuhan. Tentu kami mengharapkan dukungan semua orang untuk mencapai cita-cita besar ini.

Bagaimana implementasi ide-ide yang ditemukan?

Implementasi dilakukan oleh business development dan product development. Ketika ada ide-ide baru, kami bisa delegasikan ke dua divisi itu. Di JNE, karena pengambil keputusan adalah direksi, terutama, maka kami buat suasana yang bisa melakukan komunikasi kapan saja. Ide bisa muncul kapan saja. Maka di kantor kami, para direksi berada dalam satu ruangan. Awalnya hal ini dilakukan karena memang tempat yang tidak cukup. Namun kemudian dirasa kondisi ini cukup efektif. Ketika salah satu direksi ada ide, semua direksi akan dengan mudah menangkap dan membahas ide itu. Ide itu juga akan ditindaklanjuti dengan survei, riset, atau membuat tim yang menindaklanjuti proyek ide tersebut. Tim tersebut dibuat oleh Project Management Officer (PMO), yang bertugas untuk menangani proyek yang bersifat internal, misalnya efisiensi biaya atau masalah penggatian call center. Itu semua yang berkaitan dengan ide. Namun yang berkaitan dengan produk, masuk ke product development, untuk meningkatkan layanan kami. Bukan bisnis baru. Jadi, direksi yang berada pada satu ruangan yang sama merupakan strategi yang pas untuk mengkomodir ide agar tidak hilang.

Biasanya dari ide ke eksekusi butuh waktu berapa lama?

Pesona membutuhkan waktu tiga tahun. Tahun pertama kami mempelajari kemungkinan-kemungkinannya, misalnya kemungkinan makanan rusak, bagaimana mengenai layanannya. Tahun kedua, kami mencari para supplier makanan khas daerah di Indonesia. Reaksi awalnya sangat negatif. Akhirnya kami ubah konsep kerjasama. Bukannya kami ajak mereka, tapi kami beli produk mereka tiap hari. Lama kelamaan jadi langganan. Kalau langganan, masa’ marah? Lama-kelamaan akhirnya mereka mau tanda tangan kontrak kerjasama. Butuh waktu tiga tahun untuk itu. Saat ini malah ada yang antre untuk menjadi daftar mitra kami.

Dari ide-ide bisnis tadi, mana yang sudah berjalan?

Awalnya, pasti kami jadikan ide itu sebagai suatu proyek yang ditangani oleh person in charge (PIC). PIC ini harus melaporkan perkembangan proyek tersebut. Sampai saat ini saya masih terima laporan perkembangan tersebut. Ada yang belum terkenal, tapi kami lihat bagaimana prospek ke depannya.

Proyek inovasi yang sudah berjalan ada berapa?

Ha..ha..ha. Masih dalam fase inkubasi. Ada yang jadi, ada yang tidak. Ha..ha..ha… Saya hanya ingin mengatakan bahwa terdapat hal yang penting yaitu kelancaran komunikasi ketika kami mendapat ide di antara pengambil keputusan. Itu sangat penting. Oleh karena itu, di gedung baru yang akan kami tempati (masih di Jalan Tomang Raya), desain ruangan direksi dibuat satu per satu, namun ada ruang tengah di antara ruang direksi tersebut untuk berkumpul. Jadi, kalau direksi ada ide, kami akan masuk ke delam ruangan itu bersama, yang hanya disekat kaca. Ruangan itu semacam living room, tempat untuk baca koran, makan, atau istirahat sebentar. Tapi ruang itu semacam sentral dari direksi. Jadi saya sengaja mempertahankan kondisi itu karena itu yang akan membuat hubungan jadi lebih baik. Tidak ada salah pengertian. Jika ada problem kami bisa langsung berbagi dan ambil keputusan dan jika ada ide juga bisa langung kami tindak lanjuti.

Sejak kapan munculnya semangat berkreativitas?

Sejak berdirinya perusahaan ini. Awalnya kami hanya delapan orang dan ruangannya lumayan besar untuk delapan orang waktu itu. Akibatnya, kami jadi ngumpul dan terbangun kekeluargaannya. Kebetulan, direksi di sini, rata-rata adalah pekerja dulunya. Kami datang dari dunia kerja sehingga kami tahu susahnya orang kerja. Selain itu, yang kami bahas juga tidak selalu perusahaan melulu. Urusan keluarga juga kadang dibahas.

Apa saja hasil (output) dari kreativitas itu?

Saya pikir dengan kondisi kerja yang kekeluargaan, Insya Allah kerja di JNE tidak bosan. Kalau ada sesuatu yang ingin dicapai, penting bagi perusahaan untuk membuat dan memiliki semangat membangun suasana yang menggembirakan di dalam perusahaan. Contohnya, tadi pagi kami baru buat kejutan kepada karyawan yang berulang tahun. Kadang, kami buat hari baju merah. Oktober nanti kami adakan arisan. Mudah-mudahan jadi agenda tahunan. Setiap tahun, tiap karyawan perempuan dihargai dengan cara mereka dipersilahkan untuk membuat acara yang ‘mereka banget’. Dulu, acara yang dibuat mereka yaitu tentang masak yang dilengkapi dengan musik dan sebagainya. Itu tidak murah, ratusan juta. Tapi mereka gembira. Walaupun karyawan wanita di JNE tidak terlalu banyak, tapi mereka membawa suasana yang berbeda bagi seluruh karyawan.

Kami juga ada ‘Akar Rumput’. Jadi, karyawan yang berkumpul dan membuat kelompok diskusi, kami dukung mereka. ‘Akar Rumput’ ini juga membuat acara tiap tahunnya. Tahun lalu mereka mengundang Irwan Setiawan, seorang penulis buku. Tahun ini, Akar Rumput juga membuat acara tentang bagaimana mengelola uang karena itu masalah mereka sekarang. Saya katakan, mereka sudah mulai kaya. Oleh karena itu mereka harus bisa mengelola uangnya. Gaji karyawan JNE, Alhamdulillah naik setiap tahun, ada bonus, THR, dan lainnya, oleh karena itu mereka harus memiliki rencana keuangan. Jangan sampai setelah terima gaji, uang mereka habis begitu saja. Akar Rumput menangkap fenomena ini dan kemudian mereka membuat acara ini. Dengan adanya hal-hal ini, karyawan menjadi semangat datang ke kantor.

Bagaimana dampak terhadap bisnis?

Dampak terhadap bisnis, kami terus tumbuh. Kami tidak memiliki strategi-strategi khusus. Namun yang penting, kami mencintai karyawan kami dan mereka mencintai kami. Saya memiliki contoh sejarah ketika kerusuhan Mei 1998. Saat itu terjadi kerusuhan di mana-mana, termasuk di daerah kantor JNE di sekitar Tomang 3. Di sebelah JNE saat itu adalah bank. Di seberang JNE ada show room Timor. Dua tempat tadi menjadi sasaran amuk massa. Nah, JNE saat itu, ketika fase awal krisis, kami sudah concern dengan karyawan kami yaitu dengan membagi sembako kepada karyawan walau kondisi keuangan perusahaan juga tengah krisis. Itu ternyata juga menimbulkan kecintaan karyawan terhadap perusahaan tempatnya bekerja. Kecintaan itu bisa dilihat dari perlindungan karyawan terhadap kantor ketika terjadi kerusuhan. Mereka keluar ke depan melindungi kantor. Mereka pasang badan, padahal tidak ada yang perintah.

Sejauh mana kreativitas mampu menggoyang pasar?

Kembali ke jawaban pertama, bahwa modal kreativitas adalah visioner. Orang harus selalu bisa membaca masa depan. Kalau kami level-nya karyawan, tentu kami bisa lakukan hal yang sesuai kapasitas di level itu. Kalau level-nya direksi dan kami juga aktif di asosiasi, maka pola pikir kami mencakup kepentingan nasional. Jadi, kami tidak berpikir untuk kepentingan perusahaan semata. Kami tidak merasa memiliki kemampuan atau memiliki keinginan untuk menggoyang ekonomi Indonesia, tapi saya memiliki keinginan agar ekonomi Indonesia maju. Karena jika kami hanya fokus pada keuntungan, maka kami lupa siapa yang memberikan keuntungan sebenarnya. Jadi, jika kami tahu bahwa keuntungan kami datang dari konsumen, maka konsumen kami harus dijaga. Bagaimana konsumen kami bisa tetap bertahan, tentu kami harus memberikan kualitas kepada mereka. Kami harus berikan harga yang pas. Jadi, manajemen kami harus bisa menjadi sesuatu yang berkesinambungan. Bukan menjadi satu-satunya pemenang dan mati lawannya, kemudian tinggal sendirian di hutan. (Didin Abidin Mas’ud)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved